Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Membangun Sikap Kewaspadaan Dalam Hidup

Membangun Sikap Kewaspadaan Dalam Hidup

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Foto: kanald.ro)
Ilustrasi. (Foto: kanald.ro)

dakwatuna.com –Betapa banyak manusia di pagi dan sore harinya tertawa terbahak-bahak sedangkan kain kafannya sedang ditenun.” (Imam Syafi’i)

Orang yang sukses dan bahagia terpadu dalam dirinya dua hal; Rasa Takut dan Harapan. Perpaduan antara keduanya akan melahirkan kewaspadaan. Sayyiduna Utsman bin Affan r.a mengingatkan, “Hendaknya seorang mukmin itu selalu waspada dalam enam perkara, yaitu:

Pertama: Waspada sekiranya Allah mencabut keimanan darinya.

Bagi seorang mukmin bencana terbesar bukanlah gempa bumi, gunung meletus ataupun tsunami namun bencana terbesar bagi seorang mukmin adalah tercabutnya iman dalam hati. Oleh karena itu, seorang mukmin harus waspada, hendaknya mereka bersungguh-sungguh menjaga, merawat dan meningkatkan keimanannya kepada Allah Swt. Ia pun hendaknya berdoa sebagaimana doanya Ibnu Mas’ud r.a, “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu keimanan yang tak pernah pudar, kenikmatan yang tak pernah habis, bidadari surga yang selalu suci, dan berilah aku kedudukan yang dapat mendampingi kedudukan Nabi Muhammad Saw di dalam surga yang paling tinggi dan kekal abadi.”

Kewaspadaan ini akan membuahkan hasil berupa kesabaran untuk menahan diri dari perbuatan maksiat. Perhatikanlah Nasihat Ibnul Qayyim berikut ini, “Kesabaran hamba untuk menahan diri dari perbuatan maksiat itu sangat tergantung dengan kekuatan imannya. Setiap kali imannya kokoh maka kesabarannya pun akan kuat… dan apabila imannya melemah maka sabarnya pun melemah… Dan barang siapa yang menyangka bahwa dia akan sanggup meninggalkan berbagai macam penyimpangan dan perbuatan maksiat tanpa dibekali keimanan yang kokoh maka sungguh dia telah keliru.”

Keimanan ini harus kita jaga setiap detiknya, karena kematian senantiasa datang setiap hari. Allah Swt berfirman: “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.” (Q.S 39:42)

Kedua: Waspada sekiranya Malaikat Pencatat Amal akan mempermalukan kita dengan menunjukkan amalan kita yang buruk di hari kiamat.

Iman kepada malaikat seharusnya bisa membentuk perilaku dan cara pkitang seorang mukmin selalu lebih baik, lebih suci, dan lebih berkualitas. Sayangnya, meski sudah tahu bahwa malaikat selalu mencatat kebaikan dan keburukan, kebanyakan orang seringkali masih mengabaikannya.

Berbagai pelanggaran sering terjadi bukan karena ketidaktahuan, tetapi karena dorongan hawa nafsu. Bahkan tidak jarang orang terjerumus untuk mengikuti kenikmatan syahwat, larut dalam kesenangan sesaat yang akhirnya berbuah pahit berupa penyesalan. Karena itulah manusia selalu membutuhkan pengawasan agar tidak jatuh dalam keburukan.

Seorang yang beriman kepada malaikat memiliki muraqabah, yaitu keyakinan bahwa ia terus diawasi secara ketat meski tidak ada orang di sekitarnya. Keimanan terhadap malaikat ini membuat seseorang lebih berhati-hati dalam menjaga kesuciannya. Saat ada niat untuk melangkahkan kaki ke tempat maksiat, dirinya sadar ada malaikat yang mendampingi di sisinya.

Allah SWT berfirman:“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat Raqib dan Atid yang selalu hadir.” (Q.S 50:18)

Ketiga: Waspada sekiranya syetan akan merusak amal kita

Bacalah dengan iman saudaraku, surah Al A’raf 16 – 17, “Iblis menjawab, “karena Engkau menghukumku, maka aku pasti akan menghalangi mereka menuju jalan-Mu yang lurus itu. kemudian pasti kudatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan, dari kiri mereka, sehingga hanya sedikit dari mereka yang bersyukur pada-Mu“.

Pada surat an Nisa ayat 119, “iblis berkata, “pasti kusesatkan mereka, dan kubangkitkan angan-angan kosong pada mereka… kubisikkan pada mereka pesona dunia dengan segala gemerlap sampai lupa kepada Allah”.

Saudaraku, waspadalah siang malam terhadap sepak terjang setan dengan segala trik-triknya yang membuat manusia tenggelam dalam buaian sesaat dunia. Setan berusaha menjadikan kafir orang yang beriman, menjerumuskan mereka ke dalam dosa besar, menjadikan mereka malas beribadah, atau membuat mereka bangga atas amal yang dilakukan.

Keempat: Waspada sekiranya malaikat Izrail akan mencabut nyawa kita dalam keadaan lupa diri kepada Allah

Kita harus waspada dan takut jangan-jangan malaikat Izrail menjalankan tugasnya pada saat kita sedang dalam ketidaktaatan kepada Allah. Takutlah saat ajal tiba secara mendadak, tanpa didahului sebab-sebab kematian sementara kita dalam keadaan lalai. Na’udzubillahi min dzalik

Dikisahkan bahwa malaikat maut bersahabat dengan Nabi Ya’qub As. Suatu ketika Nabi Ya’qub berkata kepada Malaikat maut, ” Aku menginginkan sesuatu yang harus kau penuhi sebagai bentuk persaudaraan kita”. “Apakah itu?” Tanya Malaikat maut. “Jika ajalku telah dekat, beritahulah aku!” pinta Ya’qub As. Malaikat maut berkata, “Baik, aku akan memenuhi permintaanmu, aku tidak hanya akan mengirimkan satu utusanku, namun aku akan mengirim dua atau tiga utusanku”. Dan setelah mereka bersepakat, kemudian mereka berpisah. Setelah beberapa lama malaikat maut kembali menemui nabi Ya’qub. Kemudian nabi Ya’qub bertanya, “Wahai sahabatku, apakah engkau datang untuk berziarah atau mencabut nyawaku?””Aku datang untuk mencabut nyawamu”  Jawab malaikat maut. “Lalu dimana ketiga utusanmu?” tanya Nabi Ya’qub As. “Sudah kukirim” jawab malaikat maut, “Putihnya rambutmu setelah hitamnya, lemahnya tubuhmu setelah kekarnya, dan bongkoknya badanmu setelah tegapnya. Wahai Ya’qub, itulah utusanku untuk setiap Bani adam.” [Dinukil dari kitab al-Buka’ min Khasyatillah karangan Syaikh Abdurrahman as-Sinjari. Juga kisah dari kitab Zahri Riyadh]

Kelima: Waspada dengan godaan dunia yang melenakan

Saudaraku, godaan dunia begitu menyilaukan bagi siapa saja yang mencintainya. Betapa banyak orang yang tertipu, tenggelam serta larut dalam kemaksiatan disebabkan lupa akan kematiannya. itu sebabnya Imam Al Ghazali dalam kitab Mukasyafatul Qulub mengatakan, “Manusia itu banyak yang munafiq tapi tidak sadar akan kemunafikannya, diantara penyebabnya adalah mereka sadar bahwa mereka akan mati tapi sikap mereka seperti orang yang tidak akan pernah mati”.

Keenam: Waspada kepada keluarganya sendiri sekiranya anggota keluarganya menyibukkan mereka dan mereka pun menyibukkannya, sehingga lupa akan mengingat Allah.

Manusia merasa bahwa harta dan keluarganya akan membahagiakan dan melanggengkan kehidupannya di dunia. Kekayaan harta membuat kita dikejar-kejar waktu dan kesibukan yang berbuah kelelahan. Sementara resiko kebutuhan di akhirat belum terpikirkan. Keluputan inilah yang menyebabkan manusia bersama anak, keluarga dan hartanya menemukan dirinya dalam kerugian akhirat.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta dan anak-anakmu sampai melalaikanmu dari mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat demikian, itulah orang-orang yang rugi.” (QS. 63 : 9).

Saudaraku, rasa cinta kepada keluarga dan ingin memanfaatkan harta, adalah manusiawi dan wajar. Menjadi petaka dan berpotensi bahaya jika rasa cinta itu terlalu berlebihan, apalagi jika sampai melupakan rambu-rambu perintah dan larangan Allah ‘azza wa jalla. Waspadalah! (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Tinggal di Cibogor Bogor Tengah. Latar belakang pendidikan S1 Syariah UIKA Bogor. Saat ini merupakan seorang Motivator pada ABCo Training Center.

Lihat Juga

Meraih Kesuksesan Dengan Kejujuran (Refleksi Nilai Kehidupan)

Figure
Organization