Topic
Home / Pemuda / Cerpen / Bayang-Bayang Cermin yang Berdebu

Bayang-Bayang Cermin yang Berdebu

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (blog.svconline.com)
Ilustrasi (blog.svconline.com)

dakwatuna.com – Sore ini suhu terasa panas. Mobil-mobil sudah memadati jalan TB Simatupang. Suara klakson mobil mulai memenuhi seluruh ruang jalan. Aku terus berjalan mencari angkot tujuan Pondok Labu bersama teman yang akrab aku panggil Dilla.

Aaahh… Panas sekali rasanya. Kenapa sih hujan tak kunjung turun?” ujar Dilla dengan nada sedikit kesal.

“Bersyukur dan berdo’a Dil. Siapa tahu malam ini hujan.” Ucapku dengan tenang.

Angkot yang kami tunggu tidak kunjung datang, sehingga kami memutuskan untuk berjalan agar tidak menunda waktu.

“Sa, aku sebal banget kemarin IP aku turun. Dosennya pelit banget ngasih kita nilai”, ujar Dilla.

“Memang IP turun selalu berhubungan dengan dosen pelit ya Dil?” gurauku.

Kok kamu ketawa sih Sa?Aku serius! Pak Dani itu pelit nilai banget. Lihat anak kelas kita, nilainya hancur semua.” Ucapnya dengan nada semakin kesal.

“Sabar dulu Dil, jangan emosi seperti itu. Senyum sedikitlah. Nanti tambah tua loh kalau marah-marah terus.” Sahutku menggoda sahabatku itu.

“Ini nggak marah kok Sa. Hanya kesal sedikit aja.” Ujarnya mengelak.

Kami meneruskan perjalanan kami menuju kosan kami yang terletak di daerah Pondok Labu. Angkot tidak kunjung menandakan kehadirannya. Langkah demi langkah terus kami lalui. Hingga tiba-tiba Dilla menghentikan langkahnya.

“Kenapa sih angkotnya lama sekali. AKU LELAH NIH!!” Ucap Dilla dengan raut wajah lelah dan marah.

“Kamu mau istirahat di sana Dil?” Tanyaku sambil menunjuk kearah sebuah warung yang terletak di depan.

“Ayo kita kesana!!” Ujar Dila sambil berlari menuju warung itu.

Perilaku kekanak-kanakan di usianya yang sudah menginjak dua puluh tahun terkadang membuatku kesal, namun terkadang perilakunya mengajariku untuk lebih bersabar. Dilla adalah teman karibku sejak masuk kuliah. Kami kuliah di salah satu universitas Islam yang terletak di daerah ciputat, dan saat ini sudah mulai memasuki semester lima.

“Ya Allah, lelah sekali rasanya. Tapi sekarang sudah lega. Kamu mau Sa?” tanyanya dengan senyum manis sembari memberikan satu botol teh yang dibelinya.

“Terima kasih Dilla. Tapi aku ingin air mineral yang gelas saja.” Ujarku.

Setelah selesai menghilangkan rasa lelah kami melanjutkan perjalanan. Lima belas menit kemudian, sampailah kami di kosan tercinta.

“Alhamdulillah.” Sahutku lirih.

Kami sampai di rumah tepat 10 menit sebelum adzan maghrib. Setelah menghilangkan rasa lelah, kami segera mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat maghrib berjamaah.

“Kenapa ya Sa, aku jadi sering marah-marah dan nggak bisa mengendalikan emosiku?” Tanya Dilla keheranan.

“Istighfar Dil. Itu salah satu rayuan syetan, yang selalu menggoda dan memancing amarahmu.” Jawabku.

“Lalu bagaimana aku harus mengendalikan emosiku Sa?”tanyanya lagi.

“Kemarin aku baca surat Ali Imran ayat 134 artinya seperti ini …dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memberi maaf orang lain, dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan. Maka dari itu, amarah itu harus dikendalikan Dil. Sekarang saatnya kita untuk muhasabah diri. Coba kita lihat kembali diri kita, kesalahan-kesalahan apa saja yang telah kita lakukan kepada Allah maupun sesama manusia?” jelasku.

Hhhmmm, aku rasa semuanya baik-baik aja, aku nggak pernah melakukan kesalahan kepada sesama manusia. Sholat pun aku laksanakan. Aku sudah melaksanakan kewajibanku kan?” Ucapnya.

“Coba lihat dirimu ke cermin ini? Apa yang kamu lihat pada dirimu?” ucapku sambil mengarahkan dirinya ke kaca didepan kami.

“Aku terlihat lebih cantik sepertinya.Hahaha” ucapnya sambil tertawa kecil. “Tapi kacanya banyak debu-debunya ya.”

Aku segera membersihkan kaca tersebut. “Coba sekarang kamu bercermin kembali.” Ucapku lagi.

Hhmmm. . ., mukaku agak berminyak Sa. Kenapa nggak secantik yang tadi ya?” Jawabnya.

“Begitu juga diri ini Dil. Ketika kita melihat diri kita dengan keadaan hati yang kotor, maka kita hanya akan melihat kebaikan-kebaikan kita saja. Tugas kita sekarang, kita bersihkan hati kita. Perbanyak istighfar dan renungkan kembali kesalahan-kesalahan kita.” Ucapku lembut.

“Aku akan mencoba untuk berubah Sa. Terimakasih Sasa. You’re my best friend.”Ucap Dilla sambil memelukku.

“Sama-sama Dil. Kita sama-sama perbaiki diri kita ya. Semoga Allah memudahkan kita untuk menggapai jannah-Nya. Aamiin.” Jawabku. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Mahasiswi STEI SEBI dan penerima manfaat BEASTUDI Ekonomi Syariah Dompet Dhuafa. Memiliki hoby memasak dan suka merangkai kata.

Lihat Juga

Pemimpin adalah Cerminan Rakyat

Figure
Organization