Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Tafakur “Apa Tujuan Kita Ada”?

Tafakur “Apa Tujuan Kita Ada”?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (poeticpoems.wordpress.com)
Ilustrasi. (poeticpoems.wordpress.com)

dakwatuna.com – Masya Allah sungguh sulit menempuh sekilat nafas di dunia yang fana ini, setiap kehendak terintang batu meski kehendak itu mulia, mengandung niat yang baik, sekalipun kehendak itu adalah hal yang sangat dianjurkan diridhai Allah. Setiap kali manusia memendam niat mulia dan baru saja hendak mengaplikasikannya saja sudah direnteti sejumlah halangn tertentu walau tidak banyak yang beruntung dapat menjalankan niat baiknya secara mulus sampai bisa beristiqomah.

Saya sendiri menjadikan hal ini sebuah bahan perenungan memang apa yang kita rasakan di dunia ini bukanlah sesungguhnya, bukanlah suatu kemutlakan yang selamanya akan terus kita rasakan, bila hidup bahagia juga bukan kebahagiaan hakiki, bila hidup susah juga bukan kesusahan yang hakiki, sungguh kebahagiaan dan kesusahan yang mutlak dan hakiki itu secara pasti akan kita rasakan kelak sewaktu di akhirat nanti tergantung dari amal perbuatan kita masing – masing.

Di samping itu segala macam hal yang pernah saya lihat dan saya alami sendiri selama berkesempatan menghirup udara segar di bumi Allah ini membuat saya sedikit demi sedikit dapat belajar mensyukuri segala sesuatu yang ada dan terjadi, membuat saya belajar merendahkan diri di hadapan sang Rabb yang maha Agung. Saya hanya manusia yang tinggal di sebuah negara tikus, miskin, terinjak dengan sebutan negara berkembang, saya lahir sebagai keluarga oknum kecil yang tidak terpandang, bahkan tak ada artinya sama sekali dalam keglamoran hiasan dunia ini, saya lahir dengan kemampuan otak dan IQ yang sangat minim sehingga menyulitkan niat saya untuk meraih kejuaraan akademik meskipun hanya kejuaraan kelas. Namun, sepatutnya hal itulah yang saya jadikan sebagai patokan bagi saya untuk tetap menjadi manusia yang rendah hati, ampuh memerangi sifat sombong sekaligus sebagai bahan merenungi diri ya Allah hamba yang kecil, tidak berdaya tidak punya apa – apa, Engkaulah zat penguasa segala yang baik, yang takjub yang kaya yang tidak tertandingi oleh apapun dan siapapun… Begitu rendahnya hamba ini di hadapan-Mu ya Allah…, begitulah cara saya untuk tetap merendahkan diri di hadapan Allah sekaligus membantu menyebar benih – benih sifat rendah hati pada keruhnya hati ini.

Selain itu sudah seharusnya hati kita terenyuh akan hal – hal itu, semakin nampaklah apa tujuan kita hidup di dunia ini, segala kesusahan, tangisan, dan kerumitan masalah yang seakan – akan tiada jalan keluarnya secara tidak sadar menguji kita, mampukah iman kita? Luluskah kita? Lalu apa yang kita kejar dari dunia yang penuh dengan noda – noda yang pahit itu? Bila ada manis pun manis – manis hambar, manis yang menipu, melena, membuat kita mabuk seolah akan terus kita rasakan, sementara manis itu hanyalah lewatan, dan hanya sebagai beban ujian, ujian, semuanya ujian!!! Bila kita sampai terlena, gila, hingga saatnya kita di jungkalkan, tak kuat iman sampai kufur apalagi sampai – sampai menuntut iradatNya… Matilah kita. Na’udzubillaah…

Taukah kita selama ini berlomba – lomba mengejar duniawi, sementara duniawi itu macam bayangan yang bila saja teraih akan tidak ada artinya sama sekali, sangat menipu. Manusia yang mengejar duniawi mati – matian laksana dungunya kucing yang mengejar bayangan tubuhnya sendiri.

Semua itu mengajari saya cara bermuhasabah, belajar mencintai sesuatu yang lebih menjanjikan, yang dapat menuntun kita untuk dapat meraih kebahagiaan yang hakiki kelak, menuntun kita untuk kebal akan magnit – magnit setan yang menarik kita terperosok dalam tebing yang penuh api dan batu yang membakar, hingga menciptakan sengsara yang abadi.

Mencintai-Nya adalah hal yang menggembirakan, meneguhkan hati, menyejukkan sanubari. Meskipun meraih surga-Nya adalah hal yang pedih, dalam perjalanan penuh cambukan, bebatuan yang melukai, selama kita ada dalam pelukan-Nya, dalam belaian-Nya dan rahmat-Nya, maka perjalanan ini akan berlalu layaknya umur dunia ini.

“Allahumma as-aluka tawfiqa ahlil huda, wa a’mala ahlil yaqini, wa munashahata ahlit taubati, wa’azama ahlish shabri, wa jidda ahlil raghbati, wa ta’abbuda ahlil wara’i, wa irfana ahlil ‘ilmi hatta akhafaka”. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Pelajar SMAN 1 Bandar yang kini aktif menulis di sejumlah media masa dan situs web, beberapa karyanya termasuk artikel dan puisi pernah muncul di tabloid pendidikan. Siswi kelas tiga ini juga gemar menebar kebajikan melalui film pendek, menulis skenario dan terlibat dalam pembuatan perfilman di sekolahnya.

Lihat Juga

Mentafakuri Hikmah Kehidupan dalam Keseharian

Figure
Organization