Topic
Home / Pemuda / Essay / Antara Menanti Jodoh dan Menunggu Bus

Antara Menanti Jodoh dan Menunggu Bus

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (plus.google.com)
Ilustrasi. (plus.google.com)

dakwatuna.com – Berbicara perihal jodoh selalu seru dan seolah tiada habisnya. Apalagi jika yang membicarakan atau sesiapa yang sedang dibicarakan tersebut sedang di posisi menanti jodoh. Kuliah sudah lulus, pekerjaan sudah bagus, terus mau nunggu apalagi?! Pertanyaan paling menggembirakan si penanya jika kebetulan dia sudah berumah tangga. Kalau tidak begitu, pertanyaan manusiawi lainnya adalah “makanya jangan terlalu pilih-pilih! Kebanyakan pilih-pilih nanti malah jadinya nggak dapat lho!” :| *sesak napas*

Okey. Itu hak setiap orang bertanya demikian. Itu hak setiap orang juga untuk men-judge jomblo dengan cercaan sejenis itu. Masih untung sih daripada nyukurin dan ngatain gak laku-laku. Wkwkwkwk *ngenes kan?!

Padahal, andai orang-orang itu mau mengerti bagaimana perasaan si jomblo, tentu dia tidak akan seekstrim itu. Oh tunggu. Ini konteksnya adalah jomblo yang berusaha menjaga izzah untuk mempertahankan kesuciannya, hingga ia halal untuk someone that she created from his rib cage. Bukan jomblo yang sudah pacaran bertahun-tahun tapi nggak nikah-nikah. Pacaran koq lima tahun? Emang kredit mobil?!

Nah tulisan ini untuk saudari-saudariku senasib seperjuangan. Yang kita sering merasakan bully-an yang itu-itu aja. Yang karena bully-an tak bermoral itu membuat hati kita kian nestapa. Lantas memaksa kita merubah haluan. Kita jadi merubah visi misi kita. Mau menikah dengan siapa aja asal kita nikah dan tidak lagi jomblo.

Padahal pernikahan itu bukan sebuah permainan. Tidak bisa seenaknya bubar di tengah jalan. Pernikahan meliputi berbagai dimensi. Pastikan segalanya telah dipersiapkan dengan baik. Menikah dengan orang baik saja belum tentu jaminan pernikahan akan berjalan baik-baik saja. Kok nekad mau nikah sama orang yang dari awal kita sudah sadar bahwa ini ‘asal comot’?

Begini, kita hidup pasti punya tujuan. Punya cita-cita. Punya visi dan misi. Ibaratnya, kita akan menuju suatu tempat. Lalu untuk ke tempat tersebut kita butuh sarana. Sebutlah kita akan menaiki bus. Kita telah mempersiapkan diri dengan bekal yang cukup. Lalu kita duduk manis di halte menunggu bus tersebut. Di halte itu banyaaaaak sekali bus yang melintas. Akan tetapi, jurusannya lain-lain.

Tujuan kita jelas kan mau ke mana? Artinya kita tau bahwa kita harus naik bus apa. Meskipun banyak bus melintas tapi tidak menuju ke tempat tujuan kita, apakah kita akan tetap naik? Lalu di bus nanti kita akan merubah arah tujuan kita? Itu terlalu banyak yang dikorbankan!

Kita tentu akan memilih bersabar menunggu bus yang akan membawa kita ke tempat tujuan, bukan? Lalu jika bus yang tujuannya sama, justru melintas begitu saja di depan kita dan tidak berhenti membawa kita, bagaimana?

Percayalah kawan. Hidup ini tidak sebatas apa yang kita lihat. Banyak hal yang tidak secara kasat mata nampak di muka kita. Ada Allah lho yang mengatur kehidupan ini. Semuanya diatur dengan baik. Semuanya tepat pada posisi dan komposisinya. Dan pernahkah kita menyadari, bahwa diri kita ini adalah bagian dari subsistem yang teramat kecil dari sebuah sistem yang begitu holistik dan komprehensif di antara ruang dan waktu yang bernama takdir dan kehidupan?

Jadi, jika bus yang kita tunggu ternyata tidak membawa kita, artinya itulah bagian dari rangkaian takdir. Itulah yang terbaik. Bus itu bukanlah yang terbaik untuk kita. Segala sesuatunya teramat sempurna untuk dijelaskan dengan kata-kata. Maka kita akan menunggu bus berikutnya bukan? Hingga akhirnya nanti kita akan naik bus yang membawa kita sesuai tempat yang menjadi tujuan kita.

Berapa lama lagi kita harus menunggu bus? Apakah engkau takut akan kesendirian? Sama! Aku juga. Tapi bukankah Allah telah berjanji dalam kalam-Nya bahwa setiap makhluk-Nya diciptakan berpasangan?

سُبْحٰنَ الَّذِى خَلَقَ الْأَزْوٰجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنۢبِتُ الْأَرْضُ وَمِنْ أَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُونَ

Mahasuci (Allah) yang telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri, maupun dari apa yang tidak mereka ketahui. [QS. Ya Sin: Ayat 36]

Apakah engkau meragukan janji Tuhanmu, kawan?

Maka tetaplah dengan tujuanmu. (dengan syarat ini tujuannya realistis lho. Misal mau ke Papua dari Jakarta ya harus ada naik pesawat atau kapal. Jangan nunggu bus jurusan Papua dari Jakarta). Siapkan diri dengan baik agar pernikahan kita menjadi berkah. Menikah memang menyempurnakan separuh agama. Tapi kalau kondisinya kita masih ditakdirkan sendiri, mau bagaimana? Jangan karena dikejar usia dan dicerca tetangga kita jadi berubah haluan seadanya.

Saya percaya. Bila tiba waktunya, semua akan dimudahkan oleh Allah. Akan selalu ada jalan yang mengantarkan. Bukankah daun gugur saja tertulis di Lauhul Mahfudz? Masak urusan perjodohan yang merupakan Mitsaqon gholidzo tidak tertulis? Janji Allah juga, perempuan yang baik hanya untuk lelaki yang baik. Dan semua akan cie-cie bila tiba waktunya. :-)

(dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (1 votes, average: 5.00 out of 5)
Loading...

Tentang

Author of book 'Dalam Benciku Masih Ada Cinta Untukmu' https://dyahsujiati.wordpress.com/2015/03/11/dalam-benciku-masih-ada-cinta-untukmu-2/

Lihat Juga

Manisnya Ramadhan

Figure
Organization