Topic
Home / Keluarga / Pendidikan Anak / Membentengi Anak dari Bahaya LGBT

Membentengi Anak dari Bahaya LGBT

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (eufselvani.wordpress.com)
Ilustrasi. (eufselvani.wordpress.com)

dakwatuna.com – Menjadi remaja di masa teknologi informasi berkembang demikian pesat memang tidak mudah. Remaja dihadapkan pada berbagai godaan yang berpotensi menggerogoti iman. Mulai narkoba, pornografi, dan sekarang yang sedang hits dibicarakan di mana-mana, apalagi kalau bukan LGBT (lesbian, gay, bisexual, and transgender). Banyak media dan pihak yang membicarakan topik ini. Reaksinya pun macam-macam. Ada yang pro, ada pula yang kontra.

Secara pribadi, saya tegas menolak LGBT dan segala bentuk promosinya. LGBT adalah penyakit jiwa akibat pola perilaku dan pengaruh lingkungan yang salah. Bukan faktor bawaan karena kelainan kromosom seperti yang banyak digemborkan oleh para pendukungnya. Namun, saya tidak ingin berbicara dalam konteks ini. Karena, sudah banyak pakar yang mengulas tentang ini. Saya ingin berbicara dalam konteks pendidikan remaja. Karena, merekalah sebenarnya sasaran utama dari promosi  LGBT di Indonesia. Jika remajanya sudah rusak, maka tinggal menunggu kehancuran bangsa Indonesia. Bisa jadi ini target besarnya.

Aktor penting dalam pendidikan para remaja menghadapi tantangan LGBT tentulah orang tua; terutama ayah. Ayah harus hadir dalam kehidupan anak-anaknya. Jangan sampai karena kesibukan bekerja, ayah antara ada dan tiada dalam kehidupan anak-anaknya. Karena, anak-anak yang fatherless inilah yang rentan terkena virus LGBT. Mereka kehilangan sosok ayah sebagai panutan. Padahal, sosok ayah ini sangat penting dalam pendidikan anak.

Ketika Yusuf as menghadapi godaan dari oknum istri pejabat Mesir, kesan kesalehan sosok ayahnya-lah yang menjadi jalan petunjuk (baca: burhan) bagi Yusuf as melepaskan diri dari situasi terjepit. Kita bisa membayangkan, ketika itu Yusuf as dijebak dalam sebuah kamar, semua pintu dan jendela sudah tertutup rapat, di hadapannya ada perempuan cantik nan jelita, mengajaknya berbuat maksiat. Sebagai pemuda normal, tentulah ujian ini sangatlah berat. Dadanya bergemuruh. Darah mudanya bergejolak. Kesempatan terbuka lebar. Tidak akan ada yang tahu jika Yusuf menuruti rayuan perempuan itu.

Namun, ketika dalam situasi terdesak itu, burhan Tuhan datang dalam pandangan Yusuf. Apa burhan Tuhan itu? Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, saat itu tiba-tiba muncul dalam benak dan pikiran Yusuf, gambar wajah ayahnya, Nabi Yaqub as dengan ekspresi yang sangat kecewa sambil menggigit jemarinya.

Dalam gambar itu, terlihat dan terdengar jelas oleh Yusuf, ayahnya berkata tegas, “Yusuf, Yusuf, akankah kau lakukan perbuatan keji ini, sedang namamu akan tercatat dalam deretan para nabi yang mulia. Yusuf, Yusuf,  sesungguhnya kau bin Yaqub as, bin Ishaq as, bin Ibrahim khalilurrahman. Akankah kau menodai garis keturunanmu yang mulia ini.”

Tergambar jelas dan terdengar nyata dalam benak dan pikiran Yusuf. Yusuf terhenyak dan tersadar. Ia tidak mungkin tega menyakiti hati ayahnya dan menodai kemuliaan bapak moyangnya. Ia segera melarikan diri untuk menyelamatkan imannya.

Dari sini, kita bisa belajar betapa besarnya peran ayah dalam pendidikan anak-anaknya. Ketika suatu hari nanti, anak terdesak oleh godaan pornografi dan LGBT, maka di saat itulah anak bisa menghadirkan burhan Tuhan dalam hati dan pandangannya, yakni kesan yang kuat akan keshalihan ayahnya.

“Tidak sampai hati rasanya saya mengecewakan ayah yang demikian shalih dan baik,” demikian yang akan terekam oleh anak Anda. Sehingga, anak Anda bisa mengambil sikap tegas menolak pornografi dan LGBT.

Masalahnya adalah ayah-ayah modern sekarang sering kali tidak hadir dalam kehidupan anak-anaknya. Maka, bagaimana bisa anak-anak menghadirkan burhan itu karena tidak ada kesan kesalehan sama sekali dalam diri ayahnya? Ini berbahaya sekali. Maka, ayah hadirlah dalam kehidupan anak-anak karena Anda adalah burhan Tuhan di bumi.

Ayah harus mendampingi tumbuh kembang anak-anaknya. Ayah harus mampu menjelaskan makna dalam setiap tahapan pendidikan kepada anak-anaknya. Karena, jika ini dilakukan, maka anak akan memiliki pemahaman yang utuh dan sangat mudah untuk bersikap tegas menolak LGBT meski semasif apapun promosinya. Dalam Islam, setiap aturan syariat pasti membedakan antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki ada seperangkat aturannya sendiri. Pun perempuan ada seperangkat aturannya sendiri. Dan, dalam Islam tidak ada jenis kelamin ketiga. Laki-laki ya laki-laki, perempuan ya perempuan.

Contoh sederhana, ketika mengajak anak laki-laki berangkat ke masjid untuk shalat berjamaah. Jelaskan kepada anak Anda, “Nak, kenapa kamu ayah ajak ke masjid? Karena, kamu laki-laki. Laki-laki itu utamanya shalatnya di masjid, bukan di rumah. Sedang, kakak (perempuan) kenapa shalatnya di rumah? Karena, kakak itu perempuan, perempuan itu utamanya shalatnya di rumah. Dari sini saja, sudah dijelaskan tentang konsep identitas diri. Masalahnya, ayahnya jarang shalat ke masjid, sehingga anak tidak memperoleh  konsep diri sebagai laki-laki.

Contoh lain, sebagai ibu, saat memakaikan pakaian untuk anak perempuan Anda, ketika akan berangkat sekolah misalnya. Sampaikan kepada anak Anda, “Nak, kenapa kakak harus pakai jilbab dan baju yang menutup semua tubuh kecuali muka dan telapak tangan? Karena, kakak itu perempuan. Perempuan itu auratnya semua anggota tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Makanya, harus ditutup dengan pakaian dan jilbab. Berbeda dengan adik (laki-laki). Laki-laki itu auratnya dari pusar sampai lutut. Makanya, berbeda pakaiannya dengan kakak yang perempuan. Masalahnya adalah tidak sedikit ibu-ibu zaman sekarang yang malah berpakaian terbuka yang tidak menunjukkan identitas keperempuanannya.

Betapa sempurnanya ajaran Islam ini. Dalam setiap syariatnya terkandung nilai-nilai pendidikan bagi anak. Syariat thaharah juga sarat dengan konsep diri yang jelas antara laki-laki dan perempuan. Maka, ayah dan ibu harus mengambil peran ini. Dampingi anak-anak Anda, terutama menjelang usia balig. Jelaskan pada anak, “Nak, mengapa kamu mimpi basah? Karena,  kamu laki-laki. Berarti kamu sudah balig.” Kemudian jelaskan balig itu apa dan apa konsekuensinya.

“Nak, mengapa kamu keluar darah dari lubang kemaluanmu? Karena,  kamu perempuan. Itu namanya darah haid. Berarti kamu sudah balig.”  Selanjutnya, jelaskan haid itu apa dan konsekuensi hukumnya. Jelaskan pula jenis darah lainnya, darah istihadhah, wiladah, dan nifas. Anak akan paham bahwa dirinya perempuan dan kewajiban sebagai perempuan.

Mendidik adalah proses menjadi. Karenanya, ia tiada henti dan terus-menerus. Maka, ayah dan ibu jangan pernah lelah untuk mendidik anak-anak Anda. Semoga kelak anak-anak Anda menjadi permata yang menyejukkan hati dan syafaat di akhirat kelak yang mengangkat derajat ayah dan ibunya. Selamat mendidik! (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Lulusan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan yudisium cum laude ini dikenal sebagai penulis, penceramah, trainer, dan pembicara publik. Ia menulis sejak kuliah dan hingga kini telah menulis dan menerbitkan 43 buku dengan 5 buku di antaranya diterjemahkan ke Bahasa Melayu di Malaysia. Ia menjadi pembicara di berbagai sekolah, kampus, lembaga, perusahaan, radio, dan TV Edukasi Pustekkom, Kemdikbud. Bergabung di Dompet Dhuafa pada 2010 sebagai guru di Smart Ekselensia Indonesia, kemudian diamanahi sebagai kepala sekolah, dan kini diberikan tugas sebagai Manajer Penelitian dan Pengembangan Pengetahuan Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa.

Lihat Juga

UNICEF: Di Yaman, Satu Anak Meninggal Setiap 10 Detik

Figure
Organization