Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Tradisi ‘Ngasek’ di Penempatanku

Tradisi ‘Ngasek’ di Penempatanku

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

petanidakwatuna.com – Tradisi merupakan sebuah kebiasaan yang dilakukan secara turun menurun dari nenek moyang terdahulu hingga sekarang yang masih terus dilestarikan. Setiap wilayah baik itu daerah pulau/kepulauan, seperti Indonesia ataupun sejauh mata memandang adalah hamparan daratan luas, seperti yang ada di Asia, memiliki tradisi yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Tradisi mengingatkan kita semua tentang pentingnya sebuah kebiasaan tempo dulu serta mengajarkan kita bahwa, jangan sesekali meninggalkan yang namanya SEJARAH. Sebab inilah kekuatan dari suatu daerah, yang akan membedakan antara daerah yang satu dengan yang lainnya.

Di Indonesia sendiri yang terdiri dari berbagai ribu pulau yang tersebar dari timur ke barat, dari utara ke selatan, dan terdiri dari daerah-daerah yang memiliki bahasa, budaya, adat istiadat serta tradisi yang berbeda-beda, merupakan sebuah pembeda dalam kehidupan bermasyarakat. Uniknya, di Indonesia ini, dalam satu pulau saja bisa memiliki tradisi yang lebih dari dua, sebagai ‘pembeda’ dalam kawasan daerahnya masing-masing, apalagi yang berbeda pulau, lebih beragam lagi jenis dan bentuknya.

Seperti yang aku alami di daerah pengabdianku menjadi relawan pendidikan selama setahun. Daerah Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Sebuah provinsi yang mengalami pemekaran dari Jawa Barat, yang dihuni oleh sebagian besar masyarakat Sunda dengan berbagai macam tradisi yang mereka miliki, salah satunya adalah tradisi ‘ngasek’.

Tradisi ‘ngasek’ dilakukan oleh penduduk daerah Pandeglang ini ditandai dengan awal musim penghujan tiba. Sebab, di daerah pengabdianku ini merupakan para penduduk yang mengandalkan penghasilan mereka dari bercocok tanam. Namun, bertani ala mereka adalah bertani yang mengandalkan cuaca lingkungan, karena di daerah pandeglang bagian selatan ini (tempat pengabdianku) merupakan daerah dengan ladang/sawah tadah hujan, sehingga mereka akan bercocok tanam ketika musim penghujan tiba. Jika musim kemarau, mereka akan melakukan aktivitas yang berbeda pula.

Di awal-awal musim penghujan tiba, seluruh masyarakat mulai melakukan penanaman padi di ladang yang mereka sebut dengan huma. Huma merupakan sebuah kawasan untuk menanam padi tanpa bantuan air yang melimpah, tidak sama dengan sawah untuk menanam padi pada umumnya yang membutuhkan banyak suplai air.

Tradisi ‘ngasek’ inilah dilakukan pada ladang yang disebut huma tadi. Biasanya untuk melakukan ‘ngasek’ di ladang, mereka mengajak sanak saudara, tetangga ataupun orang lain yang bersedia membantu untuk melakukan penanaman bibit padi agar pekerjaan mereka segera selesai.

Tradisi ‘ngasek’ ini dilakukan dengan cara membuat lubang kecil di permukaan huma dengan bantuan sebatang kayu yang ujungnya dibuat runcing agar mudah dalam membuat lubang untuk menyimpan bibit padi yang akan ditanam pada huma tersebut. Sehingga bantuan dari berbagai pihak sangat membantu untuk menentukan lama atau tidaknya proses penanaman bibit padi tersebut. Biasanya beberapa dari mereka ada yang membuat lubang yang terdiri dari 3-4 orang dan ada yang menaburkan benih padi di belakang mereka, tepat setelah lubang selesai di buat, sehingga dalam sekali jalan, lubang dan benih telah selesai dilakukan dan pekerjaan pun semakin cepat selesai.

Kegiatan semacam ini, bagiku sebuah kegiatan yang masih memegang teguh prinsip gotong royong yang merupakan sebuah tradisi di Indonesia yang telah dikenal sejak lama. Sebagai pembeda dengan negara lain di dunia, walaupun di bumi belahan lain pun punya istilah yang menjurus ke arah kerjasama dan sebagainya.

Tradisi ‘ngasek’ tidak hanya sebatas penanaman benih saja di huma, tetapi tradisi ini menarik untuk dijelajah lebih jauh. Persiapan saat sebelum melakukan tradisi ini juga patut diperhatikan, yaitu mempersiapkan bekal makanan yang masyarakat di sini menyebutnya dengan ‘sangu’ atau bekal makanan berupa nasi dan segala jenis lauk pauknya. Dalam persiapan sangu ini, biasanya mereka memotong seekor atau dua ekor ayam (sesuai dengan kemampuan) untuk bekal makan saat melakukan ‘ngasek’ di huma mereka, apalagi saat ‘ngasek’ banyak yang membantu, sehingga sangu yang mereka siapkan pun lebih banyak.

Hal unik lainnya adalah saat mereka melakukan tradisi ‘ngasek’ ini, mereka lakukan dengan waktu yang berbeda-beda antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lainnya. Tujuan hanya satu yaitu agar mereka bisa saling tolong menolong dalam melaksanakan tradisi ini. Sehingga nilai kegotong-royongan tetap terjaga dari mereka, oleh mereka dan untuk mereka.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Lihat Juga

Tradisi Ilmu dan Pendidikan antara Islam dan Barat

Figure
Organization