Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Kisah dari Penderita Penyakit Lupus: Menemukan Kasih Sayang-Nya Lewat Ujian

Kisah dari Penderita Penyakit Lupus: Menemukan Kasih Sayang-Nya Lewat Ujian

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (tammymasterkey.wordpress.com)
Ilustrasi. (tammymasterkey.wordpress.com)

dakwatuna.com – Dan berikanlah kabar gembira kepada orang – orang yang sabar, (yaitu) orang – orang yang apabila ditimpa musibah ia mengucapkan ‘Innalillahi wa innailaihi roji’un’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang – orang yang mendapat petunjuk” . (QS Al Baqarah : 155 – 157).

Salam, sahabat. Perkenalkan, nama saya Syafiah Sifa, PNS di sebuah kementerian di Jakarta. Syafiah Sifa dalam bahasa arab artinya penawar obat. Dua kata, satu makna. Untuk menyebuhkan. Dengan kata lain ‘Si Obat’ membutuhkan obat. Doa orang tua saya terpaut dalam nama harus bermakna beda karna sebuah penyakit bernama Lupus. Lupus atau Systemic Lupus Erythematosus merupakan sebuah penyakit auto imun. Penyakit ini disebabkan karena sistem kekebalan tubuh pada manusia mengalami kelainan.

Saat itu, pertama kali saya berkenalan dengan Lupus ditandai dengan banyak darah keluar dari gusi saya. Bukan waktu yang singkat, 3 (tiga) hari saya harus menelan darah walau dalam kondisi tidur. Pada saat itu dokter sudah memberikan obat pembeku darah, tetapi hanya tidak bekerja dengan baik. Akhirnya, saya disarankan untuk ke dokter Hematologi (dokter spesialis darah). Saya menjalani opname. Dari hasil pemeriksaan Lab dan Klinis saya diduga mengidap ITP (kelainan pada trombosit).

Namun berjalannya waktu, banyak perubahan klinis tambahan yang hanya terjadi pada saya selain pendarahan, seperti sakit pada persendian, mudah lelah, rambut rontok dan sakit kepala berlebihan. Akhirnya, keluarga memutuskan untuk second opinion ke dokter darah lain. Dan ternyata… saya menyandang Lupus. Saat itu, rasanya hancur. Saya tidak pernah terpikir bahwa pendarahan itu awal saya akan berpisah dengan kehidupan saya sebagai orang sehat.

Pesimis. Ketika mendengar bahwa Lupus belum ada obatnya dan harus mengonsumsi obat seumur hidup. Mata saya, bahkan baju saya basah dengan air mata. Saya tidak terpikir untuk menyalahkan Allah, menyalahkan siapapun. Hal yang saya lakukan saat itu hanya menangis, tanpa berpikir. Pada saat itu saya sedang aktif – aktifnya kuliah S1 harus menghadapi ujian dengan penyakit yang entah dari mana asalnya, terkenal juga tidak, tapi katanya bisa membunuh.

Semangat saya untuk beraktivitas menurun. Tidak ada keinginan untuk bertemu orang. Saya lebih memilih untuk diam dikamar dan menangis. Hal ini bukan tanpa alasan. Pada tahun 2005, adik saya yang kuliah di diploma Perumahsakitan mengangkat tentang Lupus untuk tugas semesternya. Jadi saya tahu betul bahwa penyakit ini dekat dengan kematian.

Dosen pun menyarankan saya untuk mengambil cuti dahulu, tapi saran itu tidak membuat saya tenang, melainkan tambah membuat saya depresi. Saya semakin terpukul dengan keberadaan Lupus di hidup saya. Saya merasa Lupus menghambat cita – cita saya. Membuat saya akan tertinggal jauh di belakang teman – teman saya.

Pikiran buruk terus menghantui saya. Dengan kata lain, bukan hanya fisik saya yang diserang tetapi juga mental dan batin. Terlebih, dokter mengatakan obat yang saya konsumsi memang akan mempengaruhi kondisi emosional. Belum lagi, obat Lupus itu seperti buah simalakama. Satu sisi untuk menekan imun yang berlebihan, satu sisi akan menyerang organ tubuh yang lain.

Lupus seperti akan membunuh saya. Namun, Alhamdulillah saya tidak terpikir sedikit pun untuk bunuh diri. Mungkin karena itu, Allah menyelamatkan saya. Selalu masih ada harapan untuk tidak menyalahi aturan-Nya. Bunuh diri bukan hanya memutus kehidupan kita, tetapi juga akan memutuskan rahmat Allah.

Cahaya tidak akan ada nilainya, kalau sebelumnya kita tidak pernah merasakan gelap. Itu yang pada akhirnya saya rasakan. Sehat tidak akan berarti kalau kita tidak pernah merasakan sakit. Begitu pun untuk hal lainnya. Seperti yang tertuang dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (H.R. Riwayat Al Hakim): “Peliharalah yang lima sebelum datang lima”: Pertama, peliharalah masa hidupmu sebelum datang lima sebelum datang masa kematianmu. Kedua, peliharalah masa senggangmu sebelum datang masa sempitmu. Ketiga, peliharalah masa kayamu sebelum datang masa miskinmu. Keempat, peliharalah masa mudamu sebelum datang masa sakitmu.”

Alhamdulillah 4 tahun kemudian, tahun 2012, saya dipertemukan dengan banyak cahaya. Saya bergabung dengan Syamsi Duha Foundation. Salah satu organisasi Lupus dan Low Vision yang menitikberatkan dengan kesembuhan dari hati. Pada salah satu programnya, tafakur, saya merasa disindir akan kekufuran saya atas nikmat Allah. Rasa sakit yang saya punya seakan menguburkan syukur saya atas nikmat Allah yang tidak terbilang. Nikmat memiliki keluarga yang peduli, mempunyai sahabat – sahabat yang sayang sama saya, dan yang tidak kalah penting dipertemukan oleh Allah dengan lingkungan – lingkungan yang baik.

Saya pun introspeksi. Betapa baiknya Allah masih mengingatkan saya ketika masih di dunia, bukan di akhirat. Allah masih kasih kesempatan bagi saya untuk memperbaiki diri. Sakit adalah pengingat paling baik untuk saya menurut Allah. Segala hal yang menurut kita tidak baik belum tentu berlaku sama disisi Allah. Allah punya matematikanya sendiri. Terbayang di benak saya kalau tidak ada ujian yang Allah kasih mungkin saya akan kurang syukur, masih bergaul di lingkungan yang tidak baik, tidak sungguh – sungguh dalam beribadah kepada Allah, dan mungkin masih banyak lagi.

Allah Ya Rahman, Allah Maha Pengasih. Bahkan dibalik semua ujian yang diberikan kepada kita terselip kasih sayangnya. Dalam hadis Rasulullah S.A.W dikatakan “Sesungguhnya pahala yang besar didapatkan melalui cobaan yang besar pula. Apabila Allah mencintai seseorang, maka Allah akan memberikan cobaan kepadanya, barang siapa yang ridha (menerimanya) maka Allah akan meridhainya dan barang siapa yang murka (menerimanya) maka Allah murka kepadanya.” HR. At Tarmizi

Salah satu bukti cinta Allah bagi siapa yang diuji dan ikhlas juga tertuang dalam hadits Rasulullah yang lainnya, seperti :

Tidaklah seorang mukmin dan mukminan tertimpa musibah pada dirinya, anaknya dan hartanya sehingga ia berjumpa Allah ta’ala tidak membawa satu kesalahan pun.” (HR At Tirmizi)

Tidaklah seorang muslim yang tertimpa gangguan berupa penyakit atau semacamnya, kecuali Allah akan menggugurkan bersama dengannya dosa-doanya, sebagaimana pohon yang menggugurkan dedaunannya.” HR Bukhari & Muslim

Dan masih banyak lagi bukti sayang Allah kepada hamba-Nya yang tersurat maupun yang tersirat. Rasa sakit yang saya maupun teman-teman rasakan di dunia tidak sebanding dengan kebahagiaan yang akan diterima jika kita ikhlas. Saya, merasakan betul setelah Allah kasih saya ujian, Allah berikan pula kemudahan dalam berbagai urusan.

Seperti yang saya kisahkan sebelumnya, banyak orang meragukan saya untuk meneruskan kuliah melihat kondisi saya yang sering kambuh. Akan tetapi, di luar akal sehat kita sebagai manusia, Allah antarkan saya untuk meraih apa yang saya inginkan bahkan melebih dari apa yang saya minta. Alhamdulillah, atas izin Allah saya lulus sarjana tepat waktu, serta bisa melanjutkan S2 dan lulus tepat waktu juga. Selain itu, di saat bersamaan dengan kuliah S2 saya, saya diterima di salah satu kementerian di Jakarta sebagai humas sesuai dengan bidang ilmu saya.

Tidak sedikit pun keberhasilan itu karena saya. Saya rasakan betul tubuh saya dan otak saya yang sering melemah ketika lupus datang. Belum lagi sisi psikologis saya yang juga sering diserang untuk tidak bertahan. Akan tetapi, lagi-lagi maha besar Allah yang mengirimkan banyak cahaya. Orang tua yang tiada henti hentinya menyisipkan doa di setiap sujudnya, mengantarkan saya kapan pun saya butuhkan. Belum lagi teman-teman kuliah saya yang membantu saya dalam mengerjakan tugas dan masih banyak lagi yang berperan dalam keberhasilan saya. Maka nikmat mana lagi yang harus saya dustakan? Jikalau ujian ini tidak datang, mungkin saya tidak tahu siapa saja yang tulus menemani saya. Mungkin, saya tidak akan menghargai mereka. Masih banyak kemungkinan yang lain jika mau berpikir.

Untuk mendapatkan rasa syukur memang mahal. Terkadang kita harus ‘ditampar’ dulu dengan cobaan baru kita sadari betapa banyaknya nikmat Allah untuk kita. Bahkan untuk hal terkecil, bernafas. Ketika sehat, saya tidak sadar bahwa oksigen itu bagian dari rahmat bukan hanya sekedar zat biasa yang kita hirup. Barulah ketika sakit, saya merasakan betapa berharganya rahmat itu karena saya harus menghirup selang udara lewat oksigen. Banyak lagi hal lainnya yang saya lupakan. Walaupun sampai sekarang masih ada bisikan negatif agar saya berputus asa, tetapi tidak akan lama. Memang orang sakit itu rentan sekali dengan pikiran buruk. Demikianlah tugas setan untuk membuat kita berputus asa, merasuki aliran darah kita hingga kita pun diajak terbawa oleh ajakannya.

Namun, Alhamdulillah rasa sakit yang saya rasakan setiap lupus datang pun bisa lebih mudah saya tangani. Setelah saya paham bahwa saya harus mengobati hati saya terlebih dahulu, baru fisik saya. Saya mencoba untuk membawa Allah di setiap urusan saya. Misalnya, ketika saya terserang radang pembuluh darah. Rasa sakit yang menyerang luar biasanya, karena sakitnya saya harus terjaga selama seminggu tidak tidur. Banyak dari orang shalih mengatakan untuk membacakan ayat suci Alquran di samping saya.

Subhanallah, atas izin Allah, rahmat itu terbukti. Setelah orang tua dan adik saya membacakan ayat Alquran terus menerus sepanjang hari, Allah kabulkan. Allah tenangkan jiwa saya, dan perlahan sakit saya hilang, saya bisa tertidur lelap. Memang hati adalah pusat dari semuanya, seperti sebuah ungkapan “obat yang mujarab adalah hati yang gembira.” Atau sebuah hadits Rasulullah yang mengatakan: “ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” HR Bukhari & Muslim.

Hati saya milik Allah, begitu pun jasad ini. Semua yang saya punya pun dari Allah, dan saya akan kembali ke Allah. Sungguh karena itu, sampai sekarang pun saya merasa tidak pantas untuk menginspirasi sahabat-sahabat sekalian. Tidak sedikit pun saya merasa sudah bisa menjadi panutan yang baik. Saya juga masih terus belajar. Akan tetapi, saya berharap bisa menjadi satu cahaya dari jutaan cahaya yang sahabat punya. Agar kelak nanti di surga, jika sahabat tidak menemukan saya, sahabat bisa mengajak saya memasukinya.

Syafiah Sifa

18 November 1986 – 4 Maret 2016

—-

Tulisan di atas ditulis kembali oleh Namira Syafiah, saudara sepupu dari Syafiah Sifa.

—-

“Yaa Ayyatuhannafsu Muthmainnah, Irji’i Ilaa Rabbiki Radiyatam Mardiyah, Fadkhuli Fii ‘ibadii, wad Khuli Jannati.” (QS Al Fajr: 27 – 30)

Alhamdulillah, kini Syafiah Sifa telah berpulang ke Rahmatullah pada Jumat, 4 Maret 2016 di Mekah pada saat selesai menjalankan ibadah Umroh beserta keluarganya. Almarhumah di shalatkan di Masjidil Haram ba’da Shalat Jumat dan dimakamkan di Pemakaman Sarayya di Mekkah. Sungguh indah hadiah yang Allah berikan kepada Syafiah Sifa, beliau sempat meminta maaf kepada orang tuanya, sempat bercanda dengan adiknya, melakukan thawaf sunnah dan sempat mentraktir makan orang tua dan adiknya sebelum terbaring lemah dan akhirnya berpulang di tanah suci sesuai dengan keinginannya. Masya Allah wal Hamdulilah, semoga almarhumah mendapatkan hadiah atas keikhlasan dan kesabarannya dalam menjalani hidup dengan Lupus yaitu tempat terbaik yakni Surga dari Allah Subhanahu Wata’ala. Semoga sahabat dapat mengambil hikmah, manfaat dan pelajaran dari kisah ini. Semoga kita selalu dalam lindungan dan keberkahan serta rahmat Allah Subhanahu Wata’ala.

Riwayat Hidup Syafiah Sifa

Nama Lengkap: Syafiah Sifa
Usia: 29 tahun
TTL: Jakarta, 18 November 1986
Jenis Kelamin: Wanita
Pekerjaan: Pegawai Negri Sipil Kementerian Kehutanan Indonesia
Alamat: Rawamangun, Jakarta Timur

(dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Mahasiswi semester akhir.

Lihat Juga

Pantaskah untuk Menyakitinya?

Figure
Organization