Topic
Home / Pemuda / Cerpen / Cappuchinoku Pagi Ini

Cappuchinoku Pagi Ini

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

secangkir-kopidakwatuna.com – Kuhabiskan cappuchinoku pagi ini, sambil menatap kosong layar monitor, sambil mengacuhkan notice email email yang masuk. Pikiranku melayang lagi akan dialog kita subuh tadi. Huh, sungguh aku kesal. You push me to thinking. Padahal kau tahu, aku benci berfikir.

Kamu : Assalamualaikum, Insya Allah besok sore aku ke Surabaya untuk beberapa hari. Ada area manajer perusahaan syariah yang baru buka.

Aku   : Wa’alaikum salam, fii amanilah

Kamu : Mereka memintaku jadi mentor di sana untuk beberapa minggu. Kalau panjang umur aku segera balik jakarta

Aku   : Semoga sukses. Have a nice trip.

Seketika dialog terhenti. Mungkin kau bete dengan jawaban datarku. Sudahlah, aku sedang malas meladenimu.

Lalu hapeku berbunyi lagi. Itu pesan darimu. Mesti kubuka, kau selalu marah kalau aku tak cepat balas pesanmu.

Kamu : Hati-hati cara pandangmu tentang dongeng terhadap peristiwa yang terjadi dalam kehidupanmu.

Aku   : Maksudnya apa? Aku cuma bisa merencanakan berjuta dongeng, dan Allah akan mencoret dongeng yang tidak sesuai

Ingatanku melayang akan dialog terakhir denganmu. Berdebat tentang dongeng-dongeng khayalanku. Kupikir sudah selesai dengan topik dongeng. Ternyata kau munculkan lagi, dalam narasi kita.

Kamu : Kebanyakan orang menganggap dongeng yang sesuai dengan seleranya itu yang benar sedangkan yang tidak sesuai dengan seleranya Allah telah mencoretnya. Hati hati, itu jebakan kehidupan (fatalisme)

Aku   : Nyatanya, Allah banyak mencoret dongeng yang kuinginkan. It’s fine for me. Aku hanya perlu berjalan lurus dan terus, berdiri lebih lama, untuk alasan yang lebih besar. Aku ga pusing lagi, dongeng mana yang akan menjadi nyata. Toh semuanya hanya perlu berperan terbaik.

Kamu : Orang berakal adalah orang yang mencurigai pendapatnya sendiri dan tidak mempercayai apa yang dipandang baik olehnya (Ali bin Abi Thalib RA)

Aku benci kau memamerkan kepintaranmu dalam mengutip ayat Allah, atau menyelipkan hadist beserta sanadnya, dengan detil. Entah bagaimana Allah memberimu hikmah, hingga Alquran yang mulia dan ribuan hadist terpatri kuat dalam ingatanmu. Mungkin aku bukan membenci. Aku hanya iri. Iri akan kepintaranmu.

Aku   : Aku cape mikir. Aku males mikir. Kamu tahu aku bukan konseptor yang baik buat hidupku. Biarkan itu menggelinding dan memantul kemana saja, sambil di antaranya, bernafas sebisanya. Semakin aku berpikir, semakin berat melangkah. Semakin gak berpikir, semakin ringan melangkah. Biarkan takdir dan nasib bertarung dengan doa dan ikhtiarku di langitNya. Dan sekali lagi. Aku ga pengen pusing akan hasilnya

Kamu   : Itu bagus sekali, terima kasih.

What ??? Aku bales panjang kali lebar, kamu cuma bales sebaris itu? Iih… menyebalkan. Tapi bukan aku, kalau ga bales pesanmu, hehehhee…

Aku    : Apanya yang bagus? Terima kasih untuk apa? Kesimpulan dari dialog ini apa?

Kamu   : ini kesimpulannya, (1) Jangan putus silaturahmi. (2) Sekadar saling menasehati dalam kebaikan sesama muslim. (3) Siapa tahu kepergianku ke surabaya adalah kontak terakhirku denganmu. Bagusnya kamu selalu punya pendapat. Dan terimakasih atas waktu yang kamu luangkan membalas pesanku. KATANYA GA MAU MIKIR?

Aku     : Hahahahhaaa… you push me to thinking

Kamu   : Makanya jangan selalu berprasangka buruk agar terbiasa menghormati pendapat orang lain

Aku     : Did i ?

Kamu : Kadang kala

Aku     : Beeeeuuuuhhh….. wkwkwkkkk….

Kamu   : Aku sekarang berangkat ke bandara. Hati hati pulang kerja nanti sore

Aku     : Oke, fii amanilah, again…

Akhirnya dialog itu terputus dengan salam perpisahan. Aku ga tau. Mungkin ini cara kita berdua berdamai dengan beberapa hal yang kita ga bisa jalanin bersama. Saling berdebat, sekadar menyambung silaturahmi. Walau tepatnya, kamu yang menyambung silaturahmi. Karena kamu yang selalu mengirimkan pesan terlebih dahulu, setelahnya kita akan saling berdebat kembali.

Lamunanku terhenti, karena ada telepon berdering di mejaku. Sudah, aku mau fokus kerja dulu. Kubuang jauh-jauh dulu kamu. Toh kamu masih akan lama di surabaya.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Ekstra ordinary mommy for extra ordinary kids yang senang travelling, dan gak pernah punya rencana apa apa untuk trip selanjutnya.

Lihat Juga

Sebuah Nasihat Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

Figure
Organization