Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Adi dan Tanda Persahabatan

Adi dan Tanda Persahabatan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Nurhasanah)
Ilustrasi. (Nurhasanah)

dakwatuna.com – Matahari mulai memberikan sengatan terbaiknya. Tak terasa jam mengajarku pun hampir usai. Aku sedang mengajar Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) di kelas 4. Kini aku menunggu hasil karya dari siswa-siswa hebatku. Hari itu materi yang aku ajarkan adalah menggambar imajinatif dengan tema tumbuhan dan pemandangan alam sekitar kita.

Seperti biasanya, kelas yang aku ajarkan pada jam yang terakhir pun pulangnya paling lama. Tetapi siswaku yang lainnya mulai dari kelas 1, 2, 3, 5, dan 6 sudah pulang. Hanya ada beberapa saja yang masih menunggu teman-temannya dan juga menungguku. Termasuk Adi, siswaku yang satu ini sudah naik kelas. Dulu awalnya pertama kali bertemu dengannya, bocah berkulit hitam ini duduk di kelas 6 SDN Sindangresmi 2. Dimana sekolah tempat aku mengabdikan diri menjadi Relawan selama setahun. Anak ini begitu hyperaktif, mempunyai kecerdasan suka berbicara dan gaya belajarnya kinestetik. Anak ini suka sekali berbicara denganku. Apapun itu, baik itu tentang menceritakan temannya sendiri, bahkan terkadang membuat orang lain merasa kesal pun sudah dia lakukan. Tingkahnya yang begitu lucu membuatku semakin bertambah sayang. Rasanya tak ingin berpisah dengannya. Melihat sosoknya yang begitu menyayangi anak perempuan kecil yang rumahnya di samping tempat tinggalku. Dia seperti sosok kakak yang ingin menjaga dan melindungi adiknya.

Pada saat aku mendapatkan giliran pertama kegiatan Monitoring dan Evaluasi (MONEV) , senin, 31 Agustus 2015 yang lalu, anak ini seperti takut kalau-kalau aku akan dibawa kembali ke Bogor. Saat itu aku berpura-pura akan dijemput untuk dibawa kembali ke Bogor, aku sedikit berakting. Aku menceritakan kepada seluruh siswaku kalau aku sudah menyiapkan semua barang-barangku.

Sedikit merasa bersalah, tetapi aku tetap berakting sampai-sampai ibu kantin di sekolah hampir menangis gara-gara mendengar berita kepulanganku. Beliau langsung bertanya kepadaku dan berkata dalam bahasa setempat“nek uih ka Bogor, bu? Aing mah ngarasa kahilangan”. Sontak saja kalimat tersebut membuat mataku berkaca-kaca, namun aku mencoba untuk tetap tersenyum. Alhasil beberapa siswa di kelas 6 ada yang sudah menangis, termasuk Adi. Matanya mulai berkaca-kaca, merah dan aku merasa dia akan sangat sedih sekali.

Karena merasa tidak tega aku langsung bilang kalau aku hanya berakting dan berpura-pura saja. Seketika mereka langsung berteriak hore dan melompat seakan mendapatkan hadiah lotre. Melihat senyum mereka aku menjadi lebih bahagia.

Aku melihat arlojiku dan merasa kalau hari itu aku memiliki jam mengajar. Aku masuk ke ruangan kelas 4 dan memberikan materi pelajaran. Usai memberikan materi pelajaran, aku meminta siswaku untuk menggambar. Untuk menggambar memerlukan waktu yang cukup lama sehingga aku juga harus menunggu mereka. Adi, Eka, Anis, Sani, Halimah, Juheni dan beberapa siswaku yang lainnya masih menunggu di luar. Berharap bisa pulang bersamaku. Mereka mencoba untuk masuk karena ingin melihat temannya sedang menggambar. Tapi aku tidak mengizinkan mereka masuk.

Adi tetap saja masuk ke ruangan kelas. Lalu dia melihat dan bahkan mencoba membantu anak-anak yang sedang aku berikan tugas. Dia membantu mewarnai gambar yang sudah mereka gambar. Lalu tiba-tiba bocah ini mendatangiku. Aku terheran dia mendatangiku dan tersenyum mungil.

“Bu, sini pinjam tangannya.”kata Adi.

“Untuk apa, di?” Tukas ku.

“Sini dulu tangannya bu,” perintah Adi kepadaku.

“Baiklah, ini telapak tangan ibu,” ujarku sambil memberikan telapak tanganku.

“TANDA PERSAHABATAN, tidak boleh dihapus,” teriak Adi sambil mencolekkan correction pen ke telapak tanganku.

Sejenak aku berpikir kalau anak ini sudah menganggapku seperti sahabatnya. Bahkan mungkin seperti kakaknya sendiri.

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Relawan Sekolah Guru Indonesia Dompet Dhuafa. Penempatan Kab. Pandeglang-Banten.

Lihat Juga

Berbakti Pada Bunda tak Mengenal Waktu

Figure
Organization