Topic
Home / Konsultasi / Konsultasi Psikologi / Saya Paranoid Jika Dengar Kata Pernikahan, Apa yang Harus Saya Lakukan Agar Paranoid Tersebut Hilang?

Saya Paranoid Jika Dengar Kata Pernikahan, Apa yang Harus Saya Lakukan Agar Paranoid Tersebut Hilang?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (download-free-wallpaper.com)
Ilustrasi. (download-free-wallpaper.com)

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum wr. wb. Rumah Konseling,

Saya Nn, wanita berusia 25 tahun. Saya ingin minta pendapat perihal kesiapan menikah. Ada seorang laki-laki, kenalan dari saudara saya, yang berniat untuk serius untuk menikah. Kami belum pernah saling kenal bahkan belum bertemu sekali pun. Saudara saya menganjurkan untuk menjalani proses ta’aruf dulu. Sebenarnya, saya tidak bermasalah dengan apapun pekerjaannya ataupun pendidikannya. Selama beliau bertanggung jawab, Insya Allah saya mau menerimanya.

Namun, entah kenapa hati saya belum mantap. Masih ada keraguan bahwa saya belum siap untuk menikah. Mungkin karena sifat saya yang perfeksionis (apapun harus direncanakan dengan matang) dan sejauh ini saya belum pernah menemukan profil keluarga ideal khususnya dari orang tua saya (ayah saya temperamental), jadi saya merasa agak paranoid mendengar kata pernikahan. Yang ingin saya tanyakan, apakah kesiapan menikah itu ada parameternya? Lalu, apa yang harus saya lakukan supaya paranoid ini hilang?

Jazakallahu khairan katsira.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Jawaban:

Assalamualaikum Wr Wb

dakwatuna.com – Saudari Nn yang baik, terima kasih atas pertanyaan yang Sdri ajukan, saya bisa merasakan betapa perasaan Sdri saat ini “galau” menentukan sikap, tentunya ada perasaan bimbang, ragu, dan cemas menghadapi pernikahan. Apa yang sdri rasakan saat ini adalah hal yang wajar dialami setiap wanita yang akan menjalani pernikahan, namun bila “kegalauan” tersebut muncul dikarenakan adanya pengalaman masa lalu, profil orang tua yang kurang harmonis dan Ayah yang temperamental bisa jadi Sdri mengalami trauma yang berdampak kepada kecemasan yang berlebihan sehingga enggan untuk menikah bahkan melakukan ta’aruf sekalipun takut.

Menikah adalah sebuah Ibadah, karena menikah tujuannya adalah dalam rangka mewujudkan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah sebagai sarana kita mendapatkan surga Allah Swt. Calon pengantin yang akan menikah tentu saja harus memiliki kesiapan secara fisik dan psikis. Menikah merupakan ikatan resmi baik dari agama maupun hukum untuk menyatukan dua pasangan untuk hidup bersama membina rumah tangga dalam rangka mencapai kebahagiaan baik dunia maupun akhirat. Untuk itu calon pasangan harus siap untuk berbagi peran dalam rumah tangga, saling berbagi, mencintai dan mengasihi, bertanggung jawab, mengelola keuangan keluarga, memiliki keturunan dan siap bersosialisasi dengan keluarga dari masing-masing pasangan (baik keluarga istri maupun keluarga suami).

Kemampuan beradaptasi dengan suasana dan lingkungan yang baru harus menjadi perhatian, karena dalam berumah tangga banyak hal yang barus terjadi, penyesuaian diri dengan kebiasaan masing-masing pasangan, hobi, peran dan tugas yang bertambah berat sebagai istri.  Untuk itu ada baiknya sebelum memutuskan untuk menikah, calon pasangan memastikan bahwa mereka harus memiliki perencanaan yang matang, bukan hanya soal teknis pernikahan saja, namun juga bagaimana “ perahu” rumah tangga ke depan, ke mana akan dibawa, ke mana arahnya dan bekal apa saja yang harus disiapkan sebelum “perahu” berjalan sehingga rumah tangga yang dibangun kokoh dan terencana dengan baik.

Di samping itu, untuk menghilangkan trauma atau istilah Anda paranoid adalah dengan cara perlahan-lahan Anda mencoba menghilangkan dan melupakan masa lalu keluarga Anda, ikhlaskan dan maafkanlah segala yang terjadi pada keluarga Anda, khususnya Ayah yang Anda anggap keras. Memaafkan adalah kunci kita bisa mengurangi trauma dan mengurangi kecemasan. Banyaklah berkomunikasi dengan para sahabat, keluarga atau  ustazah yang sukses membangun rumah tangga, tanyakan kepada mereka bagaimana mereka bisa sukses, pelajari dan baca buku-buku tentang pernikahan dan yang terakhir adalah pastikan bahwa calon suami Anda adalah bukan orang yang temperamental (keras) dan bukan pelaku KDRT. Sampaikan kepada calon suami Anda kekhawatiran dan trauma masa lalu Anda, dan minta dia berjanji untuk tidak melakukan hal tersebut. Insya Allah Anda akan lebih siap untuk menikah, bila kecemasan dan rasa trauma Anda tidak bisa juga di hilangkan sebaiknya Anda melakukan konseling dengan konselor atau psikolog untuk mendapatkan layanan penyembuhan yang lebih baik. Wallahu’alam.

Untuk pertanyaan dan konsultasi psikologi dapat kirimkan langsung melalui email: [email protected]

banner-konten-bersponsor-rumah-konseling

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Sarjana Psikologi dari Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta. Kemudian melanjutkan S2 Program Magister Profesi Psikologi Konseling dan S3 Psikologi dari School of Psychology and Human Development Faculty Social Science and Humanities Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM). Alumni ILO Labour Migration Academy ILO Training Center Turin Italy dan Asian Graduate Students Fellowship National University of Singapore (NUS) dan Lulus Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA-54) Lemhannas RI. Saat ini menjabat Dekan Fakultas Psikologi Universitas Mercubuana Jakarta dan Direktur Rumah Konseling (PT.Namary Insan Solusi), bergerak dalam bidang Konsultan Psikologi SDM dan Keluarga. Mendirikan Praktik layanan psikologi, Rumah Konseling di Jl. Saidin No. 17 Bambu Apus, Pamulang, Tangerang Selatan. Layanan pelatihan (Life Skill), konseling dan asesmen psikologi melalui temu janji dengan psikologi terlebih dahulu melalui Tlp : 082272187182/081218953316 Pertanyaan dan konsultasi psikologi dapat dikirim ke: [email protected] Jawaban Rubrik Konsultasi Psikologi

Lihat Juga

Bukan Mau tapi Siap, Inilah 4 Hal yang Wajib Dilakukan Muslimah Sebelum Menikah

Figure
Organization