Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Ibu, Malaikat Tanpa Sayap yang Tidak Pernah Mengeluh

Ibu, Malaikat Tanpa Sayap yang Tidak Pernah Mengeluh

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (islamimadina.blogspot.com)
Ilustrasi. (islamimadina.blogspot.com)

dakwatuna.com – Nada nada yang indah, selalu terurai darinya. Tangisan nakal dari bibirku, takkan jadi deritanya. Tangan halus dan suci, telah mengangkat diri ini. Jiwa raga dan seluruh hidup, rela dia berikan. Lirik lagu yang sangat pantas untuk  ibu. Di mataku ibu adalah sosok yang hebat luar biasa. Malaikat tanpa sayap di ”istana” ini. Ia memberikan cinta dan kasih sayangnya yang penuh, tak kenal pamrih.

Ibu mengandungku selama 9 bulan lamanya, selama aku dalam kandungan ibu tidak pernah mengeluh kesakitan. Ketika kandungannya mulai membesar, ibu mulai sulit mengerjakan pekerjaan apapun termasuk berdiri, duduk maupun berjalan. Aku tahu rasanya, ibu seperti menanggung beban berat di perutnya, tetapi ibu menikmati semua itu sambil mengusap  perutnya tiap saat secara perlahan. Mengusap dengan kasih sayang dan membacakan doa agar kelak Aku menjadi anak yang solehah dan berguna bagi bangsa dan agama.

Ibu menceritakan bahwa ibu saat itu seperti di antara ambang pintu hidup atau mati, karena aku anak pertama jadi ada rasa takut dan khawatir yang menghantui ibu. Ibu mempertaruhkan nyawanya demi aku, buah hatinya, tetapi setelah mendengar tangisanku, ibu merasa bahagia sekaligus terharu seketika rasa sakit ketika mengeluarkan aku dari dalam perutnya pun tergantikan.

Ibu merupakan mentari yang bersinar di pagi hari. Senyumnya yang terpancar ketika berangkat kuliah selalu menjadi semangatku. Senyumnya selalu mengingatkanku akan kegigihannya mendidikku hingga dewasa. Senyum yang terpancar walaupun ibu sedang merasakan letih ketika harus bangun pagi-pagi, pergi ke pasar dan menyiapkan makanan.

Hal yang paling menyedihkan ketika melihat ibu menangis atas perlakuan ku. Teringat dosa besar jika ibu menangis sia-sia karena ulahku. Ingin meminta maaf, tapi rasa gengsi di diri ini terlalu besar. Ibu maafkan aku yang sering menciptakan amarah yang seharusnya tidak dilakukan.

Hal yang paling ku takutkan lagi adalah kematian. Sejak kecil hingga dewasa, sosok ibu sangat berharga dan penting di kehidupanku.Tanpanya aku tidak akan mungkin bisa menghargai orang lain dan tentunya menghargai hidup ini. Tak ingin berpisah dengannya, apalagi dipisahkan oleh kematian. Seorang anak akan sangat sedih ketika ditinggalkan oleh ibunya yang sudah membesarkannya dengan penuh cinta tulus dan kasih sayang.

Semoga aku dapat menyentuh surga yang berada di bawah telapak kakimu. Terimakasih ibu yang selalu ada walaupun sudah berkali-kali aku buat kecewa. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Biasa dipanggil Nida. Lahir di Jakarta, bulan Maret 1996. Mulai memasuki jenjang pendidikan pada usai 4 tahun di TK Nurul Fajar, Desa Pabuaran selama 2 tahun, lalu melanjutkan ke SDN Pabuaran 03, Desa Pabuaran, lalu melanjutkan MTs dan MA di Pondok Pesantren Al Hamidiyah, Depok dan sekarang sedang kuliah semester 4 di Politeknik Negeri Jakarta, jurusan Teknik Grafika dan Penerbitan, prodi Jurnalistik. Mempunyai kegemaran, di antaranya menulis di Wordpress dan fotografi walaupun belum konsisten hingga sekarang.

Lihat Juga

Ibu, Cintamu Tak Lekang Waktu

Figure
Organization