Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Bercak-Bercak Dosa

Bercak-Bercak Dosa

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Sejarahnya panjang, sepanjang perjalanan zaman. Ceritanya tak berujung menyertai perhelatan waktu yang terus berlalu. Bermula saat janji itu diucapkan, saat azamnya nan kuat itu diikrarkan. Bukan janji yang nantinya akan diingkari dan tak ditepati, tapi ini janji yang sudah menjadi visi, misi dan simbol dirinya sendiri. Simbol kejahatan dan dosa itu sendiri. Janji dan ikrar itu akan selalu ia pegang sepanjang zaman itu masih ada, masih bergulir dan mengalir. Janjinya terucap saat dia dicap sesat dan terlaknat. Saat dia tak mau taat dan justru memilih untuk bermaksiat. Janji yang sudah lama ia tanam dalam hati. Hanya dia akan ikrarkan menunggu saat yang tepat. Nanti saat dia dititah untuk tunduk memberi hormat. Merendahkan bersujud meletakkan jidat.

Diceritakan: “Ketika Allah membentuk Adam di Surga (dari tanah liat), Allah meninggalkannya sejenak. Lalu Iblis pun mengitari dan melihat apa gerangan? Ketika dia melihat ada lubang, maka dia tau bahwa Allah hendak menciptakan mahluk yang tidak punya kekuatan terhadap hawa nafsu.” (H.R. Muslim)

Di sinilah sejarah dosa itu tumbuh berkembang. Saat hatinya mulai resah dan bimbang. Saat ia mulai terusik dengan keputusan Tuhan.

Tidak lama berselang ikrar hatinya benar-benar ia buktikan. Dengan lisan dan mulutnya yang lancang. Mencaci menggurui di hadapan Tuhan. Ia tak terima bahkan ia lebih memilih jalannya sendiri menuju neraka nan mengerikan. Iblis berkata: “Karena Engkau telah menghukumiku tersesat, aku benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan-Mu yang lurus. Kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat). (Al-A’raf: 16, 17)

Dosa ibarat biji kecil yang subur di dalam hati. Ia akan tumbuh bila ia terus menerus disemai disirami. Tapi bila pohon itu tumbuh besar dan mengakar. Durinya pun mulai menjerat, menusuk, dan melilit di dalam kulit. Ia akan merusak tubuh yang ringkih tertatih. Tapi apa daya, akarnya sudah kadung menghujam ke seluruh aliran darah. Anak akarnya bak otot-otot penguat sendi  yang melilit di dalam daging dan tulang belulang.

Begitulah bahayanya dosa. Sekecil apapun dia, ia ibarat mahluk hidup yang akan tumbuh membesar menggurita. Jauhi dan ini pesan Ibnu Mas’ud memberi peringatan: “Jangan kau remehkan dosa, sekecil apapun dia! Dia berkumpul dalam jiwa sampai membuat manusia terjerembab binasa.” (Riwayat Ahmad)

Al-Ghazali memberikan perumpamaan yang luar bisa. Dosa itu bak titik kecil yang mungkin tak diperhitungkan. Hadirnya tak disangka membahayakan. Bahkan ia dibiarkan diabaikan. Bercaknya membuat cermin semakin buram dan mampu memantulkan kebenaran. Cermin itu ia ibaratkan hati manusia yang oleh Rasul dalam sabdanya: “Bila seorang mu’min melakukan dosa, terpercik noda dalam hatinya. Bila ia bertaubat, kembalilah hatinya mengkilat. Tapi bila tak juga kembali, hatinya lalai dan tertutupi sama sekali.” (H.R. Tirmidzi)

Berlarilah darinya seperti kita berlari dari singa. Jangan sampai ia menjadi salah satu penyebab datangnya siksa. Dan siksa yang paling berat bagi pendosa adalah dibukanya pintu-pintu dosa setelahnya. Ibnul Qayyim dalam Al-Fawa’idnya: “wa min ‘uqubatis sayyi’ah as-sayyi’atu ba’daha, akibat dari berbuat dosa adalah berbuat dosa setelahnya.” Atau ungkapan beliau yang lain: “Hukuman atas suatu dosa adalah perasaan tidak berdosa.” (Sayyidul Khotir) Allah maha melindungi hamba dari segala dosa. Amin…

Celaka siapa yang mengumpulkan amal saat bersama manusia, dan berbuat dosa saat dalam kesendiriannya. Mereka membawa amal segunung tihamah namun Allah jadikan debu tak berarti tak diperhitungkan sama sekali. Tsauban bertanya kepada Nabi, siapa mereka? Agar kami tidak termasuk dari mereka : “Mereka adalah saudara kalian, dari ras kalian, dan qiyam sebagaimana kalian hanya saja mereka adalah orang-orang yang melanggar larangan-larangan Allah dalam kesendiriannya.” (HR. Ibnu Majah dan Ath Thabrani).

Tidak ada dosa yang kecil. Tidak ada dosa mungil. Lihatlah dosa itu kau lakukan terhadap siapa? Terhadap Allah yang memerintahkanmu taat pada-Nya.

Ibnu Sirin pernah berkata: “Sungguh aku mengetahui dosa apa yang membuatku kini terlilit hutang. Aku pernah mengatai seseorang sekitar empat puluh tahun silam: “Wahai orang yang bangkrut.” Lalu aku ceritakan hal ini kepada Abu Sulaiman Ad-Darani, kemudian beliau berkata, “Dosa-dosa mereka sedikit sehingga mereka mengetahui darimana dosa-dosa itu mendatangi mereka, sedangkan dosaku dan dosamu banyak sehingga kita tidak tahu darimana dosa-dosa itu mendatangi kita.””. (Shifatus Shofwa)

Ini kisah pendosa muda yang telah berjihad di bumi Suriya, pendosa yang syahid di 16 (enam belas) tahun pada usianya. Daftar dosanya ia catat dalam buku hariannya: “Senin: Aku tidur tanpa mengambil air wudhu terlebih dahulu. Selasa: Aku tertawa terbahak-bahak dengan suara yang sangat keras. Rabu: Aku menyelesaikan Qiyamul Lail (Sholat Malam) dengan terburu-buru. Kamis: Tatkala aku sedang beristirahat, dan bermain bola dengan teman-teman lain, aku mencetak gol, memasukkan bola ke gawang lawan. Dan saat itu menyelusup di batinku rasa ujub lagi bangga. Jum’at : Aku hanya bersholawat 700 kali, padahal seharusnya 1000 kali. Sabtu: Salah satu komandan Mujahidin mendahuluiku ketika memberikan salam. Ahad: Aku lupa berdzikir pagi.”

Ya Rabb, kami telah menzhalimi jiwa-jiwa kami, maka ampunilah kami. Karena jika Engkau tidak mengampuni kami. Maka sungguh kami termasuk orang-orang yang merugi. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta, aktif di beberapa kajian keislaman, pembinaan remaja dan kepemudaan di kota Solo.

Lihat Juga

Berharap Rahmat Allah

Figure
Organization