Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Tentang Memberi

Tentang Memberi

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Suatu hari menjelang maghrib aku mengikuti sebuah acara buka bersama di daerah barel. Selepas shalat maghrib dilanjutkan dengan makan bersama. Aku yang biasanya makan setelah shalat tarawih memutuskan untuk pamit duluan menuju MUI sambil membawa nasi kotak gratis. Ketika melewati halte FH, aku bertemu dengan bapak penjual tissue yang biasa menjajakan dagangannya di halte itu.

“Bapak sudah buka?” tanyaku sekenanya.

“Sudah, Nak. Tadi pake air putih.”

“Bapak mau ini, “aku menyerahkan nasi kotak yang kubawa tadi. Sempat terbersit dalam pikiranku nanti aku makan apa. Mengingat duit di dompet tinggal enam ribu dan sisa-sisa receh di kotak pensil. Tapi kucoba abai dengan semua itu dan mempercepat langkah menuju MUI.

————

Selepas tarawih seperti biasa aku dan beberapa teman menunggu bikun. Tumben malam itu bikun agak lama sehingga aku sampai di asrama sekitar pukul sembilan lebih. Harap-harap cemas kantin masih ada buka atau tidak. Sisa duit hari ini hanya bisa mampu menukar makanan-makanan di kantin.

“Tutup semua,” teriak teman dari depan TU.

Aku yang masih di depan gerbang memutar arah menuju gazebo. Perut semakin tidak berkawan rasanya. Asrama yang sudah ditinggal penghuninya itu sepinya amat terlalu. Pikiranku makin liar. Aku makan apa. Di kamar tidak ada makanan. Lalu sahurnya?

“Kak, kantin sudah tutup semua, “kataku pada seorang senior yang sedang membantu penghuni pindahan.

“Ini buat kamu, “kakak itu menyerahkan nasi, rendang dan minuman dingin. Ah, baik sekali.

Awalnya aku ragu untuk menerimanya. Tapi dia terus mendesak. Syukur itu mengudara ke langit asrama malam itu. Paling tidak magh kronis itu tidak akan bertandang malam ini ke kamarku. Menjelang tidur tiba-tiba pintu kamarku diketuk seseorang. Dari balik pintu seorang kawan menawarkan makanan. Buat sahur, katanya. Aku menarik napas dalam-dalam. Kurang baik apa Allah padaku.

—–

Malam itu Allah tengah memperlihatkan keberadaan-Nya.

“Katakanlah (Muhammad), “Apakah aku akan menjadikan pelindung selain Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan?” Katakanlah, “Sesungguhnya aku diperintahkan agar aku menjadi orang yang pertama berserah diri (kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang-orang musyrik. (QS. Al An’am: 14)

“….janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka. (QS. Al An’am: 151)

Pada akhirnya bukan tentang apa yang akan didapat setelah memberi, melainkan tentang hakikat memberi itu sendiri. Memberi merupakan manifestasi penyucian jiwa. Dalam kitab Ihya Ulumuddin dijelaskan bahwa manusia akan diuji dengan segala hal yang dicintai, baik itu harta, pasangan hidup, jabatan, dll. Allah akan menguji dengan berpisah dari apa yang dicintai. Dengan harta manusia menyukai dunia dan lari dari mati. Selain itu, ketika memberi berarti tengah menyucikan diri dari sifat kebakhilan, karena itu adalah sebagian dari sifat-sifat yang membinasakan. Allah berfirman, ”Dan siapa yang terpelihara dari kekikiran jiwanya, merekalah orang-orang yang beruntung (QS. Al-Hasyr:9). Sekali lagi Allah sedang ajarkan untuk memulangkan segala duka dan air mata itu kepada-Nya saja. Bukan kepada yang lain. Maka di hadapan malam itu Allah telah berhasil membuat takluk rasa khawatirku.

Selebihnya kuserahkan kepada kalian. Semoga lebih banyak hikmah yang didapat dari setiap peristiwa yang Dia hadirkan.

Kontemplasi suatu malam di tanggal 6 Ramadhan.

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (1 votes, average: 5.00 out of 5)
Loading...
Seorang pencari ilmu yang sedang diperjalankan oleh-Nya menjadi seorang Mahasiswi Sastra Jerman di Fakultas Ilmu Budaya UI.

Lihat Juga

Keuntungan Orang yang Gemar Bersedekah

Figure
Organization