Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Protokoler Kehidupan (Bagian ke-1)

Protokoler Kehidupan (Bagian ke-1)

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

HidupProtokoler Kehidupan

dakwatuna.com – Baru-baru ini saya kembali diminta membantu kegiatan protokoler, dari kegiatan protokoler kali ini saya beroleh hikmah yang rasanya sayang jika hanya menjadi konsumsi pribadi. Sebagai pengantar perlu disampaikan bahwa kegiatan protokoler setidaknya mencakup beberapa “tata”, seperti: tata ruang, tata pendampingan, tata penghormatan, tata jamuan, dan tata acara. Berbagai “tata” ini diperlukan semata untuk mendukung sebuah acara agar secara keseluruhan dapat berjalan dengan baik dan teratur. Kegiatan protokoler secara sederhana bisa dihubungkan dengan aturan atau tata cara memperlakukan tamu.

Pra dan pasca kegiatan protokoler, pikiran saya mengelana hingga sampai pada satu pertanyaan, bukankah secara hakikat kita juga sebenarnya tamu di kehidupan yang fana ini? Hanya agak berbeda dengan lazimnya protokoler biasa yang berfokus pada tata cara memperlakukan orang lain sebagai tamu, dalam tulisan ini “tamu” yang memerlukan protokoler ialah diri kita sendiri. Jika sebuah acara yang berlangsung dalam hitungan hari saja perlu bantuan protokoler, bukankah kehidupan kita yang dilangsungkan dalam hitungan tahun lebih berhak dan lebih wajib (perlu) protokoler dalam menjalaninya? Sudahkah di-manage dengan aneka “tata” hingga kehidupan kita bisa berjalan dengan baik dan teratur?

Perlu diingat, kekhasan dari tamu adalah ia tak akan tinggal lama di tempat yang ia kunjungi dan dalam waktu tertentu ia harus kembali ke tempat tinggal yang sesungguhnya. Berangkat dari kenyataan bahwa kita adalah tamu yang singgah sebentar di dunia untuk kemudian pulang ke akhirat, saya mencoba membuat sebuah rumusan Protokoler Kehidupan sebagai satu di antara sekian banyak cara pandang dan wawasan dalam kehidupan. Cara pandang dan wawasan yang saya rumuskan semoga membawa manfaat sebanyak-banyaknya dan seluas-luasnya serta setinggi-tingginya dalam upaya menghadirkan kehidupan yang dapat berjalan dengan lebih baik dan teratur.

Protokoler Kehidupan (PK) yang saya rumuskan terdiri atas tiga bagian besar, yakni: Protokoler Modal (PM), Protokoler Proses (PP), dan Protokoler Hasil (PH). PM sendiri terdiri atas tiga unsur, yakni Tata Fokus, Tata Energi, dan Tata Waktu. Melalui tulisan bagian pertama ini, saya akan memfokuskan pembahasan PK pada bagian PM poin pertama.

Protokoler Modal: Tata Fokus

Seorang Cristiano Ronaldo tak akan bisa menjadi atlet hebat tanpa fokus. Seorang Bill Gates tak akan bisa menjadi pebisnis terkaya tanpa fokus. Juga bangsa Indonesia tak akan pernah bisa merdeka tanpa fokus. Mulai dari hal besar sampai hal kecil tak mungkin dapat dikerjakan dengan baik tanpa fokus, saya berhipotesis: “Semakin fokus maka kualitas kerja semakin bagus”. Bayangkan saja jika seorang pilot tidak fokus saat menerbangkan pesawat, bisa-bisa ia menabrak gunung. Bayangkan saja jika penyelam tidak fokus saat berada di kedalaman lautan, bisa-bisa ia tenggelam. Fokus adalah bagian dari PM yang dimiliki tiap-tiap manusia. Besar kecilnya fokus amat tergantung pada proses belajar yang telah dilewati dan proses pembiasaan yang telah dilakukan dalam kehidupan yang telah dilalui.

Menata fokus adalah sesuatu yang niscaya. Tata fokus menjadi penting agar dunia bisa dipersepsikan dengan lebih baik. Misalnya saja soal kekurangan diri, tak akan menjadi hambatan berarti ketika kita tahu dan sadar bahwa di sisi yang lain diri ini juga punya keunggulan yang bisa dikembangkan. Tata fokus juga membantu agar diri ini memikirkan yang harus dipikirkan, merasa apa yang harus dirasa, dan melakukan apa yang harus dilakukan. Melalui fokus orientasi akal, hati, dan jasad kita adalah perbaikan dan kemajuan.

Manusia memiliki keterbatasan ruang, energi, dan waktu. Tak setiap hal mesti kita tahu, mesti kita pikirkan, dan mesti kita lakukan. Betapa banyak sampah pemikiran yang bertebaran di luar sana, betapa banyak sampah perasaan yang kita simpan berlama-lama, dan betapa banyak dan berulang-ulang kita lakukan perbuatan yang sia-sia. Jika fokus tak segera ditata, maka mayoritas kesempatan dan karunia yang Allah berikan akan kita sia-siakan.

Mulai saat ini, mari kita menjauhi hal-hal yang tidak terlalu relevan untuk dibawa pulang. Namun kalimat ini jangan kita salah pahami mesti meninggalkan semua kesenangan dunia. Bolehlah kita menikmati sebatas yang halal kita nikmati, “Ingat akhirat jangan lupa dunia”, jangan sampai dibalik “Ingat dunia jangan lupa akhirat”. Ingat-ingat kembali bahwa kita ini hanya tamu di dunia yang fana, tata fokus.

Jangan lupa untuk menyiapkan bekal pulang ke kampung akhirat, jangan israf dengan hal-hal duniawi. Lalu darimana kita bisa mengetahui bahwa kita ini israf atau tidak? Caranya mudah sekali, lihat saja harta, tenaga, dan waktu kita. Lebih banyak digunakan untuk meraih kesenangan dunia atau kebahagiaan akhirat. Misalnya saja antara membaca Alquran dengan bermain game, jika kita hanya membaca Alquran 10 menit dan bermain game 2 jam, jelaslah kita termasuk manusia yang israf, atau dalam tulisan ini bisa dikatakan belum memiliki tata fokus yang baik.

Tidak masalah lelah berpikir, menderita batin, capek, bahkan sakit dalam berjuang, asalkan kita tidak berfokus pada lelah, derita, capek, dan sakit tersebut. Kita berfokus pada apa yang akan kita raih, manfaat apa yang akan kita hadirkan bagi orang banyak, pencapaian apa yang akan kita peroleh.

Meski dalam perjuangan kita sempat gagal, tak akan jadi masalah. Kita tak ingin dan tak berencana gagal. Tapi ingatlah bahwa sesungguhnya gagal adalah konsekuensi logis dari orang yang telah mau berusaha dan mencoba untuk berhasil. Gagal adalah sebuah kemungkinan. Tapi saat kita menata fokus, kita tak berhenti pada kegagalan melainkan terus memperjuangkan keberhasilan yang ingin diraih. Patut diingat dan dicatat dengan tinta tebal, bahwa keberhasilan juga adalah konsekuensi logis dan kemungkinan yang amat bisa terjadi dari perjuangan yang sungguh-sungguh. Meski susah payah berfokuslah ke sana (berhasil). Dengan fokus kita akan lebih banyak berpikir, merasa, berkata, dan berbuat apa-apa yang sesuai dengan keunggulan dan passion serta kebutuhan umat.

Kita akan lebih senang mencapai sesuatu yang sesuai diri sendiri, yang dalam pembahasaan lain sering disebut “Menjadi diri sendiri”. Kita akan menghindar dari cara-cara kerja di luar daya kita dan kita akan senantiasa belajar mengasah potensi kebaikan yang dipunya. Tak ada waktu untuk iri dengki karena kita telah menata fokus untuk lebih senang menjadi diri sendiri yang berhasil, yang mencapai, dan yang unggul. Jika kita adalah mesin, maka kita menjadi mesin yang unggul. Tak berharap menjadi ban atau menjadi kursi jok, tak iri saat orang memuji keindahan ban atau kursi jok. Kita sadar tempat kita ialah sebagai mesin, maka unggulkan pacuan mesin kita, berfokuslah pada kerja-kerja mesin, tata fokus dan jadilah diri sendiri. Fokus secara sederhana bisa berarti mengizinkan diri untuk unggul, berdaya, dan tentu saja bahagia sesuai dengan kekhasan karunia yang telah Allah berikan pada diri kita.

Dalam pembahasan berikutnya, insyaAllah masih akan membahas Protokoler Modal poin kedua dan poin ketiga, yakni: Tata Energi dan Tata Waktu.

Wallahu a’lam bisshawab. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Eks Sekretaris Umum LDK UKDM Universitas Pendidikan Indonesia dan Lulusan Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Pendidikan Indonesia

Lihat Juga

Meraih Kesuksesan Dengan Kejujuran (Refleksi Nilai Kehidupan)

Figure
Organization