Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Di Manakah Engkau Wahai Penggenap Separuh Agamaku

Di Manakah Engkau Wahai Penggenap Separuh Agamaku

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (kawanimut)
Ilustrasi. (kawanimut)

dakwatuna.com – Saat perjalanan usia telah hampir tiba di seperempat abad, bermunculanlah tuntutan-tuntutan dari segala arah. Aku tak mengerti apa istimewanya usia seperempat abad, hingga ia menjadi standar saat pilihan berat harus diputuskan. Mulai dari karir hingga urusan hidup di masa depan. Bukan! tentu aku bukan menyalahkan semua tradisi yang sudah turun temurun itu. Apalagi semuanya selalu dibarengi dengan pertanyaan yang entah kapan berhentinya.

Di manakah kan kutemui engkau wahai penggenap separuh agamaku? Satu pertanyaan yang terasa lebay, namun inilah kata hati terdalam. Terserah bagaimana orang menilainya, karena itu hak mereka. Tak salah jika ada kalanya kita merindukan teman setia dalam suka dan duka. Saat sudut-sudut hati terasa kosong maka tentulah ia menunggu penghuni yang akan mengisi dan mendekorasinya hingga menjadi indah.

Apakah kita wanita hanya akan diam memendam saja setiap keinginan? Menurut saya tidak, selagi ada kata-kata yang tidak menolak diajak bicara maka masih ada kesempatan untuk meluapkannya. “Jodoh itu akan datang kalau kita sudah siap”, begitulah ungkapan seorang teman kala itu. Tapi jujur aku pun belum mampu mendeskripsikan entah bagaimana indikator siap itu. Kalimat itu selalu jadi jurus pamungkasku kala ada yang bertanya, “Kapan nikahnya..?”jawabanku itu mampu membungkam sang penanya.

Tapi sampai kapan itu akan dijadikan dalih menyembunyikan keresahan..? Akankah aku mampu menggenapkan separuh agamaku sebelum jurus itu tak lagi berlaku? Biarlah waktu yang akan menjawabnya. Meskipun senyum palsu menjadi topeng saat memberikan jawaban yang seakan menghibur perasaan tetap saja batin merintih dengan pertanyaan yang tiada jawaban. “Di manakah engkau wahai penggenap separuh agamaku..?

Satu persatu mereka telah mampu menaiki tangga untuk menuju sakinah mawaddah wa rahmah. Semangat yang mereka tularkan membuat hati kian rindu melihat jabatan tangan erat bersama lafadz ijab qobul yang memancing doa penduduk langit dan bumi. Di samping rasa ingin itu terselip juga ketakutan akan dapat pendamping yang sama denganku. Dalil yang senantiasa kita lantunkan, menyiratkan bahwa jodoh kita adalah cerminan diri kita.

Tak dapat kubayangkan apa jadinya jika yang kudapatkan adalah cerminan diriku. Siapa lagi yang akan memperbaiki tindak tanduk kami nanti, jika ilmu kami sama tak ada apa-apanya. Jika ditanya harapan, maka sudah pasti dia harapkan yang jauh lebih baik lagi. Memang terkesan membela diri, tapi tak ada salahnya bukan..? Meski tak pantas tetap saja aku ingin mendapatkan yang lebih baik dariku. Memang masih ada waktu untuk memantaskan diri selagi menikmati masa penantian nan entah sampai kapan, namun karena khilaf adalah sifatku aku pun lebih sering terlupa dari pada insyafnya.

Aku tahu sebagai wanita seharusnya menunggu, tentu akan sabar aku menunggu. Karenanya tak pernah ku cari dirimu, meski tak jarang pertanyaan itu mengusik bathinku, “Dimanakah engkau wahai penggenap separu agamaku”. Apakah engkau masih mempersiapkan bekal menjadi imam yang akan menuntun keluargamu menuju Raudhatul Jannah..? Jika iya, maka teruskanlah. Semoga aku juga mampu mempersiapkan bekal menjadi makmum yang taat dalam membersamai langkahmu . Sampai bertemu di mitsaqan Ghalizan yang entah kapan.

Goresan perasaan sebelas purnama di penempatan.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Januarita Sasni, S.Si, SGI. Lahir di Sumatera Barat pada tanggal 25 Januari 1991. Menyelesaikan Pendidikan menengah di SMAS Terpadu Pondok Pesantren DR.M.Natsir pada tahun 2009. Menyelesaikan Perguruan Tinggi pada Jurusan Kimia Sains Universitas Negeri Padang tahun 2014. Menempuh pendidikan guru nonformal pada program Sekolah Guru Indonesia Dompet Dhuafa (SGI DD) sejak Agustus 2014 hingga Januari 2015, kemudian dilanjutkan dengan pengabdian sebagai relawan pendidikan untuk daerah marginal hingga Januari 2016. Sekarang menjadi laboran di Lab. IPA Terpadu Pondok Pesantren Daar El Qolam 3 sejak Februari 2016. Aktif di bidang Ekstrakurikuler DISCO ( Dza ‘Izza Science Community) sebagai koordinator serta pembimbing eksperiment dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah. Tergabung juga dalam jajaran redaksi Majalah Dza ‘Izza. Mencintai dunia tulis menulis dan mengarungi dunia fiksi. Pernah terlibat menjadi editor buku “Jika Aku Menjadi” yang di terbitkan oleh Mizan Store pada awal tahun 2015. Salah satu penulis buku inovasi pembelajaran berdasarkan pengalaman di daerah marginal bersama relawan SGI DD angkatan 7 lainnya. Kontributor tulisan pada media online (Dakwatuna.com) sejak 2015.

Lihat Juga

Din Syamsuddin: Agama Harus di Praktekkan dalam Kehidupan Sehari-hari

Figure
Organization