Topic

Ibuku

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (islamimadina.blogspot.com)
Ilustrasi. (islamimadina.blogspot.com)

dakwatuna.com – Suatu hari saya putuskan untuk pulang kampung setelah beberapa bulan sibuk dengan aktivitas kampus dan organisasi. Kampung halaman yang sebenarnya tak jauh dari perantauan, hanya butuh waktu 1 jam 30 menit. Sungguh saya menyadari betapa tidak bisanya saya memenej waktu.

Setelah subuh, saya siap-siap untuk pulang, “Bismillah, hari ini full untuk keluarga”, teriakku sambil mengepalkan tangan di depan cermin.

Dalam perjalanan pulang sambil berkonsentrasi mengendarai sepeda motor, saya berpikir apa yang akan saya lakukan untuk full bermanfaat bagi keluarga hanya dengan waktu 1 hari ini. Ilmu yang kudapatkan di perantauan harus kusalurkan, perilakuku harus berubah lebih baik dari kemarin

Sesampainya di rumah pukul 6.30 pagi. Bismillah, kubuka pintu, “Assalamu’alaikum”,salamku. “Wa’alaikumussalam mb”, jawab adikku yang paling bungsu. “Dengaren mantuk mbak (tak seperti biasanya pulang mbak)?”, tanyanya. “Hehe, iyo dek, kangen kowe, kok sepi, do nyangdi? (kangen kamu dek, kok sepi, pada kemana)?, “Do nyang sawah mbak (pada ke sawah mbak)”, jawabnya.

Kuletakkan barang-barang di kamar, lalu ku lihat sekeliling rumah, telah bersih semua, masya Allah, gumamku dalam hati. Seperti biasa ibukku telah selesai dengan pekerjaan rumah semuanya, pukul berapa beliau bangun, dengan akhir pekan seperti ini pasti pekerjaan rumah menumpuk, apalagi saudaraku laki-laki semua. Masya Allah ibuk, multitasking banget.

Setelah berpikir lama bahwa tidak ada yang bisa kulakukan lagi di rumah, maka saya putuskan untuk menyusul ke sawah. Sesampainya di sawah kudapati ibuk, bapak dan adikku yang paling besar di sana. “Assalamu’alaikum?”, kuucapkan salam pada mereka. “Wa’alaikumussalam nduk, lho kok balek (kok pulang)”, Tanya ibuku. “Nggeh bu (iya bu)”, jawabku. “Pundi bapak kaleh adek (mana bapak dan adek)?, tanyaku. “Nyang sebelah kono ( di sebelah sana), jawab ibuku.

Walaupun setiap hari selalu kusempatkan untuk smsan sama ibuk. Dalam hatiku yang paling dalam, sejujurnya saya pengen memeluknya sambil mengucapkan ibuk kangen.Tapi, setiap kali ku ingin mencium tangan dan meminta ijin untuk memeluknya, pasti beliau menolak dengan alasan tanganku kotor dan bajuku bau.

Akhirnya saya berpositif thinking saja, mungkin ibuk malu, mungkin ibu tipe orang yang sulit menyuarakan cinta, tapi saya tahu, ibuk sayang banget sama saya.

“Nduk?”, suara ibukku membuyarkan pikiranku.

“Nggeh bu”, jawabku

“Maaf ya nduk, ibu dan bapak belum bisa memberi apa-apa, maaf ibu tidak seperti ibu yang lain yang bekerja, hanya ibu rumah tangga, sehingga tidak bisa memberimu apa-apa”,

(Deg, tiba-tiba hati ini tiba-tiba berdegub kencang, air mata ingin keluar, ijinkan saya memelukmu ibu, tapiiii, saya harus menahannya),

“Ada apa to buk?, saya malah berterimakasih sangat, ibuk bapak telah memberi banyak hal, saya yang harus meminta maaf belum bisa membahagiakan ibuk bapak, dan saya justru bangga mempunyai ibuk yang bekerja di rumah (ibu rumah tangga), dan saya membayangkan apa jadinya saya dan adik-adik bila mempunyai ibu yang bekerja di luar rumah, tidak ada yang memasakan untuk sarapan, tidak ada bekal makanan, tidak ada yang mengingatkan kami untuk selalu tepat waktu, tidak ada yang mengantar adik ke sekolah, dll, ibu adalah madrasah pertama untuk anak-anaknya”, (tanpa sadar saya tiba-tiba memeluk ibu, saya tidak bisa berkata-kata lagi, ibuk saya mencintaimu karna Allah, saya sangat bangga mempunyai ibu sepertimu).

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Mahasiswi jurusan kesehatan masyarakat angkatan 2012 di SSG Yogyakarta.

Lihat Juga

Ibu, Cintamu Tak Lekang Waktu

Figure
Organization