Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Guru yang Tak Putus Asa

Guru yang Tak Putus Asa

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (wordpress.com/winterwing)
Ilustrasi (wordpress.com/winterwing)

dakwatuna.com – Aku ditugaskan di SDN Kutakarang 1. Tempat tinggalku tak jauh dari sekolah, sekitar 200 meter jauhnya. Aku tinggal bersama salah satu guru di SD tersebut, namanya Ajum. Singkat jelas dan tak panjang seperti namaku. Biasanya aku memanggilnya dengan sebutan pak Ajum. Usianya sudah mencapai 27 tahun, tapi belum juga menikah. Kepala sekolah sengaja menempatkanku di rumah ini dan tinggal bersama pak Ajum, agar aku ada teman untuk cerita dan berdiskusi apalagi sama – sama masih muda.

Selain pak Ajum, ada juga pak Deden dan bu Lin yang belum menikah. Aku tinggal bersama pak Ajum yang orangnya pandai dalam memasak. Di sekolah, beliau dijuluki sebagai chef sebagai julukannya karena kelihaiannya dalam memasak. Pak Ajum bukan dari keluarga berada, semasa kecilnya hingga remaja dihabiskan untuk menuntut ilmu walaupun dengan biaya sendiri. Ia memiliki tekad dan semangat yang kuat hingga ia pernah menjadi pekerja di rumah gurunya agar ia bisa sekolah.

Ajum, seorang guru kelahiran asli Banten, tepatnya di Pandeglang 27 tahun yang lalu ini pada tanggal 11 Mei 1988. Sekarang aktif sebagai mahasiswa di Universitas Terbuka, mengambil jurusan pendidikan guru sekolah dasar dan tercatat sebagai tenaga sukarelawan di SDN Kutakarang 1 dengan gaji yang tak begitu banyak, yang ia terima setiap tiga bulan sekali itu, memberiku banyak pelajaran tentang hidup. Berani memberi sebanyak – banyaknya, bukan menerima sebanyak – banyaknya, tulus, ikhlas dan selalu sabar menghadapi masalah yang ia alami selama hidupnya demi pendidikan hidup yang layak buatnya sebagai bekal dalam kehidupan nantinya.

Pak Ajum merupakan sosok pemuda yang sangat ringan tangan, semua pekerjaan, baik di sekolah maupun di desa pernah ia lakukan. Hanya saja, ada beberapa hal yang masih sedikit kewalahan ketika ia melakukan sebuah pekerjaan. Yaitu, belum terlalu lancar dalam menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dan juga belum bisa berdiri di depan umum untuk berbicara.

Karena hal tersebut, sering aku lakukan pelatihan terhadapnya. Yaitu dengan memberikan kesempatan secara bergiliran di sekolah untuk menjadi pembina upacara atau pembina apel pagi sebelum masuk ke dalam kelas. Hingga nantinya beliau bisa terbiasa dalam hidup bermasyarakat.

Selain aktif di sekolah, pak Ajum juga aktif di bidang sosial kemasyarakatan yang ada di desa. Beliau ikut serta dalam mengajar para orang tua lanjut usia agar terbebas dari buta huruf selama setahun mengajari para orang tua tersebut. Setiap ada kegiatan di desa, pasti pak Ajum ikut serta. Terlebih lagi soal pemilihan umum. Baik di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi dan negara.

Pak Ajum sebagai sosok yang bersahaja dan ramah terhadap siapa saja yang ada di sekitarnya. Saya bangga bisa berjumpa dengan sosok warga seperti pak Ajum ini. Penuh inspiratif dan menginspirasi. Terima kasih telah menjadi keluarga baruku di daerah penempatan. Setahun bukanlah waktu yang singkat untuk saling mengenal. Namun, itu cukup membuatku merasa bangga bisa berkenalan dengan pak Ajum. Guru yang tak kenal kata putus asa. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Lihat Juga

Program Polisi Pi Ajar Sekolah, Pengabdian Polisi Jadi Guru SD dan TK

Figure
Organization