Topic
Home / Keluarga / Pendidikan Keluarga / Ayah Ibuku yang Semakin Tua

Ayah Ibuku yang Semakin Tua

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
ilustrasi (inet)
ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Ada seorang manajer sukses, ketika kemudian adik-adiknya sudah berumah tangga dan akhirnya meninggalkan rumah ayah ibunya. Sang ayah dan ibu diajak tinggal bersamanya. Tapi karena pekerjaan di kantor begitu padat dan begitu sibuk, maka meskipun tinggal serumah jarang sekali dia punya waktu untuk berbincang-bincang dengan ayah ibunya.

Sore hari itu, dia pulang dari kantor dan dia melihat ayah ibunya sudah berdandan rapi. Sang ayah dan Sang ibu tampak gembira dan menunggunya di depan rumah.

Sang ibu berkata “Anakku. jangan parkir dulu ya nak… antar ibu sebentar, ya. Ibu mau ke toko baju di ujung jalan sana. Ibu mau beli baju untuk anakmu. Besok kan dia ulang tahun. Ibu mau membelikan baju untuk cucu ibu. Antar ibu sebentar ya, Ayahmu juga mau membelikan mainan untuk cucunya sebagai hadiah ulang tahunnya.

“Aduuuh. Bu… Aku capek sekali! Dan masih ada kerjaan yang harus aku lakukan. Ibu, aku panggilkan taksi aja ya? Saya panggilkan ya bu,” kata sang anak.

“Nak…. ayolah…. antar ibu sebentar ya. Sudah lama ayah dan ibu nggak berdua dengan kamu. Temani ibu sebentar aja ya,” Ibunya tetap meminta penuh harap.

Anaknya menjawab, “Ya udah, aku temani ibu dan ayah belanja, tapi jangan lama-lama ya, aku masih ada pekerjaan yang harus aku kerjakan!

Kemudian anaknya ini mengantarkan ayah dan ibunya ke toko baju itu. Sepanjang jalan ia cemberut dan diam saja walaupun kadang ayahnya atau ibunya berusaha mengajaknya bicara. Dan sesampainya di sana ia berkata lagi. “Bu, aku tunggu di parkiran aja ya! Ayah dan ibu bisa masuk sendirikan? Uang belanja yang aku beri kemarin masih ada kan Bu? Belum dipakai kan? Ibu punya uang untuk beli bajunya?”

Sang Ibu itu mengangguk. Sang Ayah mencoba menggenggam tangan istrinya dan mulai masuk ke pusat perbelanjaan itu. Di tempat parkir itu, dia memejamkan matanya. Mencoba beristirahat sebentar. Ia ingat, nanti dia masih harus mengerjakan pekerjaan kantornya lagi.

Dua puluh menit kemudian, Ayah dan ibunya tidak juga kunjung keluar dari pusat perbelanjaan itu. Dia merasa tidak sabar. Dia tinggalkan parkiran dan dia masuk… Dari ujung pintu, dia mencari Ayah dan ibunya. Ayah Ibu ada di mana sih? Oh… ibunya ada di ujung sana. Di bagian anak-anak sedang memilih baju.

Tangan ibunya terulur mengambil sebuah baju. Dan tangan itu gemetaran. Meletakkan baju itu, mengambil baju yang lain. Dan tangan itu gemetaran. Matanya tertuju pada tangan yang gemetaran itu. Tangan yang sudah penuh keriput. Kemudian pandangannya beralih ke wajah ibunya. Kemudian dia melihat di sebelah ibunya di pusat mainan anak-anak, Sang ayah juga sedang memilih mainan kesukaan cucunya, dengan tangan yang gemetaran karena sudah tua, Sang anak kembali memandang wajah ayahnya yang sudah tua berkeriput.

Meneteslah Air matanya, Dengan suara gemetaran dia mengadu kepada Tuhan

“Ya Tuhan, ayah ibu sudah semakin tua. Mukanya penuh dengan keriput. Tampak sekali lelah di wajahnya, dan sangat letih. Ayah ibu mungkin akan segera meninggalkan aku dan anak istriku tetapi mengapa aku tidak pernah menyempatkan waktu untuk menelponnya ketika bekerja, mengajaknya bicara dan membawanya jalan-jalan untuk sekadar makan malam menyenangkan hati mereka, Ohh…Tuhan, besarnya dosaku, ampunilah aku. Jangan Kau ambil dulu mereka sebelum aku bisa memberikan yang terbaik untuknya.” Di sudut pusat perbelanjaan itu, Sang anak terduduk menangis. Tertatih dia berjalan mendatangi Sang ayah dan sang ibu, memeluknya sangat erat, erat sekali

“Ayah, ibu, maafkan anakmu ya, anakmu lupa. Maafkan anakmu, anakmu lupa bahwa Ayah perlu diajak ngomong. Lupa bahwa ibu perlu ditemani. Anakmu janji, mulai sekarang, mau ke manapun ayah dan ibu pergi, aku akan antar ibu. Secapek apapun aku pulang kantor, aku akan ajak ayah ibu ngobrol. Maafkan anakmu”

Semoga pembaca bisa berbuat yang terbaik untuk orang tua tatkala keduanya masih ada. Setelah Anda membaca ini, menangislah dan telponlah ayah dan ibu Anda yang mungkin selama ini menantikan telpon Anda. (adi/dakwatuna)

Redaktur: Samin Barkah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Founder PT Coach Addie Group & Indonesian Muslim Foundation, Tinggal di Kota Bandung kelahiran Kota Ketapang, Kalimantan Barat. Activist, Journalist, Professional Life Coach, Personal and Business Coach, Author, Counselor, Dai Motivator, Hypnotherapist, Neo NLP Trainer, Human Capital Consultant & Practitioner, Lecturer and Researcher of Islamic Economics and Thinker and a Writer on culture, humanity, education, politics, peace, Islam, Palestinian, Israel, America, Interfaith, transnational, interstate, Management, Motivation and Cohesion at workplace. Committed to building a Cohesive Indonesia, Cohesive Industrial relation, Cohesion at workplace and offer Islamic solutions to the problems that inside. Lulus dari Fakultas Dakwah STAI Al-Haudl Ketapang, Kalbar, Melanjutkan S-2 Manajemen di Universitas Winaya Mukti Bandung, Jawa Barat.

Lihat Juga

Ibu, Cintamu Tak Lekang Waktu

Figure
Organization