Topic
Home / Pemuda / Cerpen / Malaikat Kecilku

Malaikat Kecilku

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

Allah-aku-kamu-cinta-lovedakwatuna.com – Sinar sang surya mulai merayapi lapisan bumi Ciputat, goresan pena sang kuasa bertabur menghiasi udara segar pagi ini. Mata yang masih sayup-sayup menyisakan kantuk sedari malam seakan hilang dengan siraman air wudhu yang membasahi wajah lelaki tersebut. Bibirnya bergerak pelan berirama dengan dzikir kepada Sang Khaliq, jam sudah menunjukkan pukul 05.30, ia bergegas memasuki kamar mandi untuk menjalankan rutinitas membersihkan badan sebelum menjalankan aktivitas hari ini.

Lelaki itu mulai menunduk namun ia bukan generasi penunduk yang sedang ramai dibicarakan media massa akhir-akhir ini. Ia mulai menekan huruf demi huruf hingga terangkai satu letupan kalimat indah untuk seorang yang amat dicintainya.

“Selamat pagi malaikat kecilku J

Dalam hitungan detik pesan singkat itu meluncur memasuki handphone milik wanita pujaannya. Di saat yang bersamaan gemericik kerinduan sedang membasahi jiwa wanita tersebut. Ia rindu, amat rindu hingga tak ada ucapan yang pantas untuk melukiskan kerinduan yang sedang ia rasakan.

Kerlipan lampu di hp wanita tersebut tiba-tiba memecahkan konsentrasinya. Jam sudah menunjukkan pukul 06.30, waktu yang selalu dikhususkan untuknya, tanpa berpikir ulang ia sambar benda tipis abad 21 ini. Jari jemarinya yang khas mulai membuka pesan seorang yang ia cintai dalam diam, dalam kederhanaan yang suci. Senyuman manisnya mulai merekah menghiasi wajah teduhnya. Lagi-lagi ia berbohong dengan jari-jemarinya, walau hati menyuruh mengungkapkan sebuah kalimat nan romantis namun jari-jemarinya tak kuasa melakukan hal tersebut. Satu icon senyum dan tak lupa bumbu semangat ia sematkan pada pesan balasan untuk lelaki tersebut.

“Pagi juga J Semangat!”

Hari silih berganti, cuaca terus berputar sesuai aturanNya namun tak ada yang berubah sedikitpun dengan rasa cinta yang dimiliki Aqin untuk malaikat kecilnya. Ia terus berikhtiar dan berdoa demi wanita pujaan hatinya tersebut. Segala bentuk perhatian dan kebaikan ia tumpahkan hanya kepada wanita berdarah sunda kelahiran jawa yang sudah hampir 4 tahun dekat bersamanya. Tak ada satu ikatan yang kokoh untuk menggambarkan anugerah luar biasa kepada dua insan ini. Hanya kesabaran beriring doa yang menjadi penguat ikatan antara mereka.

Dalam heningnya malam diiringi taburan bintang-bintang yang menghiasi kanvas hitam nan luas, hati mereka seakan saling berbicara mengungkapakan kerinduannya setelah seharian disibukkan oleh perkuliahan. Tak ada pertemuan nyata antara keduanya walaupun jarak antar mereka amat dekat. Sekali lagi hanya lewat bahasa hati mereka bertemu. Betapa perihnya menahan segumpal gejolak rindu malam itu, hingga pada akhirnya Aqin mengirimkan sebuah rangkaian kata untuk malaikat kecilnya,

Ketika malam menjadi saksi pikiranku untukmu

Ketika bintang mengamini doa yang aku panjatkan untukmu

Ketika angin membawakan salam rinduku untukmu

Ketika takdir ini menghalangiku untuk mendapatkanmu

Usaha dan doa yang akan mengalahkan segalanya, InsyaAllah Tuhan akan meridhoi Aku dan Kamu

-Selamat malam wahai bidadariku esok hari J-

Diseberang sana Ria yang sedang asyik membaca novel tak kunjung menghiraukan pesan masuk tersebut, hingga kegelapan malam semakin pekat dan bunyi jarum jam yang semakin terdengar jelas iramanya. Ia tak sadar bahwa ada seorang yang sedang merintih menahan kerinduannya. Selepas membaca novel, ia ingin langsung beranjak ke peraduaanya, melemaskan otot-otot serta pikiran yang sudah keras bekerja seharian. Andai ia merasakan gejolak kerinduan seperti apa yang dirasakan oleh Aqin kepadanya, mungkin ia tak akan sanggup berlama-lama membalas pesan dari lelaki tersebut. Entah mengapa mata sayunya tak segera ingin menutup, tiba-tiba tangan mungilnya mulai menekan hp dan satu pesan yang pertama ia baca tak lain adalah milik Aqin. Pria yang ia cintai dalam diam, dalam tempat tersuci dihatinya. Hampir tiga kali ia membaca puisi manis tersebut. Getaran hatinya mulai menjalar memenuhi setiap relung jiwanya, namun tak ada reaksi yang ia torehkan untuk lelaki tersebut. Hanya serentetan kalimat yang disimpan dalam hardisk hatinya. Walaupun ia pandai menulis kata-kata cinta dalam berbagai kisah cerpen karyanya, namun semua kemampuan itu luluh lantah ketika ia harus berhadapan dengan Aqin, entah mengapa. Ria mulai mengembarakan pikirannya, menghinggapi setiap kosakata yang berterbangan dalam alam bawah sadarnya. Ia mulai membalas pesan Aqin namun hanya sebatas ucapan lirih dari bibir merahnya.

Ketika kata-katamu berterbangan menghiasi seantero gejolak rinduku akan masa depan kita kelak

Ketika burung-burung cemburu melihat kita memadu kasih

Ketika matahari tersenyum memandangi kebahagian keluarga kita

Ketika ayam jago saling beradu mencari perhatian kepadamu, karena kau sibuk memperhatikanku

Ketika purnama ke duabelas nampak, seolah menjadi titik pusat malam dari separuh lapisan bumi ini

Namun imanmu lah yang siap menjadi pusat hidupku dari seluruh lapisan jiwa ini

Selamat malam juga imamku kelak, maaf, aku tak sanggup membalas pesanmu secara langsung. Mungkin Allah punya waktu yang tepat membuka jawaban akan semua doa dan ikhtiarmu untukku. Semoga Allah selalu melindungimu, menjaga imanmu, mempertemukan kita dengan cara yang luar biasa. Amin.

Segala kesusahan kembalikan semua kepadaNya.

Rindumu akan kubalas berlipat ganda kelak, berkumpul menjadi cinta sejati, kesetiaanku padamu. Aamin.

Kemudian Ria hanya membalas “bagus” kepada Aqin yang hampir 2 jam lamanya menunggu pesan balasan dari malaikat kecilnya tersebut. Sungguh ironi dengan apa yang dilakukan oleh Ria, tak hanya kali ini ia munafik dengan segala rasa yang ia rasakan kepada Aqin. Begitulah Ria, sosok wanita yang masih memegang teguh prinsipnya tak kenal seberapa derasnya arus cinta yang mengalir dan siap menghancurkan bendungan hatinya. Namun ia sabar atas skenario yang telah digariskan tuhan untuknya,walau anugerah rasa cinta ini datang sebelum waktu yang ia inginkan, ia tetap bersyukur dengan selalu menghindari segala bentuk kenistaan cinta tersebut.

Suatu hari Aqin bertanya kepada Ria, melalui handphonenya.

“Sedang ada di mana?” tanya Aqin kepada Ria

“Masjid, sedang diskusi” Jawab Ria denga hembusan napas yang sedikit kesal dengan pertanyaan tidak penting tersebut.

“Ohh.. yasudah silahkan diteruskan diskusinya. Hati-hati ya pulangnya” Aqin memberikan perhatian kepada Ria dianggapnya hal yang wajar.

Tanpa ada balasan untuk Aqin, Ria langsung mematikan layar handphonenya. Kemudian ia melanjutkan diskusi kepenulisan bersama teman-temannya. Selang satu jam setelah Ria menyelesaikan diskusinya, ia sudah duduk manis di atas kasur kamarnya untuk beristirahat sejenak dari sengatan sinar matahari saat tadi ia keluar. Tiba-tiba ada pesan masuk dari Aqin yang menanyakan apakah malaikat kecilnya tersebut sudah sampai kosan. Percikan hati yang tidak enak pun mulai muncul pada Ria. Ia membalas pesan Aqin tersebut dengan nada tegas, setegas tekanan saat ia mengetik kalimat tersebut.

“Kenapa sih mau tau banget semua aktivitasku?”

Tak usah menghitung waktu berlama-lama, Aqin segera membalas dengan nada sesal yang tidak kalah sengitnya.

“Nanya gini salah, gitu salah! Terus aku harus apa? Diem doang?! Hah!”

“ Qin, aku itu bukan pacarmu. Kita hanya sebatas teman!” tegas Ria dengan wajah yang mulai emosi.

“Ohh.. jadi friendzone nih, aku juga punya perasaan Ri. Ada kalanya aku merasakan cinta kepada seseorang tapi tak menutup kemungkinan rasa itu akan hilang karena terlalu sering ditekan dan ditanya.”

Ria tak mengerti lagi apa yang diinginkan oleh Aqin kepadanya, dia hanya ingin mencintai sesederhana mungkin tanpa adanya sebuah ikatan kemaksiatan antara mereka. Tak ada balasan apapun yang diberikan Ria kepada Aqin. Di satu sisi ia mulai cemas jika memang anugerah cinta Aqin kepadanya dicabut atas kehendak Sang Pembolak-balik hati Allah SWT, namun di sisi lain ia tak ingin terperangkap oleh bola-bola kemaksiatan. Walaupun selama ini Aqin belum pernah mengajak Ria menuju ke lubang-lubang dosa, namun ketakutan Ria jika ia mengungkakan perasaan yang sesungguhnya kepada Aqin, hal ini akan menjadi wadah gratis bagi setan untuk terus mengarahkannya menuju kemaksiatan.

Keesokan harinya tak sengaja Ria melihat perubahan gambar profil pada akun sosial Aqin, bunyi dari kalimat tersebut seperti ini “seperti tak ada selera mencintai siapa-siapa”. Ria yang membaca kalimat tersebut tiba-tiba merasakan tusukan tajam pada setiap lobulus hatinya, ia menangis dalam jiwanya. Ia kuatkan dirinya atas takdir yang diberikan Allah tersebut. Dalam hati ia bergemuruh “Ria, kamu kuat! Mungkin dia bukan untukmu! Selesaikan studimu, jadilah agen muslim yang lebih baik! Jadilah wanita shalihah! Bismillah.. semangat Ria! Lupakan dia!” Ria memaksa dirinya untuk memendam semua rasa cinta ini dengan berbagai kesibukan, ia mulai mengikuti berbagai perlombaan kepenulisan. Tak ada lagi waktu senggang yang tersisa untuk memikirkan Aqin, walau terkadang ada sekelebat kerinduaannya kepada lelaki tersebut.

Aqin yang sudah capek untuk meneruskan hubungannya bersama Ria karena ia merasa tak ada hasilnya ikhtiar dan doanya untuk Ria selama ini. Berbagai kesibukan juga mulai menghapuskan sedikit demi sedikit perasaannya kepada Ria, ia merupakan mahasiswa yang aktif pada salah satu organisasi islam mahasiswa. Entah mengapa begitu singkatnya Allah mencabut anugerah cinta tersebut kepadanya, padahal sudah selama 4 tahun ia mencintai Ria. Tetapi dalam hatinya terdalam ia masih sayang dengan Ria, ia masih ingin berusaha da berdoa untuknya.

“Wahai dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku atas agama-Mu dan atas ketaatan kepada-Mu”. Lirih Aqin yang tiba-tiba merasakan desiran kerinduan mendalam kepada malaikat kecilnya tersebut.

Tak terasa mereka berdua sudah memasuki tingkat semester 7, sejak percakapan itu, tak ada lagi obrolan antara keduanya. Mereka disibukkan oleh kegiatannya masing-masing hingga lupa memperhatiakan rindu dan cinta yang terus-menerus berteriak ingin segera dibebaskan. Aqin yang kini telah menjadi ketua dalam organisasinya, ternyata secara diam-diam dia terus memanjatkan doa untuk Ria. Doa agar Allah menjadikannya pendamping hidup untu Ria, sungguh sulit bertarung dengan semua rasa ini, namun ia yakin Allah akan menjawab doa-doa tersebut suatu saat nanti.

Ria yang kini telah kebanjiran tawaran kepenulisan, tak urungnya merasakan persis yang dirasakan oleh Aqin. Dia tetap bertahan mengisi segala rindu yang menggebu dengan kesibukan menulisnya. Alunan tombol laptop terus tak ada henti menghiasi setiap harinya, kali ini ia sedang menamatkan sebuah cerpen untuk dipublish pada suatu majalah terkenal. Ia menulis kata demi kata dengan semangat yang menggelora, hingga tercipta satu penutup cerita yang bernilai positif baginya.

“Jangan kau putuskan sendiri akan rasa yang tak pernah ada bosannya menggeliati setiap lobulus hatimu ini, karena ini merupakan anugerah luar biasa dari tuhan untuk hambanya. Bismillah, untuk kesekian kalinya aku memperingati diriku sendiri akan hal ini. Dan berulang kali aku melanggarnya, jadikan doamu yang menginginkan seorang jodoh terbaik menjadi pelecut semangatmu untuk berubah menjadi agen muslimah yang lebih baik dan jauh lebih baik. Serta jadikan rasa cintamu itu suci tak tersentuh oleh noda-noda penghancur keimanan. Jika memang dia jodohmu, Allah tak akan kehabisan cara mempertemukanmu dengannya di waktu dan saat yang tepat. Karena cinta yang tak tersentuh akan jauh lebih dahsyat getarannya mengalahakan getaran tsunami sekalipun. Yakin itu!, jika dia benar-benar cinta dan setia kepadamu, dia tak akan berpaling kepada wanita lain, justru dia akan siap meminangmu suatu saat nanti”

            Satu tahun kemudian Ria dan Aqin berhasil meraih gelar sarjananya, rasa amat bahagia terlukis pada kedua wajah mereka. Hanya ucapan selamat dan senyum yang Aqin berikan untuk Ria saat acara wisuda kemudian Ria membalasnya dengan ucapan Alhamdulillah dan membalas kata selamat juga untuk Aqin yang hari itu juga melakukan prosesi wisudanya. Tiga tahun berlalu, kedua insan ini telah menjadi sesosok yang membanggakan kedua orang tuanya. Umur semakin bertambah namun perasaan mereka masih saling terjaga walupun tak ada ikatan pacaran antara keduanya.

Aqin yang masih mencintai Ria tak ubahnya seperti anak muda yang sedang menyelidiki apakah gadis tersebut sudah memiliki pacar? Ya dia mulai menanyakan keadaan Ria saat ini kepada teman-teman Ria saat di kampus dulu. Syukur, selama itu juga Ria masih menjaga prinsipnya. Tanpa berpikir ulang, Aqin kemudian mendatangi kedua orang tua Ria di jawa timur. Ia meminta agar Ria dapat menjadi pendamping hidupnya kelak, Ria yang mendengarkan percakapan sakral tersebut tiba-tiba meneteskan air mata haru akan segala skenario Allah ini. Ibu dan bapak Ria langsung menyetujui permintaan Aqin, karena sebelumnya Ria sudah menceritakan tentang Aqin kepada orang tuanya tersebut.

Semua doa dan ikhtiar Aqin selama ini terbalaskan sudah, pernikahan berlangsung sangat hikmat. Satu mimpi Ria pun terlaksana, ia dulu bermimpi akan memberikan sebuah novel tentang kisah percintaannya kepada tamu undangan pernikahannya. Akhir cerita dalam novel tersebut benar-bernar terjadi pada dirinya. Kini mereka telah memiliki ikatan halal, kebahagianpun terpancar dari kedua insan tersebut. Tak ada keromantisan yang tertinggal di setiap detik yang mereka jalani bersama, seperti layaknya anak muda yang sedang jatuh cinta.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Mahasiswi Jurusan Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Anggota FLP cabang Ciputat, Alumni MBI Amanatul Ummah Pacet-Mojokerto, Alumni MI, Mts Perguruan Mu�allimat Cukir-Jombang.

Lihat Juga

Semusim Cinta, Ajang Menambah Ilmu dan Silaturahim Akbar WNI Muslimah Se-Korea Selatan

Figure
Organization