Topic
Home / Narasi Islam / Sejarah / Kejatuhan Baghdad dan Masuk Islamnya Pasukan Mongol

Kejatuhan Baghdad dan Masuk Islamnya Pasukan Mongol

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (arabworld.nl)
Ilustrasi. (arabworld.nl)

dakwatuna.com – Dan masa kejayaan dan kehancuran itu, Kami pergilirkan di antara manusia agar mereka mendapat pelajaran; dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada.
(Ali Imran : 140)

Saat itu Baghdad kalut, penuh prahara dan ancaman dari seluruh penjuru mata angin. Pasukan Mongol yang kabarnya ganas dan ulung menunggang kuda sejenak lagi sampai di pintu-pintu Baghdad, bersiap melahap segala yang ada; membunuh yang hidup, merobohkan yang tegak, membakar yang utuh, dan menghancurkan bukan sekedar orang Arab, mereka berniat melenyapkan peradaban!

Khalifah Abbasiyah terakhir itu, Al-Musta’shim namanya, dalam ketegangan yang menjadi-jadi itu, dia malah asyik masyuk dengan selir-selirnya, menari bersama tanpa ingat Hulagu Khan sang jenderal Mongol sudah berada di batas wilayah Abbasiyah berbekal pedang, siap melumatkan seluruh kota. “Ia orang yang sangat menggemai hiburan”, tutur Ibnu Ath-Thuqtuqa penulis Al-Fakhri menggambarkan sifat Al-Musta’shim, “mendengarkan musik dan nyanyian, hingga hampir tiada waktu kecuali di dalamnya terdapat sajian hiburan semacam itu meskipun satu atau dua jam.”

Dan di situlah tanda-tanda keruntuhan merasuk pilu.

Sekadar sebuah pengetahuan, mata air sejarah mengabarkan pada kita bahwa, hanya ada dua orang yang tak pernah mengalami kekalahan dalam perang; Genghis Khan yang merajai Mongol, dan Khalid bin Walid Sang Pedang Allah. Maka saat itu, Kaum Muslimin sedang menghadapi anak cucu Genghis Khan, yang saat itu namanya merebak sampai ke penjuru dunia sebagai pasukan yang tak pernah kalah perang.

Ketika sampai di Bukhara, Pasukan Mongol mengumpulkan umat islam di Masjid-masjid dan menyembelih mereka. Lalu ketika mereka membobol gerbang Samarkand, dengan beringasnya mereka menggiring Umat Islam disana keluar kota, lalu membantai mereka hingga bisa membuat piramida dari tumpukan kepala kaum Muslimin. Ketika mereka memasuki Gorgan, Juwaini sang Ahli Sejarah menyebutkan ada 50.000 tentara Mongol, setiap dari mereka diwajibkan membunuh 24 muslim.

Akhirnya mereka tiba di gerbang Baghdad!

Kejatuhan Baghdad –yang saat itu adalah Kota paling indah di muka bumi- tidak bisa dihindari lagi. Pasukan Mongol yang dipimpin Hulagu Khan memasuki Baghdad dengan penuh penghinaan. Wanita-wanita Mongol datang berbekal pisau dan dengan ringannya membunuhi sekelompok lelaki Arab. Sebab saat Baghdad jatuh, mental dan percaya diri kaum Muslimin begitu rapuh. Saat itu tahun 1258 Masehi, mereka menghancurkan Umat Islam setelah sebelumnya menjajah Polandia, Moskow dan Bulgaria di Eropa. Mengerikan.

Khalifah Al-Musta’shim menggigil ketakutan, ia sebelumnya menganggap kedatangan pasukan Mongol hanya mitos belaka. Banyak gubernurnya yang telah mengingatkannya bahwa hari teror itu akan terjadi, namun Khalifah Al-Musta’shim sesuai dengan tulisan Abu Al-Mahasin, “tidak memiliki pengetahuan memadai mengenai urusan pemerintahan dan kekuasaan, tidak memiliki semangat dan mengabaikan persoalan penting, dan senang menumpuk-numpuk kekayaan.”

Maka sejarah pilu itu diabadikan oleh Imam As-Suyuthi, yakni ketika Pasukan buas Mongol memasuki Baghdad ketika hari Asyura. Di saat yang sama, perdana Menteri Abbasiyah saat itu, Ibnu Alqami –seorang syiah yang menjadi pengkhianat Khalifah- menyarankan kepada Al-Musta’shim untuk mengadakan perjanjian damai dengan pasukan Mongol seraya berkata, “Aku akan menemui mereka wahai tuanku untuk mengadakan perjanjian damai.”

Ibnu Alqami, Sang Pengkhianat Umat

Ibnu Alqami malah mendatangi Hulagu Khan dan merencanakan sebuah makar yang mengerikan. Sejurus kemudian Alqami kembali kepada Khalifah dan berkata bahwa Hulagu Khan menawarkan akan menikahkan puterinya dengan putera Al-Musta’shim. Ibnu Alqami membuat siasat licik yang membuat Al-Musta’shim dan menteri-menteri serta Ulamanya akhirnya keluar dari Istana menyambut Hulagu Khan di tendanya.

Malam itu, ketika para Ulama hadir, para ahli intelektual pun diundang dan pegawai kerajaan Abbasiyah semuanya berada di tenda Hulagu Khan atas untuk menyaksikan pernikahan puteri Hulagu dan putera mahkota Al-Musta’shim, mereka malah dikejutkan dengan serangan tebasan pedang ke leher-leher mereka. Begitu juga nasib semua hadirin yang berniat mengucapkan selamat, setiap jiwa yang datang ditebas dan mati di tempat!

Setelah peristiwa pilu itu, Pasukan Mongol memulai aksi terornya membantai kaum Muslimin di tengah kota, sehingga ketika Hulagu Khan memerintahkan penghitungan jumlah korban tewas, kaum Muslimin yang dibantai berjumlah 1.8 juta! Pembantaian berlangsung selama 30 hari. Bukan hanya jiwa, mereka membakar perpustakaan, “mereka membakar Darul Hikmah perpustakaan terbesar Umat Islam sedunia, lalu membuang buku-bukunya ke Sungai Eufrat hingga ia menghitam sebab tinta”, kata seorang Ulama. Bayangkan saat-saat mengerikan itu, terabadikan dalam khutbah terakhir seorang Imam dalam Shalat Jumat sebelum kedatangan Mongol.

“Segala puji bagi Allah, yang mengalahkan perjalanan usia dengan kematian dan menetapkan kebinasaan pada penduduk negeri ini, Ya Allah limpahkanlah pahala kepada kami atas musibah yang menimpa kami, yang belum pernah dialami umat Islam sebelumnya, Dan sesungguhnya kita adalah miliki Allah dan kita akan kembali kepada-Nya”, tertulis pilu dalam Kitab An-Nujum Az-Zahirah.

Dialog Pedih Al-Musta’shim Dengan Hulagu Khan

Ketika telah selesai dalam pembantaiannya, Hulagu Khan mendatangi Khalifah Al-Musta’shim ang sedang ketakutan dan menggigil ngeri. Terjadilah dialog yang pilu antara Hulagu dan Al-Musta’shim.

“Berikan kekayaanmu!”, kata Hulagu. Kemudian tanpa berani menjawab, Al-Mustashim langsung membawa harta yang ia punya di hadapannya. “Tidak!”, bentak Hulagu, “bawakan kekayaan yang tersembunyi!”, Lalu Al-Musta’shim mengantarnya menuju tengah Istana Baghdad, sungguh di dalamnya ada sebuah lorong yang menyimpan kekayaan yang dikumpulkan selama 500 tahun.

Sungguh dalam 500 tahun para pemimpin Abbasiyah mengumpulkan hartanya dan ia sirna hanya dalam sehari. Hulagu Khan mengambil semua kekayaan itu dan akhirnya memenjarakan Al-Musta’shim dan tak memberinya makan walau sebutir gandum.

Lalu Musta’shim meminta makan pada Hulagu, dan Hulagu mengirimkan padanya sepiring penuh emas murni. Al-Musta’shim berkata, “bagaimana mungkin aku memakan ini?” ia kembalikan piring berisi emas itu pada Hulagu, akhirnya membuat Hulagu datang padanya seraya  berkata, “Jika kau tak dapat memakannya, lalu mengapa kau menimbunnya? Kenapa tak kau berikan saja pada pasukanmu agar mereka rela mati untukmu?

Hulagu membawa Al-Musta’shim ke hadapan gerbang besar kota Baghdad dan Nampak menghakiminya, “Apa gunanya gerbang besar jika taka da pasukan yang menjaganya? Kenapa tidak kau robohkan saja dan membuat tombak dari gerbang ini, kemudian memberikannya pada pasukanmu?”

Al-Musta’shim dengan pilunya hanya bisa berkata, “Itu adalah takdir Allah”, perkataannya membuat Hulagu membalas dengan telak, “Kalau begitu, akan aku tunjukkan padamu apa itu takdir Allah!” Akhirnya Hulagu membalut Musta’shim dengan karpet, lalu sekumpulan kuda dibuat mengamuk lalu menginjak-injaknya hingga ia tewas.

Akhir yang tragis.

Keajaiban 80 Tahun Kemudian

Akhir yang tragis? Bukan. Sungguh “Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya”, terabadikan dalam ayat 54 surat Ali Imran. Sungguh dalam jangka waktu 80 tahun, Pasukan Mongol yang dulu menjajah kaum Muslimin dalam rentang waktu itu menjadi sebuah generasi muslimin baru yang bukan saja berislam, namun mereka menjadi penebar dakwah Islam. SubhanAllah.

Kita akan mengenal Dinasti Moghul, seorang tokoh dengan nama Timur Lenk. Sekalipun mereka menjadi muslim yang penuh dengan kontroversi sebab proses belajar mereka yang belum tuntas, mereka pada 80 tahun kemudian menjadi benteng penjaga wilayah Islam di Persia dan bahkan menjangkau India.

Apas sebab? Mengapa Pasukan Mongol menjadi pembela Islam setelah sebelumnya mereka membantai kaum Muslimin? Dakwah, itu jawabannya. Ada sebuah fakta yang tidak bisa disembunyikan, bahwa dalam masa penjajahan Mongol itu, para Dai sekalipun terancam nyawanya tetap menyebarkan Islam, mendatangi prajurit-prajurit Mongol.

Peran dakwah pada masa penjajahan Mongol atas dunia Islam diisi dengan kepahlawanan para muslimah, mereka mengajak wanita-wanita Mongol untuk memeluk Islam, kemudian merembet pada suami-suami mereka. Sekalipun nyawa terancam dan kata ‘kematian’ begitu dekat, para Dai dan Daiyah ini yakin bahwa inilah jalan Allah. Jikapun mereka mati, matinya dalam keadaan syahid, sungguh bukankah itu kemuliaan terbaik?

Selamanya, Islam tidak akan lenyap. Ada naluri kepahlawanan dalam ummat ini yang membuatnya bisa mengubah alur sejarah. Sebab itu, jika kita lihat zaman ini, hari ini, bukan tidak mungkin bangsa-bangsa yang menyakiti Umat Islam di Rohingya, musuh islam yang memerangi Islam di Eropa justru di masa depan akan menjadi benteng penjaga Islam selanjutnya.

“Yang terbaik dari kalian pada masa jahiliyah, akan menjadi yang terbaik dalam Islam, jika ia memahami dan mengilmui agama ini”, ucapan berlian Nabi menutup mutiara hikmah ini.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (3 votes, average: 3.00 out of 5)
Loading...

Tentang

Mahasiswa Universitas Al-Azhar Cairo, Mesir | Alumni SMPIT Ihsanul Fikri Mungkid Magelang | Alumni Ponpes Husnul Khotimah Kuningan

Lihat Juga

Anggota DPR AS: Trump Picu Kebencian pada Islam di Amerika

Figure
Organization