Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Ketika Pendidikan Dijadikan Lahan Bisnis

Ketika Pendidikan Dijadikan Lahan Bisnis

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com –…Kemudian dari pada itu, untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia, yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia…” (Teks pembukaan UUD 1945 Alinea ke-4)

Itulah penggalan paragraf yang selalu kita dengar saat upacara bendera berlangsung, di manapun itu baik di sekolah, di instansi pemerintahan bahkan saat upacara memperingati hari-hari besar di Indonesia.

Substansi yang ada dalam penggalan paragraf tersebut sangat memberikan amanah serta tanggung jawab yang besar bagi kita semua, bangsa Indonesia pada umumnya. Terutama di dalam penggalan alinea ke-4.

Banyak spekulasi dalam mengartikan arti serta maksud dari alinea dalam teks pembukaan UUD 1945 tersebut. Mulai dari yang memiliki kepentingan hingga yang tak tahu menahu (hanya sekedar angin lalu).

Dalam penggalan alinea ke-4 tersebut, banyak hal yang mampu kita renungkan bersama, terkait dengan tujuan dan falsafah bangsa ini mau di bawa ke mana, bukan saja kehidupan kita dalam bermasyarakat namun jauh lebih dari itu semua yaitu kehidupan dalam bernegara.

Kita sadari, bahwa tujuan negara ini bukan hanya berada di pundak pemangku kekuasaan saja, namun terletak pada pundak seluruh rakyat Indonesia. Di mana semuanya memiliki hak yang sama untuk membawa negara ini ke arah yang lebih baik. Namun kini, teks pembukaan UUD 1945, teks Pancasila hingga UUD 1945 hanya sebatas kumpulan huruf membentuk kata dan kumpulan kata membentuk kalimat dan ujung-ujungnya hanya sebatas tulisan di atas kertas yang tiap seremonial kita dengarkan. Ya hanya sebatas kita dengar tanpa mengamalkannya ataupun menindaklanjuti ke arah yang lebih baik.

Saat kita telaah lebih jauh dari maksud dan tujuan alinea ke-4 dari teks pembukaan UUD 1945, kita dapati sebuah kalimat yang sangat penting, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini merupakan penggambaran dari tujuan bangsa ini di bentuk oleh para proklamator serta para penggagas negeri ini. Namun kini, semuanya tinggal kenangan. Yang ada hanyalah kepentingan di atas kepentingan.

Pendidikan sebagai wujud dan penggambaran dari mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi lahan bisnis bagi beberapa orang bahkan jika telaah lebih jauh lagi telah menjadi toserba bagi segelintir orang yang tak bertanggung jawab. Miris memang, ya itulah kata yang sanggup mewakili perasaan ini. Dan itulah kenyataannya.

Mencerdaskan kehidupan bangsa hanyalah sebagai semboyan belaka, dan menjadi pedang tanpa sarung. Belum lagi banyaknya fenomena yang membuktikan saat ini pendidikan telah jadi lahan bisnis, menambah daftar merah bagi bangsa ini untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Bagaimana mau cerdas, jika masih banyaknya oknum-oknum yang membuat itu semua keliatan seperti rupiah.

Di negeri ini, banyak orang yang katanya cerdas, tetapi kecerdasan yang ia miliki hanya untuk membodohi teman-temannya. Inikah yang di katakan cerdas? Lebih mirisnya lagi, kondisi pendidikan kita saat ini jauh dari falsafah bangsa ini, ya yang itu tadi mencerdaskan kehidupan bangsa. Coba kita lihat kembali perjalanan pendidikan bangsa ini.

Saat masuk dalam dunia pendidikan, ada yang namanya masa orientasi, di mana masa ini sebagai kedok untuk membodohi orang lain dengan topeng bahwasanya masa ini untuk pengenalan wilayah tutorial pendidikan yang akan ia jalani serta bentuk pemberian sopan santun terhadap orang–orang yang telah dahulu berkecimpung dalam dunia pendidikan. Apa yang terjadi di lapangan saat itu? Bukannya ajang pendidikan yang terjadi, melainkan ajang perpoloncoan dan pemberian praktek yang tak bermoral, harkat dan martabat seakan-akan di injak-injak dan di hina oleh orang banyak, bahkan itu semua di anggap sebagai lelucon. Yang ujung-ujungnya ketika ia keluar dari dunia pendidikan tersebut, malah menjadi bebas, tawuran, ugal-ugalan di jalan bahkan melakukan demo yang anarkis. Hingga saat ia memangku amanah dan tanggung jawab saat memimpin negeri ini, malah bermalas-malasan dan tak tahu diri.

Inilah perwujudan dari mencerdaskan kehidupan bangsa yang ada saat ini. Semua berawal dari pendidikan yang dijadikan lahan bisnis untuk memenuhi kepentingan, ya sekali lagi kepentingan. Dan melupakan tujuan bangsa ini.

Dalam ruang lingkup yang lebih kecil lagi (bisa kita temui dalam lingkup sekolah) banyak para pemimpin yang menuntut banyaknya siswa dalam penerimaan di tahun ajaran baru, banyak menuntut para guru untuk melakukan sesuatu hal yang lebih tanpa sedikit pun memberikan apresiasi kepada mereka. hanya mau menyuruh tanpa mau di suruh. Seharusnya pemimpin menjadi panutan bagi para bawahannya, bukan hanya menunjuk sana dan tunjuk sini, seperti diktator kelas kakap.

Sampai kapan negeri ini akan berada di lingkaran setan? Yang menjerumuskan hampir semua pihak, dari hal kecil hingga yang besar. Aku harap cukup sampai di sini, agar orang kecil tak menjadi imbas dari ganasnya kepentingan pribadi yang tak kunjung ada hentinya. Mari kita semua kembali kepada falsafah dan tujuan pendidikan bangsa ini yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa yang sebenar-benarnya. Aamiin.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Lihat Juga

Tujuh Kompleks Pengungsi Sulteng Diresmikan ACT

Figure
Organization