Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Betapa Baik Allah SWT Pada Kita

Betapa Baik Allah SWT Pada Kita

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (ariestamerdeka.wordpress.com)
Ilustrasi. (ariestamerdeka.wordpress.com)

dakwatuna.com – Selesai melaksanakan shalat zuhur suka membawa pikiran melayang menembus batas, terkadang sempat ide aneh-aneh muncul dan menggerak mulut tersenyum sendiri. Tak jarang pula kelamunan pikiran menyadari betapa Allah begitu baik dengan manusia. Kendatipun manusia suka menjauhi atau melabrak aturanNya. Jika boleh jujur sesungguhnya Allah tak membutuhkan manusia taat atau tunduk padaNya karena tanpa manusia tunduk padaNya Allah sudah mulia bahkan Agung serta tak bisa ditandingi oleh siapapun. Melainkan Allah memberi manusia tunduk padaNya agar manusia selamat di dunia dan akhirat. Selaras dengan ungkapan indah syekh Muhammad al-Ghazali dimana perjalanan hidup manusia menunjukkan bahwa Allah menciptakannya untuk memuliakannya, bukan untuk merendahkannya, untuk menuntutnya di dunia bukan untuk menghinakannya.

Bahkan bertanya dengan hati sendiri kenapa pikiran terbawa pada renungan ini. Apakah mungkin ia termasuk manusia yang tidak mensyukuri nikmat dari Allah selama ini. Atau sengaja Allah sisipkan dalam pikiran agar menulis tentang kebaikan Allah dari perspektif ia. Coba meyakini bahwa kehadiran pikiran ini dalam benak adalah atas izin Allah agar terus merenungi kebaikan Allah tiada batas dan luas. Meskipun di balik kebaikan Allah sisipkan jua ujian-ujian. Sadar di balik ujian Allah sedang meng-traning ia dan melihat sejauh mana mampu bertahan hidup yang bersandar padaNya.

Jika boleh jujur apabila manusia jauh dengan Allah akan melahirkan manusia yang tamak, manusia yang rakus, manusia suka menyebarkan fitnah, manusia suka menghalalkan segala cara, manusia yang suka menghambil hak orang lain, manusia yang kurang bersyukur dan menjadi manusia tak sabar. Itu sebagian alasan kenapa manusia membutuh Allah setiap detik kehidupan. Supaya terjauhi dari sifat-sifat tercela dan hadirnya hati yang bersyukur serta diperolehnya ketenangan.

Sayangnya masih ada sebagian manusia tak menyadari bahwa mereka membutuhkan Allah dan begitu berani menentang keESAannya dengan kehebatan yang baru memiliki setetes ilmu pengetahuan saja. Bahkan manusia lebih sadar yang mereka butuh adalah jabatan, harta, penghormatan dan kebahagiaan. Sementara Allah dibutuhkan ketika ada ujian dan ketika ingin mewujudkan keinginan. Setelah ujian itu tak ada lagi dan keinginan telah terwujud maka mulai secara pelan-pelan menjauhi Allah. Jangan-jangan manusia memiliki sifat rakus, tamak, suka menyebar fitnah, menghalalkan segala cara, suka mengambil hak orang lain, tak bersyukur dan tak sabar. Mungkin mereka-mereka adalah orang yang jauh dari Tuhan atau tak paham dengan aturanNya? Entahlah tak berani mengambilkan kesimpulan. Padahal bila merujuk dari buku Al-Hikam yang ditulis oleh Ibnu Atha’illah Al-Iskandari bahwa jabatan, harta, penghormatan hanya bisa memenuhi kebutuhan lahiriah akan tetapi kebutuhan batin tak bisa terpenuhi. Apa yang bisa membuat batiniah tenang yaitu dengan cara selalu dekat dengan Tuhan melalui amalan-amalan harian.

Kendati pun manusia suka menjauhi Allah, melabrak aturanNya dan meragukan kebesaranNya. Tapi Allah tak pernah henti-henti mencurahkan nikmat kepada manusia. Dari nikmat terkecil hingga nikmat tak terhitungkan dan dari nikmat terlihat hingga tak tertampak. Bahkan nikmat diminta maupun tak diminta. Semua Allah penuhi agar manusia hidup tenang penuh kedamaian. Mulai dari nikmat kesehatan, nikmat jabatan yang pretesius, nikmat keluarga yang bahagia, nikmat penghormatan dari masyarakat umum, nikmat kelancaran rezki, nikmat ditutup aib, nikmat memiliki anak yang sholeh/shaliha, nikmat mempunyai orang tua yang penyayang, nikmat bisa menghirup udara segar, nikmat bisa tidur, nikmat bisa berjalan dan nikmat ketenangan jiwa. Jika dilistkan betapa banyak Allah mencurahkan nikmat pada manusia. Karena Dia lah yang maha kuasa. Ini terlampir jelas dalam Al-quran. Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui (QS. Al-An’am: 18). Tapi ironisnya itu sangat jarang dikatagori sebagai nikmat. Dianggap kenikmatan bila mempunyai harta mengunung, istri yang cantik, jabatan bergengsi dan mobil yang mewah-mewah. Jangan sampai hal-hal duniawi membuat kita memalingkan hati dan penglihatan buta pada Allah sehingga dengan bergelimang harta, tahta serta penghormatan menjadi hamba yang tersesat.

Kemudian coba bandingkan dengan perlakuan manusia ketika disakiti sedikit saja manusia sudah marah dan tidak mau menyapa lagi bahkan dendam hingga maut memisah. Tapi Allah tak melakukan hal seperti itu pada manusia, walaupun dijauhi hambaNya. Allah tetap menjaminkan rezki hambaNya dan menabur keberkahaan pada penduduk bumi. Ini perbedaan Allah dengan manusia walaupun ayatNya dilecehkan dan diaragukan kebesaranNya oleh manusia. Allah tak pernah marah dan tetap memberi keberkahaan pada manusia dengan mementangkan berbagai kebutuhakan manusia dengan memberi izin matahari untuk bersinar dengan terang, memberi izin pada langit agar bumi dicurahkan hujan sehingga tanaman, binatang dan manusia bisa hidup dengan tenang maupun dengan kenyamanan. Allah tumbuhkan berbagai pohon dan tanaman agar manusia bisa memenuhi kebutuhan hidup serta bisa menghirupkan oksigen. Allah gerakan awan agar bisa memberi kesejukan pada ciptaannya. Itu semua diberikan pada manusia agar bisa bersujud dengan tenang dan penuh kedamaian.

Sebagaimana dijelaskan secara terang dan nyata dalam surah Al-Araf (10-11) “Dan sungguh, kami telah menempatkan di bumi dan di sana Kami sediakan sumber penghidupan untukmu. Tapi, sedikit sekali kamu yang bersyukur…”. Tapi kenyataannya semakin banyak Allah memberikan atau mencukupi keinginan manusia bukan semakin mendekati diri padaNya, bukan semakin mensyukuri, bukan semakin suka berbagi malah semakin berani menjauhi Allah dengan melakukan zina tak terhitung, syirik yang tak henti hingga melakukan berbagai dosa yang mungkin masih melumuri diri serta tergoda dengan rayuan-rayuan setan. Mungkin mereka yang tak mau menjalankan perintah Allah karena tak mendengar ayat-ayatNya atau sudah mendengar perintah tapi pura-pura tidak memahami peringatanNya. Hanya mereka yang mendengar sajalah yang mematuhi (seruan Allah), dan orang-orang yang mati (hatinya), akan dibangkitkan oleh Allah, kemudian kepadaNyalah mereka dikembalikan.

Bahkan dengan terang-terangan tak mau membagi rezeki diperoleh dengan menimbun harta. Hingga dengan berani meninggalkan shalat wajib. Apakah tidak malu? tak mau dekat dengan Allah padahal dengan segala kebutuhan dan kenikmatan telah dipenuhi. Lalu Allah kembali tegaskan bagaimana manusia yang berpaling dariNya “Dan, (begitu pula) kami memalingkan dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Quran pada permulaannya, dan kami biar mereka bergelimang dalam kesesatan yang sangat sesat” (QS.Al-An’am: 110). Hampir setiap doa dilafazkan dikehadiranNya diwujudkan dan segala hal dipermudahkan. Perlu diingatkan manusia ketika Allah menabur kebaikan dan harta pada hambaNya jangan menjauhiNya apalagi terlena dengan dunia. Bisa jadi keberlimpahan nikmat dan rezki tak henti-hentinya adalah awal dari bencana. Hal ini sangat jelas Allah peringati manusia di QS Al An’aam: 44 “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa”

Ini pula membuat pikiran suka geleng-geleng dengan sikap manusia tak pernah mau mensyukuri dan tidak pernah merasa cukup dengan segala kenikmatan yang diperoleh. Apaka begini sifat manusia sesungguhnya? Apakah manusia sudah terbawa nafsu jelek atau terikuti dengan godaan setan? Hal ini dijelaskan dalam QS.Al Faathir: 6 “Sesungguhnya syetan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh bagi(mu) karena sesungguhnya syetan-syetan itu hanya mengajak golongan supaya mereka menjadi penghuni nereka yang nyala-nyala”. Apakah manusia lupa bahwa kenikmatan atau harta dimiliki akan diminta pertanggungjawabannya diyaumil akhir? Betapa banyak orang-orang sebelum kita mendustai ayatNya yang berakhir pada kehancuran. Lagi pula hal seperti itu telah diterangkan dalam Alquran agar manusia memperhatikan bagaimana kehidupan orang-orang yang jauh dari Allah, orang-orang mendustai ayatNya dan orang-orang tidak mendengar firmanNya. Hanya mereka yang mendengar sajalah yang mematuhi (seruan Allah), dan orang-orang yang mati (hatinya), akan dibangkitkan oleh Allah, kemudian kepadaNyalah mereka dikembalikan.

Mari instropeksi diri agar kebaikan Allah berikan dengan penuh keberkahaan membuat kita segara mendatangi Allah dengan sayap-sayap cinta dan kerinduan. Lalu meluapkan rasa syukur padaNya karena Allah begitu baik hingga kita masih diberi kesempatan untuk menikmati segala hal di dunia dengan sempurna. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Alumni Unpad dan UGM. Berprofesi sebagai Dosen, Penulis Lepas dan Penyiar

Lihat Juga

Muhasabah, Kebaikan untuk Negeri

Figure
Organization