Topic
Home / Berita / Opini / Memperingati Hardiknas, Nuansa Baru Konsep Pendidikan Dalam Kerangka Pancasila

Memperingati Hardiknas, Nuansa Baru Konsep Pendidikan Dalam Kerangka Pancasila

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (dakwatuna/hdn)
Ilustrasi. (dakwatuna/hdn)

dakwatuna.com – Pancasila adalah ideologi bagi bangsa Indonesia. Ideologi menentukan cara berpikir suatu bangsa dalam melahirkan sebuah tindakan yang dapat dibuktikan. Tindakan-tindakan itu dapat berupa konsep hidup di segala bidang kehidupan. Maka dari itu, nilai-nilai di dalam Pancasila sebagai sebuah ideologi merupakan nilai-nilai yang bertransformasi menjadi kebiasaan yang membudaya baik dalam lingkup pribadi dan dalam lingkup interaksi sosial. Dalam merealisasikan nilai-nilai dari sebuah ideologi butuh peranan berbagai pihak salah satunya pendidikan. Bidang pendidikan merupakan salah satu pengambil peran tersebut, dikarenakan pendidikan adalah proses panjang dalam melahirkan atau mencetak manusia untuk memiliki pengetahuan. Akumulasi dari pengetahuan itu membentuk pola pikir. Pola pikir yang sudah tertanam dalam diri manusia melahirkan tindakan atau perilaku keseharian yang dapat dibuktikan dan dilihat.

Pancasila terdiri dari 5 nilai yang saling terikat dan terhubung antara satu dengan lainnya. Sila pertama berkaitan dengan cara beragama, sila ke dua dan ke tiga berkaitan dengan cara bersosial di masyarakat dan sila ke empat dan ke lima adalah cara membangun lembaga pemerintahan. Nilai Pancasila tidak memisah aktivitas manusia antara manusia beragama dengan bersosial di berbagai bidang, baik skala lokal (LSM) maupun nasional (pemerintahan). Agama tidak berakhir di tempat-tempat ibadah, tetapi agama juga terhubung saat berada di kantor lembaga pemasaran dan kantor lembaga pemerintahan.

Nilai-nilai Pancasila berusaha menjadikan setiap pribadi yang mendiami Negara Indonesia memiliki agama. Tidak hanya berhenti sebagai pemilik agama, tapi mengusahakan secara maksimal untuk memahami secara menyeluruh agama yang diyakininya. Memiliki agama merupakan tanggung jawab setiap pribadi yang berdiam di Indonesia. Manusia yang mencoba memahami agama secara mendalam sesuai agama yang diyakininya, berarti pribadi seperti ini adalah pribadi yang mencoba mempertahankan warisan nilai-nilai Pancasila. Hal ini dikarenakan nilai yang ada pada Pancasila bersifat mutlak. Mutlak sebagai tanda tidak dapat diganti selamanya. Konsekuensi mutlak adalah setiap nilai Pancasila bukan sebagai hafalan atau terpampang di dinding sekolah, tetapi nilai-nilai tersebut harus diterapkan oleh pribadi yang berdiam di Indonesia. Penerapannya diusahakan untuk dibuktikan oleh setiap pribadi dan dapat dilihat oleh pribadi-pribadi di sekelilingnya. Maka dari itu, setiap pribadi yang berusaha mendalami agamanya, menghafal kitab sesuai agama yang diyakininya, mengetahui sejarah agama yang diyakininya, maka pribadi seperti ini adalah pribadi yang berusaha membuktikan konsep mutlak dari nilai Pancasila.

Sila pertama yang ada pada Pancasila bukan bermaksud sebagai pembenaran pada semua agama, karena setiap agama memiliki sejarah dan tata cara mendekat kepada Tuhan sesuai apa yang diyakininya. Tidak menuntut seorang pemeluk agama untuk membenarkan agama lain, pasti setiap pemeluk menganggap bahwa keyakinannya adalah benar. Pernyataan seperti itu adalah pernyataan yang wajar. Tidak akan terjadi peperangan hanya karena berbeda dalam memeluk agama atau berkeyakinan, selama paham akan sejarah bangsa. Karena pada hakikatnya, perjuangan dalam memerdekakan Indonesia, adalah perjuangan yang berasal dari darah kakek nenek kita, sedarah dengan kita dan lahir di tempat yang sama dengan yang kita tempati.

Para pemeluk agama di Indonesia bebas untuk berkeyakinan, berkarya dan menyebarkan apa yang diyakininya. Adanya bermacam-macam agama, merupakan sarana berkompetisi. Tidak ada satupun kitab dari setiap agama yang berkembang di Indonesia mengajarkan perpecahan, kebencian dan hal-hal yang merusak moral pemuda bangsa, kecuali karena oknum pemeluk yang korup. Sebagai akibat pemahaman yang kurang menyeluruh terhadap kitab dari agama yang di yakininya. Dan perlu disepakati, bahwasanya yang menjadi sarat sebuah agama diakui di Indonesia itu karena ada kitabnya.

Nilai-nilai Pancasila mengandung konsep hidup bahwasanya Indonesia terdiri dari kumpulan manusia yang memiliki agama dan berusaha untuk mendalami agama yang diyakininya, sepanjang waktu dan apapun profesinya. Beberapa contoh konsep tersebut di antaranya, seorang manusia menjadi presiden atau menteri, memiliki pemahaman mendalam dan menyeluruh terhadap agama yang diyakininya. Seorang guru dan dosen apapun spesifikasinya memiliki pemahaman yang mendalam terhadap agama yang dianutnya. Seorang teknisi motor yang memiliki pemahaman menyeluruh terhadap agama yang dianutnya. Sehingga kita menjumpai setiap orang yang kita temui di jalan apapun profesinya, kecuali dia adalah seorang yang paham kitab dari agama yang diyakininya.

Dalam merealisasikan cita-cita besar tersebut maka perlu pendukung dari berbagai pihak, salah satu pihak tersebut adalah pendidikan. Pendidikan bertugas untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang sesuai dengan cita-cita besar bangsa. Pendidikan mengusahakan setiap anak bangsa untuk mengetahui dan memahami agama beserta perangkatnya. Perangkat agama tersebut adalah kitab dan sejarah valid sesuai dengan agama masing-masing. Kitab dan sejarah berguna untuk menjaga kemurnian pemahaman dari masing-masing agama yang hendak ditransfer kepada anak bangsa sesuai yang diyakini. Pendidikan ini dibangun dengan dimulai dari tingkat dasar. Salah satu contohnya adalah lembaga pendidikan berbasis agama (integrasi agama dengan pengetahuan/keterampilan umum). Dari situ, para anak bangsa dididik untuk mengetahui kitab dan sejarah agama secara mendalam sesuai yang diyakininya. Hasil dari pendidikan tersebut adalah para anak bangsa yang memiliki pengetahuan mendalam terhadap agamanya apapun bidang keahlian dan profesinya. Hasil dari pendidikan ini berupa SDM yang siap mengantarkan Indonesia menjadi negara yang religius dan sejahtera, sesuai Ideologi Bangsa. Bukan sesuatu yang mustahil, jika suatu saat nanti Indonesia (meminjam kata ustadz Anis Matta) menjadi Negara percontohan Negara-negara lain karena terbangun Kesejahteraan dan Kereligiusan. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur:

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Penulis pernah sekolah di SDN 1 Tamanasri, SMPN 1 Ampelgading, SMAN 1 Turen. Tahun 2011 Menempuh kuliah di Universitas Negeri Malang Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Selama di Kampus aktif dalam organisasi Lembaga Dakwah dan Pergerakan Kesatuan Aksi Mahasiswa. Lulus pada tahun 2015. Sekarang mengabdi bersama kawan-kawan di Sekolah Dasar.

Lihat Juga

Tradisi Ilmu dan Pendidikan antara Islam dan Barat

Figure
Organization