Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Memaknai Kehilangan Orang Tercinta

Memaknai Kehilangan Orang Tercinta

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Pernahkah kita berpikir siapa atau apakah yang paling berarti buat kita dan sangat mempengaruhi segala hal yang terjadi dalam hidup kita? Keluarga mungkin adalah jawaban yang akan banyak muncul ketika pertanyaan tersebut dilontarkan. Lalu pernahkah kita berpikir seberapa bernilai kah keluarga kita tersebut dan bagaimana rasanya bila ditinggalkan oleh salah satu anggota keluarga? Sedih? Pasti, akan tetapi bagaimana dan seberapa lama kita akan merasakan kesedihan tersebut?

Sebuah kisah yang datang dari masa lampau menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai hal tersebut. Kejadian ini bermula ketika perang Uhud berkecamuk. Seorang wanita yang mendengar gemuruh dari Uhud membangunkan suaminya, Said. Sang suami terheran-heran karena justru sang istrilah yang mendengar gemuruh perang yang berkecamuk. Said langsung bersiap untuk berangkat berperang. Sang istri pun membantu menyiapkan perbekalan serta kuda bagi suaminya. Sesampainya di medan peperangan, Said berperang dengan gagah berani dan ia syahid dalam perang tersebut. Ketika mendengar suaminya syahid dalam perang tersebut, ia hanya termenung sebentar. Setelah itu, ia bingung hendak mengutus siapa dari keluarganya untuk berperang di jalan Allah karena ia hanya tinggal memiliki anak lelaki berumur 10 dan 15 tahun. Sang anak yang berumur 15 tahun, Amas, berkata kepada sang ibu agar ia dibolehkan berperang. Maka sang ibu pun mengiyakannya dan mempersiapkan perbekalan serta kuda baginya. Akan tetapi, kabar syahidnya anggota keluarganya kembali datang. Kemudian anak lelakinya yang masih berumur 10 tahun, Sa’ad, berkata bahwa ia pun ingin berjuang di jalan Allah. Sang ibu pun dengan ikhlas melepas kepergiannya. Sekarang ia berada dalam kebingungan kembali karena seluruh lelaki dalam keluarganya telah pergi berperang dan kesemuanya telah syahid di jalan-Nya. Akhirnya ia berkata bahwa dirinyalah yang akan pergi ke medan perang bahkan menawarkan dirinya untuk memanggul senjata. Namun, tentu saja ia tidak ditempatkan sebagai pemegang senjata di medan perang. Perempuan-perempuan ditugaskan untuk mengurus ransom dan P3K.

Pada perjalanannya dalam menunaikan tugasnya untuk memberi minum kepada para prajurit yang terluka, ia melihat Rasulullah berada dalam kondisi dikepung musuh. Pasukan Rasulullah yang termakan isu bahwa Rasulullah telah meninggal tidak melihat pengepungan tersebut. Di tengah pengepungan tersebut, ia melihat kepala saudara muslimnya menggelinding di dekatnya. Perempuan tersebut yang melihat hal itu langsung geram dan mengambil senjata di dekatnya dan langsung menuju ke arah kerumunan tersebut. Ia berhasil menebas prajurit-prajurit dari pihak musuh. Tetapi tiba-tiba tangan kanannya ditebas oleh musuh. Maka ia memegang senjata dengan tangan kirinya. Ketika ia hendak mencari kuda tunggangan, kuda yang baru saja dinaikinya terjengkang hingga ia lah yang diinjak-injak oleh kuda tersebut. Ibnu Mas’ud yang melihat hal tersebut menolongnya. Tepat setelah ia tertolong dan sadarkan diri, perempuan tersebut meminta untuk diberikan senjata agar ia bisa berjihad kembali. Sang perempuan pun kembali berjihad hingga kepalanya sendiri lah yang menggelinding. Syahidnya perempuan tersebut dalam medan peperangan menyebabkan langit Uhud mendadak menjadi gelap. Kegelapan yang menyelimuti Uhud tersebut ternyata adalah sayap-sayap para malaikat yang menyambut syahidnya sang perempuan tersebut yang telah berjihad sepenuhnya untuk Allah dengan mengikhlaskan harta, keluarga, dan bahkan nyawanya sendiri demi menggapai ridho-Nya. Perempuan tangguh tersebut bernama Nusaybah.

Ya, Nusaybah memaknai kehilangan keluarganya dengan cara yang istimewa. Ia sadar bahwa segala yang ia miliki adalah titipan Allah. Akan ada saat di mana apa yang ia miliki akan diambil kembali oleh Sang Pemilik. Keikhlasan dan kerelaanlah yang senantiasa memenuhi hatinya dalam menjalani kehidupannya hingga tiap kehilangan yang ia maknai sebagai suatu jalan untuk menggapai ridha-Nya.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Peserta PPSDMS Nurul Fikri Regional III Yogyakarta.

Lihat Juga

Makna di Balik Sabar

Figure
Organization