Topic
Home / Berita / Opini / Tidak Ada Ruang Bagi Pelaku LGBT di Indonesia

Tidak Ada Ruang Bagi Pelaku LGBT di Indonesia

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (blogspot)
Ilustrasi. (blogspot)

dakwatuna.com – Seharusnya, azab yang Allah timpakan kepada umat Nabi Luth dan istrinya sudah cukup menjadi peringatan bagi kaum LGBT. Ya, bahkan lebih dari cukup. Alasan turunnya azab, jelas karena perbuatan yang tidak beradab dan sangat dilaknat (gay, homo) oleh Allah. Pula dengan azabnya yang sudah jelas. Tapi masih saja ada yang mengelak. Atas nama human right, tafsir yang nyeleweng atau yang anggap penyebab hancurnya kaum Luth adalah karena bencana biasa bukan karena perilaku homo umatnya. Entahlah, mungkin masih banyak lagi alasan lain dari para penyembah LGBT. Tapi yang jelas Alquran tidak menerima perilaku itu.

untuk umat islam mungkin sudah jelas panduannya. Al-quran menyampaikannya sejak dulu dan sangat mudah dipahami. Jangan kita mau dipalingkan oleh setan dan iblis untuk menghalalkan praktik homo. Urusan sesat menyesatkan iblis ahlinya. Semenjak Iblis ditetapkan sesat oleh Allah karena menentang perintahnya. Sejak itulah iblis berjanji untuk terus mengajak sebanyak-banyaknya manusia ikut sesat. Mereka pintar memoles maksiat dan perbuatan keji menjadi indah di mata manusia.

Menurut saya LGBT jelas tidak bisa diterima di negara kita Indonesia. Dengan alasan apapun termasuk human right atau HAM (Hak Asasi Manusia). Mereka selalu teriak ini hak kita untuk berprilaku, “di mana kebebasan bagi LGBT”, hak lagi, hak lagi mereka bicarakan. Terlihat egois memang. Bahkan jika mereka berbicara kebebasan, lantas di mana kebebasan bagi mereka yang beragama yang meyakini bahwa ini perbuatan keji dan tidak beradab. Mana ??

Sebenarnya bicara soal kebebasan, sudah tidak asing lagi bahwa setiap institusi, lembaga atau organisasi manapun di Indonesia pasti menerapkan KEBEBASAN. Tapi kebebasan itu selalu dibatasi. Selalu dibatasi dengan hukum dan norma-norma yang ada. Tertulis maupun yang tidak tertulis. Rakyat bebas bersuara atas deritanya kepada presiden, tapi perlu diingat rakyat tidak bebas merobek baju yang dipakai presiden, atau menarik janggut presiden. Kebebasan selalu dibatasi dengan hukum dan norma.

Bahkan bagi seorang muslim, sudah sepantasnya memahami kebebasan dengan islamic world view. Memahaminya dengan khiyar bukan freedom. Freedom diartikan bebas sebebas-bebasnya. Tapi khiyar berasal dari khoir yang artinya baik. Seorang muslim hanya dibebaskan memilih yang baik-baik.

Seperti disampaikan oleh Dr Adian Husaini dalam bukunya “LGBT di Indonesia Perkembangan dan Solusinya, “… Muslim punya kebebasan hanya untuk memilih yang baik (khayr). Muslim tidak bebas memilih yang jahat. Muslim tidak bebas untuk berzina, korupsi, menyuap,apalagi berpraktik homo dan lesbi…”.

Begitupun jika non muslim, Indonesia dengan konstitusinya memberikan batasan kepada paham kebebasan seperti itu. dalam UUD 1945 pasal 28 J ayat 2 disebutkan “(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”

Dan LGBT dalam praktiknya jelas-jelas melanggar. Berhubungan intim atau menikah sesama jenis itu tidak ada dalam UU Indonesia. Undang- undang pernikahan pasal 7 ayat 1(bisa cari di google) tentang perkawinan yang diizinkan hanya berbicara tentang pria dan wanita. Tidak ada pria dan pria atau sebaliknya. Begitu juga dalam pasal 8 f perkawinan yang dilarang juga jatuh kepada mereka yang menurut agamanya atau hukum yang berlaku dilarang kawin. Dan masih banyak lagi mungkin yang belum saya dapati. Tapi yang jelas dalam Undang-undang perkawinan selalu berbicara suami dan isteri, pria dan wanita.

Jelas memang LGBT tidak ada tempat di Indonesia. Hanya saja untuk pencegahannya cukup sulit. mungkin butuh rehabilitasi seperti pecandu narkoba untuk menyadarkannya. Atau mungkin ada cara lain.

Propaganda homofobia

Fobia terhadap suatu kejelekan itu baik. Sangat wajar kita fobia terhadap korupsi, hianat begitu juga fobia terhadap praktik homo (homofobia). Tapi yang ditakutkan kedepannya adalah propaganda. Propaganda yang akan mengatakan bahwa homoseksual bukan termasuk gangguan jiwa. Jelas ini akan menjadi alasan kuat bagi mereka. tapi apakah benar homoseksual tidak termasuk gangguan jiwa? Psikolog mana yang mengatakan ? Siapa dia ? Tentu pertanyaan ini perlu dilayangkan untuk menjadikan hasil penelitian ahli psikolog itu benar.

Masalahnya, jika homoseksual sehat-sehat saja. Apakah itu berarti heteroseksual adalah sebuah kelainan. Kalau begitu orang yang homofobia justru dialah yang memiliki kelainan atau mental illness seperti yang diutarakan Dr Adian H dalam bukunya tentang LGBT. Beliau juga mengatakan “Jika kelompok seksual sudah dianggap normal, maka saat ini sedang terus diusahalan agar homofobia dimasukkan ke dalam daftar penyakit mental atau gangguan jiwa…”

Jika saja homofobia dimasukkan kepada mental illness’s list. Lantas bagaimana dengan agama yang melarang praktik LGBT. Tidak hanya Islam. Kristen termasuk agama yang melarang praktik homoseksual. Kita tidak benci pelaku homoseksual, justru karena cinta kita mengingatkan. Yang sangat dikecam itu perilaku homoseksual. Wallahua’lam. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Azhar Fakhru Rijal, Mahasiswa Ma�had Aly Annuaimy dan Anggota FLP Jakarta, pernah juga menjadi pimred madding Al-Furqon Post (ponpes Alfurqon).

Lihat Juga

Tegas! Di Hadapan Anggota DK PBB, Menlu RI Desak Blokade Gaza Segera Dihentikan

Figure
Organization