Topic
Home / Narasi Islam / Sejarah / Belajar Dakwah dari Perang Padri

Belajar Dakwah dari Perang Padri

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Kerajaan Pagaruyung di Minangkabau yang berdiri kokoh selama lima abad, runtuh begitu saja karena sebuah pemahaman Islam yang “dangkal”. Era modern menyebutnya dengan “Pemikiran radikal”. Orang Minang mengistilahkan dengan “Singkek sumbu”, bersumbu pendek. Yang pendek sumbu akan cepat meledak, cepat mati. Tewas.

Bagaimana bisa Kaum Padri yang ingin menegakkan syariat Islam dengan jalan peperangan. Walaupun sebelumnya memang sudah ada usaha supaya Sultan Arifin Mungsyah sebagai top leader Istana Pagaruyung untuk menata prilaku kaum yang rusak moralnya, seperti suka sambung ayam, mengkonsumsi opium dan banyak tradisi adat yang menyalahi syariat Islam. Namun usaha ini tak ada ujungnya, yang terjadi adalah perang saudara. Kaum Padri VS Kaum Adat.

Perang panjang dalam rentang waktu 1803-1838 menyisakan luka nestapa. Darah muslim Minangkabau tumpah ruah, pemeritahan chaos, istana musnah terbakar, kedigdayaan kerajaan Minangkabau bubar setelah 5 abad berjaya karena dikuasai Belanda. Pasukan kompeni turut diseret oleh Kaum Adat dalam perperangan ini untuk memperkuat barisan. Akhirnya, kedua kubu semakin diadu bomba. Tanah-tanah kekuasaan pribumi semakin jatuh ke tangan penjajah demi proyek ladang kopi dan rempah-rempah untuk dipasok ke Eropa.

Hingga saat terjadi gencatan senjata tahun 1825, kebesaran jiwa Tuanku Imam Bonjol jugalah yang membuat kaum adat dan agama (Padri) kembali bersatu. Bersatu melawan Belanda yang seperti “Kompeni” China saat ini. Cuma beda metode penjajahan saja, Belanda menguasai tanah dengan senapan, China dengan uang. Lama-lama kita juga dibuat angkat kaki di negeri sendiri.

Lobi tingkat tinggi Tuanku Imam Bonjol -pemimpin Padri setelah Tuanku Nan Renceh dan kawan-kawan-, menciptakan konsensus “Adat Bersendi Syara’, Syara’ Bersedikan Kitabullah.” Ini ibarat lem super yang menyarukan pecahan-pecahan guci. Pemikiran Padri mulai moderat. Walaupun persatuan ini akhirnya juga berujung kekalahan melawan Belanda. Persatuan yang terjadi setelah banyak jiwa yang mati, kerajaan diduduki kompeni.

Para pelopor Kaum Padri di banyak tulisan, punya pengaruh pemahaman Wahabi yang terinsiltrasi ke pemikiran Haji Miskin, Haji Biopang dan Haji Sumanik saat di Hijaz, Saudi. Saat meraka pulang, pemikiran ini diterima banyak orang termasuk Tuanku Nan Renceh. Semangat pemurnian Islam di ranah Minang menjadi begitu menggebu-gebu ibarat tak ada rem. Seperti kehabisan kesabaran dalam berdakwah di hadapan muslim Minangkabau yang masih cacat moral saat itu dan juga masih terpengaruh ajaran Hindu-Budha. Mereka tentu butuh waktu panjang untuk bisa memperbaiki semua itu. Dakwah secara damai tentu akan memberikan efek yang mengena walaupun butuh kesabaran.

Ketika membaca rekam jejak dakwah para nabi, Nabi Nuh sabar berdakwah selama 950 tahun lamanya, walaupun hasil jerih payah itu hanya segelintir orang yang sudi mengikutinya. Sebagian riwayat mengatakan hanya 10 orang, dalam riwayat lain mengatakan 25 dan 80 orang. Wali Songo dengan pendekatan kultural malah membuat rakyat Jawa berbondong-bondong menyambut seruan dakwah. Untung saja Tuanku Imam Bonjol belajar dari masa lalu, jurang antara agama dan adat semakin dangkal.

Di Mesir, kalau aksi kudeta Muhammad Mursi dan kebobrokan pemerintah dilawan dengan mengangkat senjata, tentu akan terjadi apa yang berlaku di Suriah. Seandainya terjadi perang saudara di Negeri Para Nabi itu tentu tak akan lepas dari perhatian Israel dan Yahudi yang ingin membangun Israel Raya antara sungai Nil dan Eufrat. Palestina saja masih dijajah dan dibuat hancur lebur, apalagi Mesir yang sebagian tanahnya sangat dielu-elukan oleh Israel.

Darah umat Islam akan bercucuran dari luka Suriah yang belum sembuh. Akan banyak kepentingan yang akan mengoyak-ngoyak salah satu sisi benteng Islam yang kaya akan ilmu pengetahuan, situs-situs peradaban umat masa lalu.

Moncong-moncong senjata selayaknya diarahkan pada musuh bersama. Kepada Belanda dan kolonialis pada masa dulu. Bom tak seharusnya merengggut nyawa sesama muslim. Tanpa kesabaran dalam dakwah, justru mengabisi diri sendiri. Maka nikmatilah semua proses dakwah itu hingga hidayah dan kemenangan yang telah dijanjikan itu datang. (dakwatuna.com/hdn)

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Pernah aktif di FLP Mesir, KMM Mesir, PPMI Mesir dan SINAI Mesir.

Lihat Juga

Ada Dakwah di Dalam Film End Game?

Figure
Organization