Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Kesabaran yang Dicontohkan di Dalam Alquran

Kesabaran yang Dicontohkan di Dalam Alquran

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
ilustrasi (www.douniamag.com)
ilustrasi (www.douniamag.com)

dakwatuna.com – Di dalam Alquran Surah Al Kahfi, terdapat sebuah kisah yang menarik untuk kita cermati. Kisah yang kita kaji kali ini adalah kisah pertemuan antara Nabi Musa as dan Nabi Khidhr. Kisah ini cukup menarik karena hikmah dari kisah ini dekat dengan kehidupan kita sehari-hari.

Kisah pertemuan antara Nabi Musa as dan Nabi Khidhr as diabadikan di dalam Alquran surah Al Kahfi ayat 60-82, sebagai berikut :

  1. Ayat 60 : Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya[885]: “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun.”

Keterangan angka :

[885]. Menurut ahli tafsir, murid Nabi Musa a.s. itu ialah Yusya ‘bin Nun.

  1. Ayat 61 : Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu.
  2. Ayat 62 : Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: “Bawalah kemari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.”
  3. Ayat 63 : Muridnya menjawab: “Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.”
  4. Ayat 64 : Musa berkata: “Itulah (tempat) yang kita cari.” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.
  5. Ayat 65 : Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami[886].

Keterangan angka :

[886]. Menurut ahli tafsir hamba di sini ialah Khidhr, dan yang dimaksud dengan rahmat di sini ialah wahyu dan kenabian. Sedang yang dimaksud dengan ilmu ialah ilmu tentang yang ghaib seperti yang akan diterangkan dengan ayat-ayat berikut.

  1. Ayat 66 : Musa berkata kepada Khidhr: “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?”
  2. Ayat 67 : Dia menjawab: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku.
  3. Ayat 68 : Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?”
  4. Ayat 69 : Musa berkata: “Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun.”
  5. Ayat 70 : Dia berkata: “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.”
  6. Ayat 71 : Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: “Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?” Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.
  7. Ayat 72 : Dia (Khidhr) berkata: “Bukankah aku telah berkata: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku.”
  8. Ayat 73 : Musa berkata: “Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.”
  9. Ayat 74 : Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: “Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar.”
  10. Ayat 75 : Khidhr berkata: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?”
  11. Ayat 76 : Musa berkata: “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku.”
  12. Ayat 77 : Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.”
  13. Ayat 78 : Khidhr berkata: “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.
  14. Ayat 79 : Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.
  15. Ayat 80 : Dan adapun anak muda itu, maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.
  16. Ayat 81 : Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).
  17. Ayat 82 : Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.”

Dalam kisah tersebut di atas dapat kita petik beberapa hikmah. Nabi Musa as merasa dirinya sabar sehingga meyakinkan Nabi Khidhr bahwa dia benar-benar sabar. Ini seperti kita. Allah SWT meminta kita untuk bersabar jika kita memang beriman, namun, kenyataannya, kita menganggap sabar ada batasnya. Dengan kata lain, tidak sabar.

Sabar atas apa?

Kehendak Allah SWT

Dalam cerita pertemuan Nabi Musa as dan Nabi Khidhr as di atas, segala tindakan Nabi Khidr as bukanlah kehendak dirinya sendiri, melainkan kehendak Allah SWT, hal ini dapat anda baca kembali dalam ayat ke-82. Nabi Musa as berpendapat bahwa dirinya mampu bersabar dan tidak akan bertanya apapun.

Ini seperti dalam kehidupan kita sehari-hari. Sebagai mukmin tentu saja kita harus bertawakkal kepada Allah SWT dengan apa pun yang dikehendaki Allah SWT baik yang kita sukai maupun yang tidak kita sukai. Kita tidak bisa bertanya kepada Allah SWT mengapa hidup kita begini dan begitu. Kita senang di saat Allah SWT memberikan hal yang kita sukai, dan biasanya kita mengeluh dan tidak sedikit yang berburuk sangka saat Allah SWT memberikan hal yang tidak kita sukai. Pada saat hal yang tidak sukai diberikan kepada kita, KITA HANYA DIMINTA BERSABAR.

Bayangkan jika Nabi Musa as menghalangi Nabi Khidhr as, sehingga perahu tadi tidak jadi dilubangi? Benar, perahu tadi akan dirampok. Bukankah lebih baik kapal itu berlubang dari pada kapalnya hilang dirampok. Seperti kehidupan kita sehari-hari, lebih baik diberikan kesulitan di dunia dari pada di akhirat, itu sebuah contoh.

Jika kita mengaku beriman dan bertawakkal, maka sebaiknya kita bersabar dan senantiasa bersyukur atas segala kehendak Allah SWT. Selalu bertaubat atas dosa yang bisa mendatangkan azab Allah SWT, selalu bersyukur dan berprasangka baik bahwa rencana Allah SWT lebih baik, bahwa Allah SWT lebih mengetahui yang kita butuhkan, bahwa Allah SWT lebih mengetahui yang lalu dan yang akan datang, dan…. BERSABARLAH.

Wallahu a’lam bish-shawab

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Anak kedua dari tujuh bersaudara. Lulus dari jurusan Akuntansi Universitas Islam Malang pada tahun 2005. Menjadi santri di beberapa pondok pesantren di Jawa Tengah sejak tahun 1994 sampai tahun 2000. Bekerja di beberapa perusahaan swasta sejak tahun 2005. Memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai General Manager pada tahun 2012 dan berwiraswasta sampai sekarang. saat ini menjadi ketua Yayasan Baitul Mal Nabawi dan juga ketua Paguyuban Hapus Riba area Jogja

Lihat Juga

Perlunya Belajar Tafsir Al-Qur’an Bagi Setiap Muslim

Figure
Organization