Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Si Oportunis Dalam Perjuangan Islam

Si Oportunis Dalam Perjuangan Islam

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
ilustrasi (inet)
ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Tak dapat dipungkiri, salah satu imbas dari berlakunya sistem kapitalis sekular yang diterapkan di negeri ini adalah terbentuknya sifat manusia sesuai dengan sifat-sifat dari sIstem tersebut. Salah satu sifat yang tak jarang menghinggapi manusia termasuk kaum muslimin adalah sifat oportunis. Melirik dari asal katanya sifat oportunis berasal dari Bahasa Inggris, opportune, kata sifat yang bermakna tepat, pantas, menguntungkan.

Kata oportunis yang diadopsi bahasa Indonesia sudah mengacu kepada sifat yang cenderung negatif. Jarang sekali dilekatkan kepada sifat positif dalam kontek yang sejalan, misalnya tentang sifat yang gigih mencari peluang usaha, tidak dinamakan oportunis. Tetapi bila ada seseorang dengan sifat ingin enaknya sendiri, suka cari muka di depan atasan, bermuka manis muka hanya yang berkaitan dengan kepentingan-kepentingan pribadinya saja dan sebagainya, maka umum dilabelkan dengan sifat oportunis.

Sifat oportunis tidak sejalan dengan akhlak Islam. Dalam berjuang, Rasul bahkan sebagai pemimpin umat tidak pernah mau enaknya sendiri, dikisahkan dalam sebuah peristiwa menjelang perang Khandaq, Rasul turut serta bersusah-payah menggali parit. Orang-orang munafik saat itu enggan bekerja dan memilih untuk istirahat di rumah. Padahal situasi sedang genting, besok mereka akan diserang oleh pasukan gabungan dari Quraisy dan sekutunya.

Dalam konteks perjuangan Islam, mungkin ada kader yang cenderung memilih dan memilah amanah yang dipandang ‘meringankan’. Sifat tersebut sekilas nampak manusiawi bahwa manusia pasti akan memilih kemudahan daripada kesukaran. Namun, akan melenceng dari akhlak seorang Muslim apabila sudah melampaui proporsinya. Ukurannya apa? Tentu sangat sukar untuk menilai orang lain, bahkan Nabi-pun pernah mengingatkan bahwa beliau tidak diperintahkan untuk menilai hati manusia melainkan amal.

Pepatah Arab mengatakan, man yazro’ yansud, siapa yang menanam, dialah yang memanen. Allah tidaklah tidur terhadap setiap amal maupun niat kita sekecil apapun. Bisa jadi orang tidak tau niat terkecil dan terdalam dari hati-hati manusia. Tetapi bagi Allah, semuanya diperhitungkan, semuanya akan diganjar baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat.

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar zarah pun, niscaya dia akan melihat balasannya” (Az-Zalzalah(99): 7-8).

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Ibu rumah tangga dan aktif di jamaah dakwah Hizbut Tahrir Indonesia, yang menyempatkan waktu untuk sekedar goresan pena.

Lihat Juga

Anggota DPR AS: Trump Picu Kebencian pada Islam di Amerika

Figure
Organization