Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Kritik yang Membangun, Tidak Membully

Kritik yang Membangun, Tidak Membully

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (haikudeck.com)
Ilustrasi. (haikudeck.com)

dakwatuna.com – Kita hidup di era yang segala sesuatunya bebas berkembang. Zaman terus merencanakan kemajuan, tak ada yang bisa membatasi potensi perkembangan zaman dan modernisasi yang berlangsung. Sebagai manusia yang menikmati akan perkembangan zaman dan segala sesuatu yang mengiringinya, tentu kita banyak sekali diuntungkan dalam hal ini.

Tidak ada yang tidak menikmati, segala sesuatunya terasa lebih mudah dan fleksibel sehingga perkembangan zaman seolah sudah menjadi momok yang selalu dinanti-nanti.

Tapi apa dampak lain dari perkembangan zaman? Ternyata tidak hanya zaman saja yang berkembang. Moral dan akhlakpun mengalami perkembangan. Fatalnya, ia berkembang tidak hanya pada arus positif namun juga berkembang pesat kepada arus negatif.

Mungkin akhlak dan moral berada pada orbit yang berbeda dengan beberapa hasil perkembangan zaman lainnya seperti berkembangnya elektronik yang ada pada saat ini. Tetapi ternyata di antara keduanya memiliki hubungan yang tidak bisa dipisahkan.

Jika perkembangan elektronik membawa pada manusia mengenal beragam sosial media, yang membuat dia tidak hanya berkomunikasi atau berinteraksi melalui dunia nyata saja melainkan melalui dunia maya juga, maka akhlak dan moral si pengguna dan penikmat perkembangan elektronik tadi akan terpancar dari dunia maya yang ia geluti.

Setiap orang mungkin punya cara main dan polanya sendiri-sendiri. Tetapi sangat disayangkan apabila cara main dan pola ini ternyata terlalu mengandung banyak cacat dan tak layak untuk dikonsumsi.

Mudah mungkin ketika kita melakukan kesalahan di dunia nyata, kita hanya perlu meminta maaf, menampakkan wajah penyesalan, menyodorkan tangan untuk berjabat atau hal-hal lainnya yang biasa digunakan untuk permintaan maaf. Tetapi kesalahan di dunia maya ternyata tidak semudah itu untuk dihilangkan apalagi dimaafkan.

Fitur-fitur dan ragam�kekreatifan�yang tidak bisa dibendung ini ternyata berdampak kesulitan untuk melupakan atau bahkan memaafkan kesalahan beberapa orang. Salah sedikit, captured! Salah sedikit, muncul ragam meme yang menghujat. Percaya atau tidak, inilah yang terjadi.

Bullying atau mengucilkan dan mengabaikan bahkan mencecar orang di dunia maya saat ini seolah sudah menjadi sebuah tradisi. Satu saja kesalahan kecil, akan mengundang ragam episode�bullying�di sosial media. Kasusnya terjadi di kota Medan, misalnya, tetapi satu Indonesia turut menghujat habis-habisan.

Kritik boleh saja, tak ada yang melarang. Beropini pun silakan saja. Tetapi akan sangat disayangkan jika ternyata Indonesia dengan ragam kekayaannya, ternyata hanya mampu menghasilkan�bullying�dari sebuah kesalahan warga/masyarakatnya.

Akan lebih baik jika yang dihasilkan adalah argumen atau opini dan kritik yang membangun, bukan meme yang menyinggung atau komentar-komentar yang kasar di berbagai akun sosial media yang ada.

Kalau kita saksikan, beberapa kasus atau kesalahan seorang warga yang akhirnya menuai kritik panjang dan�drama bullying,�akan terasa menyesakkan. Bukan karena kasihan kepada yang di bully, tetapi justru miris menyaksikan kenyataan bahwa masyarakat saat ini hanya mampu membully, tidak membangun sama sekali. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Mahasiswi LIPIA Jakarta | Garuda Keadilan | Gkreatip | KAMMI

Lihat Juga

Keikhlasan Dalan Kerja Dakwah

Figure
Organization