Topic
Home / Narasi Islam / Politik / Mereka yang Merugi dari Kalangan Al-Kharrasun

Mereka yang Merugi dari Kalangan Al-Kharrasun

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (habibiezone.wordpress.com)
Ilustrasi. (habibiezone.wordpress.com)

dakwatuna.com – Dasar-Dasar Kehancuran Bangsa Al-Kharrasun:                                                           

  • Suka mempertikaikan perkara-perkara islami yang tidak boleh lagi diotak-atik, perkara pasti yang mesti diyakini dengan iman yang teguh.
  • Mendustai wahyu kenabian.
  • Menistai wahyu Quran.
  • Mengingkari kepastian hari kiamat dan hari kebangkitan.
  • Lalai dan tenggelam dalam kesesatan yang menyengsarakan

﴿ إِنَّكُمْ لَفِي قَوْلٍ مُّخْتَلِفٍ ﴿٨﴾ يُؤْفَكُ عَنْهُ مَنْ أُفِكَ ﴿٩﴾ قُتِلَ الْخَرَّاصُونَ ﴿١٠﴾ الَّذِينَ هُمْ فِي غَمْرَةٍ سَاهُونَ ﴿١١﴾ يَسْأَلُونَ أَيَّانَ يَوْمُ الدِّينِ ﴿١٢﴾ يَوْمَ هُمْ عَلَى النَّارِ يُفْتَنُونَ ﴿١٣﴾ ذُوقُوا فِتْنَتَكُمْ هَٰذَا الَّذِي كُنتُم بِهِ تَسْتَعْجِلُونَ ﴿١٤﴾ (Q.S. ad-Dsariyat, 8-14)

(قُتِلَ الْخَرَّاصُونَ) adalah doa yang meminta kematian dan kehancuran bagi orang-orang yang suka melempar wacana tanpa bukti atau fakta yang nyata, mereka ini adalah pendusta dan penabur fitnah.

Gaya bahasa ini kemudian digunakan untuk melaknat. Tentunya, dengan laknat yang lebih kuat cengkraman kehancurannya dari sekadar doa. Setiap laknat adalah kehancuran, namun tidak semua kehancuran datangnya dari laknat, apatah lagi jika laknat itu laknat Alquran yang tidak pernah meleset dalam membidik objeknya.

Bahasa laknat ini serupa dengan tekanan laknat Q.S. Abasa, 17 dan Q.S. At-Taubah, 30:

﴿ قُتِلَ الْإِنسَانُ مَا أَكْفَرَهُ ﴿١٧﴾

﴿ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ ۚ أَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ ﴿٣٠﴾

Siapakah al-Kharrasun (الْخَرَّاصُونَ) ini?

Al-Kharrasun dalam konteks kelompok ayat di atas mencakupi pendusta kenabian, mereka yang mencibir nabi sebagai penyihir, penyair dan pembual.

Ini konteks Quran yang turun 14 abad lamanya. Dalam konteks era kekinian, pendusta kenabian punya aneka ragam topeng kebohongan. Di antara mereka ada yang mengimajinasikan khayalan kedustaan dengan karikatur mengejek yang menggambarkan Nabi s.a.w. sebagai sosok pejihad yang cinta darah. Olehnya itu, semua aksi jihad -terlepas benar atau tidaknya aksi itu menurut pandangan Islam- yang dilakukan oleh kelompok jihad yang mengatasnamakan diri sebagai junudullah atau hizbullah (bala tentara Allah) diidentikkan atau dihubungkan dengan Nabi s.a.w. seperti makna jelek yang diinginkan karikatur tersebut.

Kepada mereka ayat (قُتِلَ الْخَرَّاصُونَ) berkata, “terlaknat kalian! Itu tidak lain kecuali omong kosong belaka. Apakah anda tidak tahu bahwa Alquran tidak pernah menyebut kata pedang meskipun sekali, meskipun kata “pedang” dalam bahasa Arab memiliki banyak kata yang bersinonim seperti الحُسَام yang artinya “pedang tajam,” المُهَنَّد yang artinya “pedang besi yang terbuat dari India,” الصَّارِم yang artinya “pedang ketus” dan lainnya yang semuanya berjumlah lebih dari 10 buah kata, namun tidak satu pun dari mereka ditemukan dalam Alquran. Kemudian, tidak dikatakan seseorang itu nabi kecuali ia datang membawa rahmat, kedamaian dan persaudaraan. Tahukah kalian satu ayat dalam Alquran boleh mematahkan argumen kosong anda ini, yaitu ayat Surah Al-Anbiya’, 107:

﴿ وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ ﴿١٠٧﴾

Di antara mereka ada yang mengklaim bahwa filsuf itu lebih mulia dari seorang nabi. Di tema kenabian, ia melihat bahwa kenabian itu bukan pilihan Allah s.w.t., tetapi ia dapat digapai dengan usaha. Filsuf menerima pengetahuan dari akal dengan jelas dan terang karena ia memiliki akal yang punya kecerdasan aktif. Sementara itu, pengetahuan yang diterima nabi dari wahyu bersifat samar-samar dan tidak jelas, ia seperti simbol dan rumus yang memerlukan penafsiran lebih lanjut. Yang demikian itu karena yang aktif di nabi pada saat itu adalah kekuatan khayalan. Olehnya itu, nabi diutus untuk orang awam, dan filsuf untuk kelompok tertentu, seperti: pelajar, pemikir dan ilmuwan.

Kepada mereka ayat (قُتِلَ الْخَرَّاصُونَ) berkata, “Anda terlaknat dengan laknat ayat-ayat kenabian yang menyatakan bahwa perkataan nabi itu senantiasa terkontrol oleh wahyu. Jika itu wahyu, pastinya ia jelas. Jika ide filsafat saja terang mencerahkan pikiran, sementara ide itu adalah ilham dan ilham itu sendiri lebih rendah derajatnya dari wahyu, bagaimana mungkin wahyu kenabian dikatakan samar-samar dan tidak jelas? Seandainya samar-samar, mana mungkin Alquran menjadi rujukan kehidupan yang mendunia? Bukankah kebodohan mengikuti sesuatu yang tidak jelas dalam keadaan tahu?

Seandainya saja wahyu kenabian itu tidak jelas memberikan tuntunan hidup, pastilah Nabi Muhammad s.a.w. tidak terhitung sebagai pencetus ummah yang paling berpengaruh sepanjang abad seperti yang direkod Michael H. Hart dalam bukunya “100 tokoh paling berpengaruh di dunia.” Jawab laknat Alquran di atas.

Pribadi Nabi s.a.w. sebagai tokoh mendunia yang punya peran besar dalam membebaskan manusia dari kejahilan yang bersifat hewani ke alam yang penuh dengan kedamaian, keselamatan dan hangatnya rasa persaudaraan tidak memerlukan kesaksian orang non-muslim. Itu karena kesaksian Alquran bagi kami sudah cukup dan al-hamdulillah. Namun penulis sengaja menyebut rekod buku Michael di atas sebagai bukti bahwa ketokohan Rasulullah s.a.w. yang mendunia sebagai bapak maknawi yang membawa perubahan besar di alam kehidupan manusia bukan hanya diyakini orang Islam, tetapi non-muslim pun tak dapat menutup mulut untuk menyuarakan fakta ini.

“Bukan wahyu kenabian yang tidak jelas, justru filsafat para pemikir yang kadang membuat pusing. Buktinya, sepanjang sejarah pemikiran manusia, teori-teori filsafat kadang saling menghantam dan menghujat antara satu dengan yang lain. Namun, adakah ajaran seorang nabi ditemukan menyalahi hakikat ajaran nabi lain? Pasti tidak dan itu merupakan fakta yang wajib diyakini.

Karena itu, kalian terlaknat karena anda memutar balik fakta Alquran yang nyata-nyata jelas dan benar.” Lanjut laknat maknawi Alquran kepada mereka.

Al-Kharrasun itu adalah mereka yang mengada-ada dengan Alquran, “Alquran itu kompilasi ilmu yang Nabi Muhammad s.a.w. terima dari kuliah dan ceramah pendeta-pendeta Nasrani dan orang Majusi. Alquran itu buatan Muhammad.” Sangkaan mereka.

Kepada mereka (قُتِلَ الْخَرَّاصُونَ) berkata, “tidak ada yang boleh berkata-kata dengan Allah dalam konteks pewahyuan kecuali dengan 3 jalan Alquran: pewahyuan langsung, di balik hijab atau dengan perantara malaikat Jibril. Wahyu Alquran tidak keluar dari ketiga jalur tersebut. Kemudian, dari jutaan hadits, tak satupun hadits Shahih atau hadits Hasan yang membenarkan tuduhan mereka. Jika pun ada, maka dia bukanlah hadits, tetapi berita palsu yang diberi label hadits.

Jika Alquran itu ada campur tangan Muhammad, tentunya sastra ala manusia terdeteksi layaknya sastra karya lain, namun tidak juga. Buktinya, sastra Alquran tak tertandingi. Seandainya ia sastra Muhammad, tentunya ia boleh ditandingi seperti karya lain. Bagaimana mungkin Alquran hasil dari sastra Muhammad, sementara Muhamad itu ummi, tidak tahu baca-tulis, hidup di lingkungan ummi. Oleh itu, kalian patut dilaknat Alquran, wahai para pendusta keaslian wahyu Qurani.”

Di antara mereka ada yang mengatakan, “struktur bahasa Alquran itu tidak semuanya benar, ada beberapa kalimat yang menyalahi kaedah bahasa, nampak rancu dan asing dari biasanya. Ini menandakan bahwa Alquran bukan lagi naskah yang mesti dikultuskan, justru mesti direkonstruksi dan dikritik.” Pinta mereka.

Kepada mereka (قُتِلَ الْخَرَّاصُونَ) berkata, “meskipun Anda mengaku sebagai pakar bahasa, tetapi yang benar-benar ahli pun seperti Sibawaehi dan AbduL Qahir al-Jurjani atau yang sekelas dengan mereka berdua tidak ada yang meragukan keabsahan struktur bahasa Alquran. Justru mereka menjadikan Alquran sebagai tolak ukur untuk menentukan derajat sastra sebuah ungkapan, khususnya al-Jurjani dengan teorinya an-nadsm “sistematika struktur bahasa.” Itu karena mereka menyakini bahwa dengan Alquran bahasa Arab jadi hidup. Betapa banyak disiplin ilmu dalam bahasa Arab itu sendiri yang digunakan untuk memaknai dan memahami Alquran. Itu tanda bahwa bahasa Arab berutang budi kepada bahasa Alquran.

Oleh itu, kalian patut dilaknat. Rasakanlah sentuhan-sentuhan api neraka yang menghancurkan tulang-tulang kalian!” jawaban maknawi ayat-ayat laknat Alquran.

Al-Kharrasun itu mereka yang mengingkari kebangkitan, mereka yang mengatakan, “alam dunia ini kekal. Tidak ada lagi dunia setelah alam kematian. Dengan matinya seseorang, dunianya telah berakhir. Tidak ada kehancuran, yang ada hanyalah perubahan kondisi dari hidup ke mati dan dari mati ke reinkarnasi (penitisan).”

Kepada mereka (قُتِلَ الْخَرَّاصُونَ) menjawab, “semua makhluk mengisyaratkan hakikat kematian. Di Musim gugur dedaunan berjatuhan dan di musim semi bunga-bunga mekar di taman. Ular melata mencari tempat yang kondusif untuk melakukan pergantian kulit. Kodok di musim dingin membeku di tempurungnya dan pada musim panas dia kembali melakukan aktivitasnya seperti biasa.

Demikian pula dengan organ-organ tubuh manusia. Uban tanda dekatnya ajal, kaburnya penglihatan, tangan yang melepuh, tubuh yang dulunya kekar, sekarang membongkok, mantapnya langkah kaki, kini berjalan terpingkal-pingkal. Semua entitas kehidupan melukiskan hakikat kematian dengan jelasnya. Semua menyuarakan kemusnahan dan kepunahan entitas mereka. Tidak ada yang kekal, kecuali Dia yang berfirman:

﴿ أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ ﴾ (Q.S. An-Nisa’ [4]: 78)

﴿ إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ ﴾ (Q.S Az-Zumar [39]: 30)

Wahai si fulan, lihatlah jam dindingmu selama seminggu! Seperti cakram-cakram jam yang setiap hari menggerakkan jarum panjang dan pendek dalam menghitung detik, menit, dan jam yang mengingatkan kebenaran sebuah rotasi waktu dari yang sederhana hingga ke tingkat yang lebih besar dan komprehensif; dari detik, menit, jam, hingga genap bilangan satu hari, seminggu, sebulan, setahun, bahkan seabad nantinya, demikian halnya dengan jam raksasa alam yang cakram-cakramnya adalah planet-planet, dan jarum-jarumnya menghitung hari, tahun, umur manusia, dan dunia hingga tibanya kiamat besar yang disusul dengan kebangkitan. Jika Anda mengingkari ini, Anda seakan-akan mengingkari diri sendiri. Bukankah diri Anda hidup dalam sirkulasi waktu yang mengindikasikan kebenaran kiamat besar yang akan tiba waktunya di kemudian hari? Bukankah subuh datang setelah malam? Bukankah musim semi dijumpai setelah musim dingin? Jika seperti itu, dan memang seperti itu, apakah Anda masih berani mengingkari kiamat besar? Kiamat besar tentunya dipastikan datang setelah rotasi waktu dengan nama-namanya yang beraneka ragam berhenti pada sebuah titik yang merupakan detik terakhir dari umur dunia.” Jawaban maknawi ayat-ayat kebangkitan Alquran.

“Wahai para pendusta hari kebangkitan! Bukankah penciptaan tahap kedua lebih mudah dari penciptaan tahap pertama? Yang sulit bagi hukum fitrah dan akal mengadakan sesuatu yang tidak ada, namun dalam kasus ini sungguh beda, yang ingin diciptakan kembali dalam sebuah kebangkitan masal telah ada dasar-dasar fisiknya. Kemudian, dari pendekatan kudrat, sesuatu yang paling besar seperti yang terkecil. Kemudian, yang dibangkitkan akan dikembalikan dengan komponen-komponen asli dan aksesorisnya secara bersamaan.” Lanjutnya.

“Karena Anda ingkar, Anda pun patut menerima laknat abadi ini. Rasakanlah engkau seorang diri, tiada penolong bagi kalian.” Laknat maknawi ayat-ayat kebangkitan.

Itulah wajah-wajah al-Kharrasun dalam konteks Quran 14 abad yang lalu dengan konteks era kekinian.

Di penghujung tulisan ini, saya mengajak pemerhati ayat-ayat kehancuran menyuarakan rumusan berikut:

  • Al-Kharrasun kata singkat Alquran yang mendapatkan pemaknaannya dengan panjang lebar oleh dunia kedustaan para penista Alquran, kenabian dan kebenaran hari kebangkitan.
  • Wajah-wajah al-Kharrasun meskipun sederhana pada masa tanzil Alquran, tetapi pada era kekinian topeng-topeng kedustaan wajah mereka datang dengan aneka ragam tipu daya.
  • Meskipun al-Kharrasun punya banyak tipe, tetapi akhir kehidupan mereka ditakdirkan menyatu dalam siksaan api neraka.
  • Mereka punya banyak sifat, tetapi yang menyatukan mereka dalam kesesatan ini adalah sifat lalai yang memfitnah Islam dan nilai-nilai murninya.
  • Mempersoalkan perkara yang valid kebenarannya dengan seribu satu dalil, jalan tercepat menuju jurang kehancuran. Al-Kharrasun telah membuktikannya. Jangan mengekori mereka jika ingin selamat!

 

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Pensyarah antar-bangsa (Dosen) Fakulti Pengajian Alqur'an dan Sunnah, universiti Sains Islam Malaysia (USIM). Degree, Master, Phd: Universiti Al-Azhar, Cairo. Egypt

Lihat Juga

Sistem Akuntansi Syariah di Perusahaan

Figure
Organization