Topic
Home / Berita / Opini / Bedah Ulang Citra Partai Dakwah (Trust Me, PR Is Staying Alive, Bagian ke-2)

Bedah Ulang Citra Partai Dakwah (Trust Me, PR Is Staying Alive, Bagian ke-2)

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (dettifebrina.com)
Ilustrasi. (dettifebrina.com)

dakwatuna.com – “Trust is personal and distinctive. It is given by other people. It is reciprocal. It is not “ours” to own or rebuild.” (Robert Phillips, “Trust Me, PR Is Dead”).

Menjelang Musyawarah Nasional (Munas) ke-4 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Depok, Jawa Barat, kajian menyeluruh ke mana biduk partai ini berlayar menjadi amat relevan dan akan menjadi bingkai wajah PKS lima tahun ke depan.

Menariknya, skeptisisme Robert Phillips (sila simak “Trust Me, PR Is Staying Alive bagian 1) agaknya bersepakat dengan apa yang diungkapkan Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman. “Citra bisa dibangun melalui deception ataupun credibility.Orang bisa saja menipu terus menerus hingga akhirnya citra yang menipu dipercaya publik sebagai kebenaran. Tapi PKS tentu tak akan mengambil jalan itu.”

Senada, Ketua Bidang Humas DPP PKS Dedi Supriadi mengajukan agar kata“pencitraan” tak lagi disebut dalam amanat munas. Ditinjau dari  esensi maupun diksi, frasa “membangun reputasi” lebih bersesuaian dengan jati diri partai.

“Pencitraan” yang – bahkan oleh profesor dan praktisi public relation (PR) sekaliber Robert Phillips – tengah menuju senjakalanya, dan “citra” sebagai buah reputasi, sebagai dua hal yang harus dipisahkan.

Maka, sejumlah pokok pikiran dalam rangka menyusun kembali serpihan citra PKS untuk beberapa tahun mendatang agaknya harus menempuh jalan lebih terjal dan menguras lebih banyak keringat.

Karena kredibilitas dan reputasi tentu bukan rezeki nomplok yang tetiba turun dari langit. Apalagi di kerasnya ranah politik.

Berikut sekadar oret-oret menjinakkan ide-ide di kepala.

Pertama, pengembangan jaringan PR alih-alih hirarki. “PR currently speaks to hierarchies in a world of networks. It is therefore starting in the wrong place,” ujar Phillips. Humas sejatinya bukan hanya figur publik atau pejabat humas partai. Humas seharusnya adalah seluruh kader partai.

Inisiasi “kabeh dadi humas” dari DPW PKS Jawa Tengah patut jadi model yang menasional dan ditata lebih baik.

Sebagai partai yang tak boleh bercela, yang tentu saja tidak mungkin, rasa kepemilikan bahwa semua yang mengaku kader PKS adalah juru bicara partai penting ditumbuhkan. Karena karakter-karakter “orang baik” yang dididikkan oleh para pengelola unit pembinaan seharusnya menjelma pula dalam perilaku bermedia mereka.

Dengan demikian ketika mereka yang dikenali sebagai orang PKS tampak sangat galak di akun-akun media sosial, hobi broadcast berita hoax lawan politik, wajar muncul tanya: kenapa PKS jadi begini?

Anda, warga PKS, boleh tidak sepakat karena merasa bukan siapa-siapa dalam kepengurusan partai. Akunku kebebasanku. Bahwa publik harusnya merujuk pada narsum ring 1 atau pada akun-akun formal PKS. Namun senyatanya ekspektasi tinggi publik terhadap partai ini mendefinisikannya demikian.

Maka kedua, edukasi literasi informasi perlu masuk dalam kurikulum character building PKS. Tak cukup hanya dengan mempunyai akun media sosial, mereka juga harus bertanggungjawab dengan apa yang mereka bagi di sana.

Namun ketiga, memastikan seluruh kader maupun figur publik PKS senantiasa tanpa cela tentu adalah kemustahilan. PKS juga kumpulan manusia yang setiap potensi dalam hadits al insaanu mahalul khoto’ wa nisyan sangat mungkin terjadi.

Dan manakala terjadi, kesalahan tak boleh di-spin seakan jadi benar.

“There is no space for spin. Today’s progressive public leaders are those who start with the truth – and make it openly available for all. This includes the uncomfortable truth, even when mistakes have been made…,” lagi ujar Robert Phillips.

Mengakui kesalahan – and how to handle it – adalah bagian dari good party governance yang berulangkali dilontarkan Presiden PKS M. Sohibul Iman.

“.. and admission of error builds trust.”

Mengakui kesalahan justru akan memunculkan trust.

Keempat, pemilik dan elit media mungkin masih relevan masuk dalam lingkar jaringan strategis, tapi perlu diingat bahwa kini semua orang dapat “bersuara”. Dan suara mereka juga patut didengar.

Lebih jauh, partai politik seharusnya mengembangkan ide-ide dan rencana bersama khalayak. Bukan hanya sebagai obyek perolehan suara.

Trusted companies of the future are not those built public relation or commercials. They are those informed by regular people – their aims and their ambitions; what they love and what they loathe.

They are fully participatory, embracing the crowd constantly and democratically as citizens, rather than targeting them as consumers,” ujar Phillips.

“The actions of the trusted organisation are guided by the shared wisdom and shared values of regular people.”

Suara tokoh dan pembuat opini mungkin penting. Namun aktivitas organisasi yang terpercaya dituntun oleh kebijaksanaan dan nilai bersama yang dimiliki orang-orang biasa.

Dan PKS punya modal kader. Jangan biarkan kader terjebak pada debat kusir. Konstruksikan media sosial sebagai tempat berbagi buah pikiran, menguji gagasan secara sehat, silaturahim, layanan publik, dan mengembangkan kultur jurnalisme warga/citizen journalism (di Lampung kami sebut saja keluarga besar PKS yang tergabung di sana sebagai anggota kaderzen journalism).

***

Mungkin ada yang menganggap bahwa ini bak mengembalikan PKS pada kenaifannya dulu. Yang dicinta dan jadi media darling, namun tertolak dalam kultur politik kebanyakan.

Bahkan toh masih muncul pandangan bahwa semua upaya yang dibangun (sebut saja: galibu, munas di tempat “sederhana”, dan susunan kepemimpinan pasca putusan majelis syuro) sebagai muslihat tricky dan tidak genuine.

Tapi, bukankah memang demikian resiko bergiat di partai politik? :) .. Jadi, ya sudahlah. Let it be. Tetap saja berbuat dan terus mengedukasi diri.

Setidaknya PKS sudah memasuki dasawarsa kedua kehadirannya di tanah air. Sudah menyesapi masa penuh cinta maupun caci, pasang dan surut perannya dalam bernegara. Semoga demikian pula ia tumbuh dewasa dengan berbagai onak di belantara politik ini.

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Berkhidmat di dunia literasi media, tinggal di Bandar Lampung

Lihat Juga

Ada Dakwah di Dalam Film End Game?

Figure
Organization