Topic
Home / Berita / Opini / Selamatkan Remaja dari LGBT

Selamatkan Remaja dari LGBT

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Grafis LGBT adalah penyakit. (facebook)
Grafis LGBT adalah penyakit. (facebook)

dakwatuna.com – Ada apa dengan LGBT? Kenapa komunitas ini menjadi perbincangan hangat dalam dunia nyata dan juga di dunia maya terutama media sosial? Pro kontra menghiasi lembaran berita berkaitan dengan semakin beraninya pengagum sejenis ini untuk memproklamirkan diri secara terang-terangan. Siapa gerangan LGBT itu dan hubungannya dengan remaja kita? Bagaimana kita seharusnya menyikapinya sehingga tidak memunculkan polemik. Dalam artikel yang sederhana ini penulis mencoba untuk berbagi untuk mencari solusi dalam menyelamatkan remaja di negeri ini.

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas menjelaskan, LGBT adalah akronim dari “lesbian, gay, biseksual, dan transgender“. Istilah ini digunakan semenjak tahun 1990-an dan menggantikan frasa “komunitas gay, karena istilah ini lebih mewakili kelompok-kelompok yang telah disebutkan. Akronim ini dibuat dengan tujuan untuk menekankan keanekaragaman “budaya yang berdasarkan identitas seksualitas dan gender“.

Belakangan ini berbagai usaha untuk mengampanyekan keberadaan komunitas LGBT sangat masif dilaksanakan melalui media massa terutama media sosial. Dengan simbol avatar (bendera pelangi) mereka menyebarkan misinya untuk mendapatkan simpati. Bendera warna-warni ini mencerminkan keberagaman dalam komunitas LGBT dan lambang penyatuan komunitas. Publikasi bendera pelangi ini menjalar begitu dahysatnya menyentuh ruang publik sehingga menimbulkan pro kontra di tengah masyarakat. Banyak di antara mereka yang menolak keras namun tidak sedikit juga yang memahami dan menerima kehadiranya. Berlindung di bawah payung Hak Asasi Manusia, komunitas ini menyakinkan publik bahwa prilaku ini merupakan pilihan pribadi yang harus dilindunggi. LGBT semakin berenergi dan memiliki semangat tinggi ketika usaha mereka mendapat dukungan dari oknum penggiat hak azazi manusia dan tokoh Liberal Indonesia seperti Ulil Abshar Abdillah

Berbagai komentar yang dikeluarkan tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL) ini secara terang benderang mengakui dan membela LGBT melalui twitternya. Banyak netizen yang menolak kicau Ulil dan mengangganya tidak mengetahui persoalan ini secara mendalam. Memang, iya! Mencaci, mengucilkan dan menyakiti fisik kaum gay merupakan salah satu bentuk pelanggararan HAM. Namun justru membiarkan, memfasilitasi dan bahkan mendukung kelompok ini justru telah melanggar HAM berat karena telah menjerumuskan seseorang pada kemaksiatan dan kehancuran. LGBT tidak hanya persoalan pilihan hidup dan orientasi seks berbeda semata namun menyangkut kemaslahatan pribadi pelaku dan masyarakat luas. Makanya, menyikapi persoalan ini harus dengan pikiran jernih dan hati bersih sehingga melihat persoalan ini tidak secara parsial (sepotong) namun secara universal (menyeluruh) dengan pendekatan agama.

Keberanian LGBT menyatakan identitasnya di negeri ini seiringan dengan telah disahkannya Undang- undang yang “ menghalalkan “ pernikahan sejenis ini di negeri Sam (Amerika) dan kemudian menjalar ke beberapa negara Eropa. Itu sebabnya di negeri ini, pencinta sesama jenis ini juga menuntut agar keberadaannya dihormati dan dilindunggi undang-undang. Berbagai gembrakan berani dilakukan kelompok ini seperti peresmian pernikahan homo di sebuah hotel di Bali. Foto-foto pernikahan pasangan ini tersebar di dunia maya, berlatar prosesi akad di hadapan seorang tokoh agama. Berselang beberapa hari setelah itu terbetik kabar syukuran atas pernikahan pasangan sejenis di Boyolali Jateng. Yang lebih mengejutkan lagi, seperti yang dilansir oleh Harian Metro Padang, pasangan homo di Jati Padang Timur akan melangsung pernikahan dengan memanfaatkan momen valentines day. Beruntung aqad ini tidak jadi dilangsungkan karena terbongkarnya kebohongan identitas mempelai laki-laki yang ternyata seorang wanita.

Pandangan Agama Dunia

Semua agama mengharamkan praktek hubungan cinta sejenis. Tidak ada satupun agama yang melegalkan perilaku yang menyimpang ini. Islam sebagai agama fitrah sangat tegas mengatakan bahwa LGBT merupakan prilaku menyimpang yang harus dijauhi. Makanya, Majlis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram LGBT karena bertentangan dengan fitrah kemanusian dan nilai pernikahan. MUI berharap agar orang yang telah terlanjur melakukan praktek ini untuk kembali ke jalan yang benar dengan meninggalkan perbuatan umat nabi Luth tersebut.

Allah SWT berfirman: “Dan (kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala Dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah (keji) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?’ Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita,…” (Q.S. Al-A’raaf: 80-81). Sejarah mengabarkan negeri Sodom hancur lebur karena azab dahsyat yang tak tertahankan atas penyimpangan seksual yang dilakukan penduduk tersebut. Umat Nabi Luth itu tidak menyahut seruan Nabinya untuk meninggalkan perbuatan bejat ini hingga azab menghampiri penduduk dan menghancurkan negeri tersebut.

Menyelamatkan Remaja

Kebanyakan dari penyuka sejenis ini adalah para remaja. Mereka terjebak dengan cinta terlarang ini disebabkan banyak faktor. Di samping potensi menyimpang itu dibawa semenjak lahir, pergaulan dan pertemanan sangat menentukan akan pengembaraan cintanya tersebut. Makanya harus ada usaha maksimal dari berbagai pihak untuk menyelamatkan remaja dari bahaya virus LGBT. Sebab, remaja adalah aset bangsa yang harus dijaga. Adapun usaha yang dapat dilakukan adalah, pertama, negara harus membuat Undang-undang yang jelas dan tegas berkaitan dengan LGBT. Pemerintah harus menyelamatkan rakyatnya dari virus LGBT yang bahayanya sangat dahsyat. Pemerintah tidak boleh memberi peluang untuk berkembangnya LGBT demi menyelamatkan para remaja.

Kedua, pemuka agama bertanggung jawab atas keselamatan umatnya. Ulama harus membimbing dan membina umatnya agar terjauh dari prilaku yang menyimpang. Bagi yang telah terlanjur basah dalam dunia ini maka pendekatan pribadi dan dengan dakwah yang menyetuh merupakan solusi nyata dalam menyelamatkan remaja dari bahaya LGBT. Ulama dan para dai harus melakukan perannya secara hikmah dan bijaksana sehingga dakwah-dakwahnya mencerahkan dan berbuah hidayah.

Ketiga, orang tua dan guru juga memiliki peran penting mengantisifasi terjadi prilaku yang menyimpang ini. Orang tua, sosok orang yang paling dekat dengan anaknya tentu mengetahui keadaan buah hatinya. Apakah anaknya aman dari penyakit LGBT atau justru bibit itu sudah kelihatan semenjak kecil. Maka dengan penuh kasih sayang ayah bunda harus mampu menanamkan nilai-nilai agama pada anaknya sebagai benteng kokoh dalam melindunggi dirinya dari prilaku itu disamping juga menjaga pergaulan anaknya. (dakwatuna.com/hdn)

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lahir di Batusangkar tanggal 28 September 1967. SD sampai SMA di Batusangkar dan menamatkan S1 pada Fakultas Tarbiyah IAIN �Imam Bonjol� Batusangkar. Tamat April 1993 dan kemudian mengajar di MTSN Batusangkar sebagai tenaga honorer. Tahun 1992-2005 aktif mengelola kegiatan Pendidikan dan Dakwah Islam di bawah naungan Yayasan Pendidikan Dakwah Islam Wihdatul Ummah. Tahun 1995 bersama aktivis dakwah lainnya, mendirikan TK Qurrata A�yun , tahun 2005 mendirikan SDIT dan PAUD. Semenjak tahun 1998 diangkat sebagai guru PNS dan mengajar di SMAN 2 Batusangkar sampai sekarang. Tahun 2012 mendirikan LSM Anak Nagari Cendekia yang bergerak di bidang dakwah sekolah dan pelajar diamanahkan sebagai ketua LSM. Di samping itu sebagai distributor buku Islami dengan nama usaha � Baitul Ilmi�. Sejak pertengahan Desember 2012 penulis berkecimpung dalam dunia penulisan dan dua buku sudah diterbitkan oleh Hakim Publishing Bandung dengan judul: "Daya Pikat Guru: Menjadi Guru yang Dicinta Sepanjang Masa� dan �Belajar itu Asyik lho! Agar Belajar Selezat Coklat�. Kini tengah menyelesaikan buku ketiga �Guru Sang Idola: Guru Idola dari Masa ke Masa�. Di samping itu penulis juga menulis artikel yang telah dimuat oleh Koran lokal seperti Padang Ekspress, Koran Singgalang dan Haluan. Nama istri: Riswati guru SDIT Qurrata A�yun Batusangkar. Anak 1 putra dan 2 putri, yang pertama Muthi�ah Qurrata Aini (kelas 2 SMPIT Insan Cendekia Payakumbuh), kedua Ridwan Zuhdi Ramadhan (kelas V SDIT ) dan Aisyah Luthfiah Izzati (kelas IV SDIT). Alamat rumah Luak Sarunai Malana Batusangkar Sumbar.

Lihat Juga

Doa dan Munajat untuk Keselamatan Dalam Menghadapi Pandemi COVID-19

Figure
Organization