Topic
Home / Keluarga / Pendidikan Anak / Para Ibu Perkasa

Para Ibu Perkasa

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (seehati.com)
Ilustrasi. (seehati.com)

dakwatuna.com – Siapa yang tidak mengenal kedua sosok ini, sosok yang membawa perubahan bagi dunia dan menjadi inspirasi bagi umat dia adalah Muhammad bin Idris (Imam Syafi’i rahimahullah) yang sudah menghafal Al-Quran saat umur tujuh tahun dan sosok selanjutnya adalah penemu bola lampu Thomas alfa Edison. Mereka adalah dua sosok yang begitu luar biasa mampu mengubah dunia bukan karena mereka jenius dari kecilnya namun karena mereka dibesarkan dengan kasih dan cinta seorang yang bernama ibunda.

Pernahkah Anda membayangkan bagaimana mereka bisa begitu dikenal dunia? Banyak dari kita hanya mengetahui bahwa Syafi’i adalah salah satu orang yang kepadanya dinisbatkan salah satu mazhab atau Thomas Alfa Edison yang hanya kita kenal dengan penemu lampu yang melakukan percobaan gagal ribuan kali. Perjalanan mereka tidaklah semudah itu ada hal yang perlu kita ketahui dibalik kesuksesan mereka yang akhirnya membuat mereka seperti yang kita kenal saat ini.

Imam Syafi’i telah menghafalkan keseluruhan Al-Quran ketika masih berusia tujuh tahun dan sudah menghafal kitab al muwattha’ ketika masih remaja. Itu bukan karena beliau dimasukkan ke rumah penghafal Al-Quran, namun karena ibunya membuatnya akrab dengan Al-Quran dan mencintai ilmu. Imam Syafi’i dilahirkan di salah satu kota di Palestina sebuah kota yang saat ini menjadi pusat pertahanan muslim Palestina dari pendudukan Israel, kota itu adalah kota Gaza. imam Syafi’i lahir pada tahun 150 H, tidak lama setelah imam Syafi’i lahir ayahnya meninggal dunia dan imam Syafi’i dididik oleh ibunya yang sangat mencintai dan mengasihinya. Pada zaman itu pusat peradaban ilmu pengetahuan Islam berada di kota Mekah, karena ibu dari imam Syafi’i bercita-cita menjadikan anaknya seorang ulama maka dibawalah imam Syafi’i ke kota Mekah dengan berjalan kaki. Di zamannya belum ada kendaraan seperti sekarang yang ada hanyalah unta namun karena keterbatasan imam Syafi’i dibawa ke Mekah dengan cara berjalan kaki oleh ibunya. Saat beliau belajar kepada para ulama sang ibunda selalu menjaganya, di mana ada majelis para ulama Asyafi’i selalu diantar oleh ibunya di Mekah imam Syafi’i berguru kepada seorang ulama bernama Ahmad bin Hambal (Imam Hambali), subhanallah, di zaman yang serba modern dan canggih ini masih adakah sosok ibu seperti ibundanya iman Syafi’i?

Sosok yang kedua adalah Thomas Alfa Edison seorang yang karena kegagalannya kita dapat menikmati terangnya kegelapan. Thomas bukanlah manusia jenius sejak dilahirkan dia bahkan pernah dikeluarkan dari sekolahnya bukan karena dia terlalu cerdas atau biang kerok kesalahan namun karena Thomas dinilai sekolahnya sebagai anak yang bodoh yang selayaknya dimasukkan ke sekolah anak berkebutuhan khusus. Lalu mengapa Thomas bisa menjadi sejenius yang kita kenal saat ini? Orang yang ada dibalik keberhasilan Thomas adalah ibunya yang sangat mencintainya. Ketika Thomas dikeluarkan sekolah menitipkan surat pengeluarannya, ibunya membaca surat itu sambil menangis “mohon maaf kami tidak bisa mendidik anak Anda karena dia terlalu jenius dan tidak ada guru yang bisa mengajarinya di sekolah ini”. Tahukah Anda bahwa isi surat yang sebenarnya tidak seperti yang dibaca oleh ibunya melainkan sebaliknya, sekolah terpaksa mengeluarkan Thomas karena dia anak yang bodoh dan tidak bisa diajar di sekolah karena terlalu bodohnya. Tapi ibunya tidak kehabisan akal untuk mendidik Thomas dengan cinta sehingga Thomas dikenal oleh manusia. Ada wanita perkasa di balik kesuksesan setiap anak, seperti sabda Rasulullah SAW “ummahatu madrasatul uula” para ibu adalah sekolah pertama untuk anak-anaknya.

Jika saja ibu dari Imam Syafi’i tidak berjuang sekeras dan sebesar cita-citanya untuk menjadikan anaknya menjadi seorang ulama tentu saja imam Syafi’i hanya memiliki nama kecil Muhammad Idris tanpa dikenal dunia, karena sebuah cita-cita tidak akan bermakna jika hanya sebatas angan-angan belaka. Begitu juga Thomas alfa Edison, jika saja ibunya tidak seperkasa itu mungkin saja Thomas akan menjadi orang bodoh seperti yang dituliskan pada surat dari sekolahnya. Kisah di atas hanyalah beberapa contoh tentang pentingnya peran seorang ibu bagi pendidikan seorang anak.

Saat ini banyak orang tua terutama para ibu mendambakan anak yang shalih, memiliki etika yang mulia dan berakhlak baik namun para ibu lupa mendidik anak mereka dengan ajaran dan etika Islam. Mengapa harus ibu? Karena para ibulah yang paling sering berinteraksi dengan anaknya. Tanpa menafikkan jika seorang ayah juga memiliki peran tersendiri bagi anak. Inilah sebenarnya misi besar kaum hawa yang ingin dihapuskan oleh musuh Islam yang bernama humanisme agar para ibu sibuk dengan hal lain dan para ibu akan terlalaikan dari mencintai anak-anak mereka , terlalaikan dari mengasihi anak-anak mereka, mereka lupa memberikan teladan agar mencintai Allah dan mencintai ilmu, semua itu bertujuan untuk merusak tatanan masyarakat Islam. Kita mengimpikan anak-anak yang mau beribadah kepada Allah, berbuat baik kepada orang tua, memiliki prestasi yang membanggakan kita, berkata benar sesuai dengan ajaran Islam. Namun kita tanpa sadar memberikan teman yang buruk bagi mereka. Kita berikan gadget kepada mereka saat mereka belum membutuhkan benda itu tanpa mengontrolnya, kita hidangkan tontonan yang hampir semua tidak mendidik mereka kepada kebaikan bagaimana mungkin anak kita akan menjadi orang seperti imam Syafi’i atau Thomas alfa Edison kalau ibunya pun disibukkan dengan perkara yang tidak bermanfaat.

Hal lain yang paling penting bagi anak adalah pengakuan diri dari orang sekitarnya terutama orang tua. Jika anak berbuat kebaikan maka jangan malu-malu pujilah kerjanya itu walau hanya dengan mengatakan subhanalah anak ayah sudah bisa menulis huruf A, namun jika dia melakukan kesalahan maka gunakan bahasa yang lembut untuk menunjukkan kesalahannya atau jika perlu Anda pura-pura tidak melihatnya seperti yang diucapkan oleh Dr. Muhammad Badri (Humam Touch), “Cintailah anak-anakmu dengan cinta yang nyata; tunjukkan kesalahan mereka dengan lembut dan santun; dan bersabarlah dalam menghadapi perilaku mereka bersikaplah sesekali seakan Anda mengabaikan kesalahan mereka; jadikanlah diri Anda teladan bagi mereka gunakanlah metode dan cara yang tepat dalam melakukan itu. Gunakan bahasa cinta dan kasih sayang”.

Selamat menjadi Ibu yang shalihah…

Disarikan dari buku Fiqih dakwah, Mustafa Al Mashury dan beberapa sumber lainnya.

(dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Lihat Juga

Grand Launching SALAM Teknologi Solusi Aman Covid-19 untuk Masjid

Figure
Organization