Topic
Home / Narasi Islam / Dakwah / Dakwah yang Patut Diteladani

Dakwah yang Patut Diteladani

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (christaavampato.com)
Ilustrasi. (christaavampato.com)

dakwatuna.com – “Sampaikanlah ihwal orang-orang terdahulu supaya mereka mau berpikir”. Sepenggal untaian indah Sang Illahi Rabbi, menyiratkan perintah suci bagi hamba yang memiliki mata hati untuk mentafakuri dan mengambil mutiara hati dari kisah-kisah orang yang telah berganti. Al-Quran adalah kitab suci, dengan bait indah mengalir deras bagai air terjun, memecah bebatuan keras yang ada di tepat di bawah, begitu pula kisah-kisah orang terdahulu, Allah maktubkan dalam bait indah penuh mukjizat supaya umat manusia berkenan menggunakan akal dan hatinya untuk memetik tiap tetesan ibrah yang ada pada mereka.

Kisah-kisah para ‘Anbiya dan juga umatnya bukanlah kisah penghibur bagi orang yang sudah terkalahkan oleh kantuk. Kisah-kisah tersebut merupakan suntikan moral dan semangat untuk umat manusia, untuk seorang dai dan juga untuk seorang mad’u. Kisah-kisah tersebut mengajari seorang dai bagaimana seharusnya yang harus dia lakukan sebagai seorang dai. Begitu juga seorang mad’u, dia harus bisa mengambil ibrah dari kisah-kisah Al-Quran tentang bagaimana nasib orang-orang yang ingkar terhadap seruan seorang dai.

Kisah yang Allah sebutkan dalam Al-Quran memiliki dua sudut pandang. Sudut pandang seorang pendakwah, dan sudut pandang seorang objek dakwah. Seorang dai hendaknya bisa mengambil sebuah nilai keteladanan dari para maestro dakwah, para nabi. Seorang dai harus peka terhadap kisah-kisah para nabi, bagaimana kesabaran mereka dalam berdakwah, bagaimana letihnya mereka dalam berdakwah, bagaimana susahnya mereka dalam berdakwah. Padang pasir mereka tempuh untuk mengibarkan bendera tauhid. Samudra luas mereka seberangi untuk menyebarkan cahaya indah, Islam.

Ingatlah kisah rasul pertama, Nuh As., bagaimana beliau berdakwah tak kenal waktu. Siang-malam Beliau berdakwah, meskipun penolakan yang sering Beliau terima. Kaumnya memilih menutup telinga, menempelkan bajunya pada mukanya, supaya tidak bisa mendengar dan melihat wajah Nuh As. Namun Nuh As. Bukanlah orang loyo, bukan orang yang muda patang arang, apapun yang terjadi, bagaimana pun respons yang Ia terima, sabar dan tetap istiqamah dalam berdakwah adalah manhaj hidupnya sebagai seorang dai ke jalan Allah. Tak tanggung-tanggung, Beliau lakukan itu selama 950 tahun tanpa kenal lelah dan tetap teguh dalam jalan dakwah.

Seorang dai hendaknya mengambil ibrah dari sirah kehidupan Nuh As. Seorang dai harus memiliki mental baja, sehingga ketika dia mendapatkan penolakan dari kaumnya, dia tetap tegar dan tetap konsisten dalam jalan para Anbiya’ ini. Sorang dai juga tidak layak untuk menghentikan dakwahnya ketika orang yang mau menerima seruannya hanya sejumlah hitungan jari. Seorang dai juga tidak pantas untuk membubarkan jamaahnya ketika jamaah yang hadir di masjidnya hanya beberapa saja. Seorang dai harus tetap konsisten dalam berdakwah, berapa pun jumlah jamaahnya. Dan begitulah manhaj dakwah Nuh As.

Ingatlah juga kisa Musa As. Seorang Rasul yang namanya paling sering Allah sebut dalam kalam suci-Nya. Kisah-kisah penuh duka dan lara, menghadapi Firaun yang kolot dan serakah. Berbagai macam bukti kebenaran risalah dihadirkan di hadapannya, dan hadapan pembesar-pembesarnya, namun tetap saja penolakan yang Ia terima. Begitu juga dakwahnya yang penuh liku sejarah, berhadapan dengan kaum rakus yang ngeyelnya luar biasa. Diperintahkan menyembelih sapi malah bermurung durja dengan pertanyaan-pertanyaan yang mempersulitkan mereka, dengan niatan supaya Musa As tidak jadi meminta mereka untuk menyembelih sapi betina.

Bani Israel adalah objek dakwah yang luar biasa nakalnya. Diselamatkan dari pembantaian Firaun, dibelahkan bagi mereka lautan, sehingga Firaun tak bisa mengejar dan membantai mereka, namun apa dinyana, setibanya di pesisir sebelah malah meminta tuhan yang tidak patut disembah. Tak sampai di situ, patung anak sapi pun mereka sembah, padahal yang mereka sembah tidak punya tangan untuk berkuasa, tidak punya kaki untuk melangkah, tidak punya mata untuk menerawang dunia, tidak punya telinga untuk mendengarkan lantunan kehidupan dan juga tidak punya lisan untuk memberikan perintah.

Sebuah liku dakwah terjal yang luar biasa. Namun Musa As. dan saudaranya Harun, tetap luar biasa. Begitulah seorang maestro dakwah. Harus sabar dengan berbagai macam sifat dan tabiat mad’u. Tidak patang arah, dan selalu berikhtiar dengan sebaik-baiknya. Sekali lagi, sabar adalah kunci utama, dibarengi dengan istiqamah akan menghasilkan hal yang luar biasa. Mari kita belajar dari Nabiyullah Yunus As. ketika ketidaksabaran menjadikan Beliau meninggalkan kaumnya. Allah peringatkan Dia, dengan bencana ombak tinggi bak burung elang yang siap memangsa. Yunus pun terlempar oleh takdir dari bahtera. Masuk dalam perut ikan yang besar luar biasa. Hanya permohonan maaf yang keluar dari lisannya, hingga Allah membuka ampunan baginya.

Seorang dai juga harus belajar dari Yusuf sang shiddiq yang tampan memesona. Dakwahnya tidaklah semudah mengedipkan mata. Di mulai dari masuk lubang gelap yang pengap, menjadi budak yang diperjualkan, hingga Allah tempatkan di Istana mega. Namun kisah Yusuf masih belum selesai, Dia harus masuk penjara karena kejahatan yang tidak dikerjakannya. Namun penjara bukanlah penghalang untuk berdakwah. Memang, jasadnya terbelenggu namun hati dan kebesaran jiwa terbang dalam cakrawala dunia. Di dalam penjara Yusuf berdakwah. Berdakwah untuk ketauhidan yang pencipta. Hingga Allah jawab mimpinya ketika 11 bintang satu matahari dan satu rembulan bersujud kepadanya.

Begitulah Yusuf As. harus merasakan hotel prodeo. Namun itu tidak menjadi penghalang sama sekali untuk berdakwah. Di mana pun dia berada, maka di situlah lahan dakwah. Ingatlah bait suci Tuhan sekalian alam “Kalian adalah sebaik-baiknya umat” dengan apa Allah menjadikan kita umat terbaik ? dengan “ kalian seru manusia meniti jalan kebaikan, dan kalian cegah mereka meniti jalan kemungkaran” apakah dua itu sudah cukup ? harus ada satu kunci lagi supaya amal kita sampai pada Rabb Illah “Dan kalian beriman kepada Allah.” (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Alumni Ponpes Maskumambang Gresik, Jatim. Kader Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Jakarta.

Lihat Juga

Ada Dakwah di Dalam Film End Game?

Figure
Organization