Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Guru Cilik dari Ujung Kulon

Guru Cilik dari Ujung Kulon

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (ist)
Ilustrasi. (ist)

dakwatuna.com – Seringkali aku menekuk ludah tatkala mendengar tutur siswaku yang terkadang nasibnya kurang beruntung karena alasan ekonomi, seperti cerita siswaku yang satu ini dia punya cita-cita yang tinggi namun harus terpatahkan oleh kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan, ibunya hanya seorang petani yang penghasilannya tidak seberapa, sementara bapaknya sudah tidak bisa lagi bekerja dan hanya bisa berbaring di tempat tidur, namun di balik ketidakberdayaan ekonomi keluarga justru sebagai pemacu dia untuk mengejar cita-citanya itu, mendengar ceritanya yang sangat menyedihkan mengingatkan aku pada kisah masa laluku yang tidak jauh beda dengan nasibnya hanya saja yang membedakan adalah orangtuaku tidak pernah membatasiku untuk menuntut ilmu semampu ia bisa membiayaiku.

Sekarang aku akan perkenalkan namanya Enok yaya sehari-hari dia biasa dipanggil enok, saat ini ia masih duduk di bangku kelas V Madrasah Ibtidaiyah, enok adalah anak ke 7 dari 11 bersaudara tiga di antara saudaranya sudah menikah sayangnya saudara-saudaranya ikut bersama keluarga istrinya, sehari-hari sepulang sekolah ia biasanya membantu ibunya di sawah sampai menjelang waktu ashar sekitar jam 15,00 dia sudah pulang, sengaja ia pulang lebih awal agar bisa beres-beres rumah termasuk memasak untuk santapan malam keluarganya sekaligus mengurus ayahnya di rumah yang sering sakit-sakitan dan malam hari ia habiskan waktunya untuk mengaji dan mengajar adik-adiknya mengaji di rumah dengan bekal yang ia miliki.

Enok memiliki cita-cita yang sangat mulia yaitu ingin menjadi guru, baginya menjadi guru adalah pilihan utama yang tidak bisa ditawar-tawar, alasannya menjadi guru cukup sederhana yaitu agar bisa mengajar anak-anak di sekitarnya dan bisa menjadi harapan baru bagi masyarakat ciherang, siswa yang satu ini memiliki kepribadian yang luar biasa dan penuh tanggung jawab, di usianya yang masih muda yaitu 13 tahun banyak hal yang sudah bisa dilakukannya mulai dari memasak, mencuci hingga membantu ibunya di sawah semua itu sudah bisa ia lakukan. Di sela kesibukannya itu enok tidak pernah melalaikan tugas utamanya sebagai seorang pelajar baginya sesibuk apapun aktivitas di rumahnya tapi belajar tetap menjadi aktiftas nomer satu dalam kesehariannya.

Di balik kesibukan di rumah ia selalu sempatkan untuk membaca bahkan saat sedang memasak ia gunakan kesempatan tersebut untuk belajar sehingga Ketekunannya itu telah mengantarkan ia menjadi anak yang cerdas, sejak duduk di bangku kelas satu hingga kini ia duduk di kelas lima enok menjadi bintang di kelasnya karena terkenal dengan kecerdasaannya, pelajaran yang paling menonjol adalah matematika, ketika siswa yang lain menggangap pelajaran ini sebagai pelajaran yang paling sulit namun bagi dia justru sebaliknya, kegemarannya terhadap pelajaran matematika mungkin itu yang membuatnya senang pada mata pelajaran yang satu ini , kemahirannya di bidang matematika dan beberapa bidang yang lainnya sehingga aku memberikan gelar sebagai guru cilik, gelar itu aku berikan bukan sekadar panggilan biasa namun itu adalah doa untuknya aku berharap dengan panggilan tersebut dia tetap optimis mengejar cita-citanya itu di balik lemahnya kondisi ekonomi keluarga. Sering kali aku perhatikan saat teman-temannya bertanya tentang pelajaran yang tidak dipahami dia tidak sungkan untuk berbagi bahkan begitu serius ia mengajari teman-temannya sebayanya yang belum bisa.

Sangat disayangkan jika potensi yang dimilikinya harus berakhir sampai dibangku MI, setelah menamatkan MI ia punya keinginan untuk melajutkan pendidikannya ke SMP hingga jejang pendidikan tinggi, namun keinginannya berbeda dengan keinginan orangtuanya, ia ingin dimasukkan ke pesantren yang hanya bergelut dengan kitab kuning yang menurutnya pengetahuannya hanya akan sebatas itu saja yaitu sebatas ilmu yang diajarkan di lingkungan pesantren, lalu bagaimana dengan cita-cita yang ia semai dari dulu akankah kandas sampai disitu? Inilah yang tidak diharapkan namun tidak banyak yang bisa ia lakukan kecuali hanya menuruti keinginan orang tuanya itu. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Relawan Pendidikan, Sekolah Guru Indonesia angkatan 7-Dompet Dhuafa, bertugas disalah satu daerah marginal, MI Ciherang Kabupaten Pandeglang-Banten, Daerah asal Sumbawa Barat-NTB, dari kampung kekampung �untuk pendidikan indonesia.

Lihat Juga

Program Polisi Pi Ajar Sekolah, Pengabdian Polisi Jadi Guru SD dan TK

Figure
Organization