Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Menjadi Manusia yang Seutuhnya

Menjadi Manusia yang Seutuhnya

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Foto: bernaaltay.com)
Ilustrasi. (Foto: bernaaltay.com)

dakwatuna.com – Pada saat masih kecil, sering kita bertanya-tanya, mengapa manusia tidak dibekali kekuatan super seperti terbang atau menghilang dan hal-hal semacamnya yang sering kita identikan sebagai “kekuatan super”. Seiring berjalan waktu, saya semakin yakin bahwa ternyata hal seperti kekuatan super ini tidak terlalu dibutuhkan manusia, karena “menjadi manusia” saja ternyata sudah lebih dari cukup. Dalam Islam kita meyakini bahwa setiap insan, terlahir ke dunia dalam keadaan suci, bersih tanpa dosa, kemudian setiap pilihan yang ditempuh akan membawa dirinya menjadi pribadi takwa atau sebaliknya.

Baru-baru ini ramai sekali perbincangan bahkan perdebatan mengenai legalisasi pernikahan sesama jenis di Amerika Serikat. Berbagai logika ditampilkan sebagai “pembenaran” atas legalisasi pernikahan sesama jenis ini. Tapi, apakah legal akan menjadikan pernikahan sesama jenis ini halal? Apakah “pembenaran” akan menjadikan pernikahan sesama jenis ini benar?.

Jika berbicara tentang legal, apa sih kemungkaran yang tidak legal di Amerika Serikat, minuman keras dilegalkan, narkotika mulai dilegalkan, bahkan menginvasi negara lain sampai membantai berjuta jiwa atas nama perdamaian pun dilegalkan. Amerika Serikat ini negara bingung, tak tahu arah, tak tahu untuk apa mereka hidup, bukti kebingungan Amerika Serikat sering tercermin dari standar ganda yang ditampilkan, masih hangat dalam ingatan, sudah berapa kali Amerika Serikat memveto resolusi PBB yang berkait dengan Palestina, padahal mereka yang sering mengaku paling peduli terhadap kemanusiaan, dan contoh lain masih banyak lagi. Amerika Serikat ini negara yang gemar “pembenaran”, sudah berapa kali negara lain mereka invasi atas nama perang terhadap terorisme, padahal mereka ialah teroris yang sebenarnya, dan contoh lain masih banyak lagi. Jangan heran jika masalah orientasi seksual juga Amerika Serikat kebingungan dan mencari-cari “pembenaran”. Jadi, apakah kita ingin berkiblat pada negara yang bingung? Pendukung negara bingung pasti orang yang lebih bingung lagi!

Sebagian dari pendukung negara bingung ini sering berargumen, masalah orientasi seksual ini adalah kehendak Allah dan seorang homoseksual bukan lagi orang yang sakit secara mental sejak dihapuskannya homoseksualitas dari daftar penyakit mental oleh Asosiasi Psikiatri Amerika pada tahun 1973. Benarkah argumen orang-orang bingung ini?

Pertama, menjadi penyuka sesama jenis adalah kehendak Allah, benarkah demikian?. Menjadi orang yang beriman kepada Allah itu jangan setengah-setengah, kita wajib beriman kepada Allah Swt. bahwa Dia Maha Kuasa, namun jangan dipisahkan bahwa Allah Swt. itu juga Maha Adil. Kita telah dikaruniai potensi fujuur dan taqwa (QS. Asy-Syams: 8), ibarat seorang pejabat, ia bisa memilih, akan menafkahi keluarganya dengan gaji yang halal atau akan menafkahi dengan harta dari korupsi, kita diberi ujian, akan menapaki jalan kefasikan atau menapaki jalan ketakwaan, akan menjadi orang yang sengsara atau berbahagia. Berkenaan dengan adanya fenomena pernikahan sesama jenis, pendekatan yang harus dilakukan bukan dengan jalan pelegalan atau “pembenaran”, melainkan dengan pertaubatan. Kalau orang banyak yang korupsi, masa korupsinya yang dilegalkan, karena demi memfasilitasi yang banyak?. Pengakuan bahwa Allah Maha Kuasa jangan menjadi excuse untuk nikah sesama jenis, karena manusia pun diberi kesempatan oleh Allah Swt untuk menjadi orang baik dan lurus, tinggal ia mau atau tidak.

Kedua, homoseksualitas telah dihapus dari daftar penyakit mental, berarti homoseksualitas bukan bagian dari penyakit mental?. Masalah hapus menghapus ini sebetulnya merupakan sesuatu yang cenderung politis, seperti minuman keras atau judi, di beberapa negara dilegalkan dengan dalih keuntungan ekonomi, di sebagian negara ilegal karena bertentangan dengan nilai agama, sosial, dan budaya. Akan tetapi, baik negara yang setuju atau tidak setuju terhadap minuman keras dan judi sama-sama setuju bahwa sebenarnya minuman keras dan judi membawa banyak keburukan. Betapa banyak tindak kekerasan, pembunuhan, perampokan, dan aneka macam kejahatan, yang disebabkan oleh minuman keras dan judi.

Kembali ke masalah penghapusan homoseksualitas dari daftar penyakit mental. Saya akan menampilkan pendapat dari Bapak Psikoanalisis Dunia, Sigmund Freud (1856-1939). Sudah jauh-jauh hari Freud mengartikan homoseksualitas sebagai sebuah kegagalan, ia mendefinisikan homoseksualitas sebagai kegagalan untuk berkembang secara emosional yang membuat seseorang tetap terfiksasi pada fase pra-remaja, di mana seorang anak lebih menyukai teman bermainnya dari jenis kelamin yang sama. Lebih lanjut ia menjelaskan, “Mungkin disebabkan oleh kondisi keluarga yang berantakan sewaktu seorang masih kecil; penolakan oleh salah seorang orang tua…” (Baker, 2007 hlm. 171-172). Dari pendapat Freud kita dapat sedikit lebih tahu, ternyata homoseksualitas ialah sebuah masalah, juga merupakan ekspresi kegagalan, ketidakberdayaan diri yang masih terjebak pada fase pra-remaja, mana mungkin hal semacam ini tidak termasuk penyakit mental? Orang yang sepatutnya sudah memiliki ketertarikan pada lawan jenis malah terhambat perkembangan emosionalnya dengan tetap berada pada fase pra-remaja yang lebih cenderung senang dengan teman dari jenis kelamin yang sama. Bagaimana mungkin perkembangan emosi yang terhambat bukan penyakit mental? Bagaimana mungkin hal semacam ini tidak memerlukan terapi untuk disembuhkan?

Dihadirkannya pendapat Freud sebagai pembanding ialah sebagai bukti, bahwa penghapusan homoseksualitas dari daftar penyakit mental BUKANLAH KESEPAKATAN, sebagian ahli psikiatri yang lain masih banyak yang tidak sepakat dengan wacana homoseksualitas bukan termasuk penyakit mental, katakanlah Prof. Dadang Hawari jika kita berbicara di Indonesia.

Terkadang juga orang-orang bingung ini mengada-ada dalam berargumen, hewan juga ada yang menyukai sesama jenis. Apakah ada satu hewan saja yang menyukai sesama jenis? Tentunya tidak ada, paling banter yang ada itu ialah hewan hermafrodit (berkelamin ganda) semacam cacing atau bekicot, namun bukan berarti mereka menyukai sesama jenis, karena mereka memang diciptakan sejenis (berkelamin ganda), lain dengan fitrah manusia yang telah diciptakan sebagai pria dan wanita. Bahkan tak seekor babi pun yang menyukai sesama jenis, jikalau babi menyukai sesama jenis, babi tentu sudah musnah dari muka bumi. Tidakkah mereka berpikir, bahwa manusia itu hanya bisa terlahir dari perkawinan seorang pria dan wanita, apakah sudah muncul spesies baru pria yang bisa beranak? Atau muncul wanita-wanita yang bisa hamil tanpa sperma seorang pria?

Orang-orang ini bungung karena telah melupakan Allah Swt., sampai-sampai masalah orientasi seksual saja bingung, mari kembali kita tadaburi:

Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. mereka Itulah orang-orang yang fasik. (QS. Al-Hasyr: 19)

Na’udzubillah, semoga kita termasuk orang-orang yang beruntung:

Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. Asy-Syams: 9-10)

Setelah membaca uraian di atas, kita sambungkan lagi dengan paragraf awal dari tulisan ini, manusia itu sesungguhnya tidak perlu memiliki kekuatan super, karena “menjadi manusia” sendiri merupakan sebuah keunggulan, “menjadi manusia” ialah pilihan, di tengah banyaknya orang yang berkoar-koar demi sesuatu yang dapat menghilangkan nilai-nilai kemanusiaannya, semoga Allah Swt. melindungi diri kita, keluarga, serta anak cucu kita dari berbagai kesesatan yang dapat mengotori jiwa. Semoga kita temasuk orang yang “menjadi manusia”, yaitu orang yang senantiasa berupaya menjaga kesucian jiwa dan fitrah kemanusiaannya, dan semoga orang-orang bingung tadi diberi hidayah oleh Allah Swt. Aamiin yaa Rabbal ‘Aalamiin.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Eks Sekretaris Umum LDK UKDM Universitas Pendidikan Indonesia dan Lulusan Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Pendidikan Indonesia

Lihat Juga

Surat Cinta untuk Perempuan

Figure
Organization