Topic
Home / Narasi Islam / Khutbah / Khutbah Idul Fitri / Khutbah Idul Fitri 1436 H: Mengabdi dan Berbagi dengan Syukur

Khutbah Idul Fitri 1436 H: Mengabdi dan Berbagi dengan Syukur

الله أكبر9 مرات .. لا اله الاالله والله أكبر ، الله أكبر ولله الحمد,. الحمد لله الذى شرع لنا من الدين ما وصى به الأنبياء والمرسلين وأوحى الى خاتم النبيين . أشهد أن لا اله الا الله الذى أمرنا بالتوحيد ونهانا عن التفرق في دينه آخدين العبرة من سوء عاقبة أهل الكتاب . وأشهد أن محمدا رسول الله الذى ندبنا أهل الاسلام الى تعظيم الأعياد. فاللهم صل وسلم على خير العباد ، نبينا محمد وعلى آله وأزواجه وصحبه وأتباعه الى يوم المعاد. أما بعد، فإنى أوصى نفسى وإياكم بتقوى الله وتحقيق معانيها شاكرين بنعمه بين العباد.

Allahu Akbar 3 X walillahilhamd

Jama’ah shalat Idul fithri rahimakumullah…

Masjidil Haram di malam hari (assunnahfm.com)
Masjidil Haram di malam hari (assunnahfm.com)

dakwatuna.com – Segala puji bagi Allah dan segala syukur atas karunia-Nya kepada kita sekalian. Pagi ini kita berjumpa kembali dengan idul fitri mengkhatamkan shiyam Ramadhan, dengan mengagungkan asma-Nya memuliakan syiar agama-Nya, dengan penuh rasa syukur dan tadharru’ di hadapan kebesaran-Nya. Semoga kita benar-benar bersyukur. “Hendaklah kamu sempurnakan bilangan bulan Ramadhan, bertakbir mengagungkan Allah, dan supaya kamu bersyukur”.

Apakah dalam berlebaran ini kita mampu memenuhi harapan Allah “semoga kamu bersyukur”?

Pertanyaan ini penting diajukan, sebab ada beragam cara dan berbeda-beda kualitas di antara kita dalam merayakan Idul fithri ini, dapat dibedakan pada tiga kalangan:

Pertama, kalangan yang berpesta lebaran. Sebagai hari raya nasional, siapa pun anak bangsa boleh merayakannya dan bersuka ria karenanya, dengan aneka makanan yang lezat, pakaian yang bagus dan acara rekreasi yang menghibur. Tak terkecuali mereka yang tidak menjalankan puasa, yang tidak menghormati orang yang beribadah puasa, bahkan non muslim sekalipun.

Kedua, mereka yang merayakan hari raya idul fitri sebagai hari raya mengakhiri puasa bulan Ramadhan, terlepas dari kualitas puasanya. Apakah puasa minus korupsi, berbohong, ghibah, tidak menutup ‘aurat, memutuskan silaturahim dan pengurang lainnya. Sebagaimana yang diingatkan oleh Rasulullah saw: “Banyak yang puasa, tapi tidak mendapatkan apa-apa selain lapar dan dahaga” (HR. Ibnu Majah dan Annas)

Ketiga, mereka yang bersyukur telah berbuat maksimal bermujahadah menyempurnakan ‘ibadah puasanya dalam paket ‘ibadah Ramadhan, sehingga kembali ke kondisi fitri, bersih dari dosa dan insya Allah termasuk ‘utaqa minannar (yang dimerdekakan dari neraka). Allahummaj’alna minhum, amin! Mereka berlebaran, beridul fithri dengan penuh kesyukuran.

Allahu Akbar 3 X walillahilhamd

Mereka bersyukur sebagai alumni yang lulus menempuh pendidikan tinggi Ramadhan. Bukan sekadar mantan yang pernah ikut dalam kegiatan bulan Ramadhan. Sebagai alumnus, ia tampil ke tengah-tengah masyarakat dengan mantap untuk membagi buah ‘ibadah puasa Ramadhan, berupa akhlaq para Muttaqin hasil tempaan sebulan Ramadhan. Siap mengamalkan firman Allah SWT: “Dan bersegeralah kamu meraih ampunan dari Rabbmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa. (Yaitu) orang gemar berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan. (Ali Imran, ayat 133-134)

Hal yang paling esensial dari orang yang bertaqwa adalah nilai dan sifat jujur yang menjadi gerbang kebaikan. Alumnus pendidikan Ramadhan akan memantapkan kejujurannya, tanpa basa-basi, pencitraan yang isinya hanya tipu-tipu menutupi substansi yang sebenarnya. Allah swt berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan pastikan kamu bersama orang-orang yang jujur” (At-Taubah, ayat 119)

Orang yang bertaqwa bukan orang yang tidak pernah khilaf atau salah, tetapi tetap jujur ketika khilaf dan tersalah. Sebagaimana yang Allah firmankan:

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji (sekalipun) atau menzhalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah (insyaf) lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui” (Ali Imran, ayat 135)

Dalam rangka perbaikan diri, perbaikan masyarakat atau bangsa, Rasulullah saw menegaskan kuncinya adalah kejujuran, sedang kerusakan yang massif atau korupsi yang merajalela, biang keroknya adalah dusta. Beliau bersabda:

“Kamu harus bersifat jujur, karena kejujuran itu membawa pada segala kebaikan dan kebaikan mengantarkan ke surga. Dan jauhi dusta, karena dusta membawa pada kebejatan, dan kebejatan itu mengantarkan ke neraka” (HR Imam Muslim)

Dampak mudarat ketidakjujuran bagi masyarakat adalah sesuai dengan posisi orangnya. Semakin tinggi dan besar kekuasaannya, maka semakin luas kerusakan yang diakibatkan. Dari titik inilah sebenarnya, yang namanya pendidikan karakter atau (jika ada) “revolusi mental” harus dimulai.

Allahu Akbar 3 X walillahilhamd

Ma’asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah

Selaku alumnus pendidikn Ramadhan, mereka tidak akan meninggalkan begitu saja tradisi di lembaga pendidikannya/almamaternya. Apakah tradisi ilmiah, akademis dan hal positif serta kesalehan lainnya. Jebolan pendidikan tinggi Ramadhan tentu akan memelihara/melanjutkan kebiasaan puasa atau spirit puasa yang patuh terhadap hukum dan mengendalikan hawa nafsu, menjalankan shalat-shalat sunat, mengaji Alquran, bersedekah dan silaturahim. Semua itu akan menjadi kebiasaannya pasca Ramadhan hingga insya Allah berjumpa kembali dengan Ramadhan tahun depan.

Mereka akan merasakan kedekatan dengan Allah swt, insaf bahwa Allah selalu bersamanya, menatap dan memberikan bimbingan serta pertolongan dimana pun hamba-Nya berada.

“Dan Dia (Allah) bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (Al-Hadid, ayat 4)

Dengan kesadaran atas kesertaan Allah (ma’iyyatullah) ini maka alumnus pendidikan Ramadhan menjadi dewasa dan matang dalam menjalankan fungsi ‘ibadah kepada Allah dan fungsi ifadah (memberi manfaat) kepada sesama. Ia lakukan hal demikian dengan ihsan, Dia beribadah dan beramal shalih seolah dia melihat Allah dan keyakinan penuh bahwa Allah menatapnya. Alumnus Ramadhan sadar akan kesaksian aparatur Allah atas apa saja yang ia perbuat, malaikat Raqib-Atid bahkan anggota badannya sendiri.

“Dan tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisi malaikat Raqib –‘Atid yang selalu siap mencatat” (Qaf, ayat 18)

Dia selalu waspada, bahwa:

“Pada hari, (ketika) lidah , tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan” (An-Nur, ayat 24)

“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan” (Yasin, ayat 65)

“Dan kamu tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu terhadapmu, tetapi kamu mengira Allah tidak mengetahui banyak tentang apa yang kamu lakukan” (Fusshilat, ayat 22)

Pribadi yang dewasa tidak memerlukan banyak pengawas untuk disiplin dengan hukum dan aturan kebaikan yang sejalan dengan ajaran-Nya, sebab dia merasa cukup dengan Allah sebagai saksi, apalagi ditambah dengan kesaksian aparatur-Nya. Terngiang selalu, kata “di mana Allah” dan “Allah melihatku”.

Allahu Akbar 3 x walillahilhamd

Alumnus pendidikan tinggi Ramadhan tidak bengong selama sebulan Ramadhan, tetapi ia gunakan untuk memperluas wawasannya tentang agama dan syariat-Nya. Pemahaman dan keyakinannya makin mantap, bahwa “Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam” (Ali Imran, ayat 19) “ Dan barangsiapa mencari agama selain Al Islam maka tidak akan diterima dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang yang merugi” (Ali Imran, ayat 85)

Perhatikan! Secara harfiah ‘Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Al Islam.’ Tanpa embel-embel apapun: Islam (titik). Itulah agama Allah. Selain Islam, tertolak, sesat di dunia dan merugi di akhirat.

Islam adalah agam dan syariat para Nabi dan Rasul sepanjang zaman. Allah berfirman:

“Dia (Allah) telah mensyariatkan kepadamu agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu tegakkanlah agama (AL ISLAM) dan janganlah kamu berpecah belah di dalamnya” (QS Syura, ayat 13)

“(Ingatlah) ketika Tuhan berfirman kepadanya (Ibrahim): “Islamlah (berserah dirilah)!”

Dia menjawab, “Aku berserah diri kepada Tuhan semesta alam.” Dan Ibrahim mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’kub, “Wahai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama (ISLAM) ini untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim” (Al-Baqarah, ayat 131, 132)

Perhatikan ungkapan “dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan menganut Islam (muslim)” Titik. Tanpa embel-embel.

Allahu Akbar 3v x walilahilham.

Ma’asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah

‘Aqidah tauhid menandaskan bahwa tiada Tuhan yang berhak ditaati kecuali Rabb yang Ahad, Allah SWT. Allah yang Ahad hanya menurunkan satu Agama dan Syariah, yaitu AL ISLAM , tanpa embel-embel apapun. Misalnya Islam Arab atau Islam ‘ajam/non Arab, atau lainnya. Alumnus pendidikan Ramadhan dewasa dalam pemahaman agamanya “Mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk” (Al-Baqarah, ayat 187)

Mereka tidak bingung dalam memilah antara Dinul Islam yang diwahyukan (munazzal) dengan pemahaman manusia tentang ajaran Islam yang diijtihadkan (muawwal).

Al ISLAM sebagai DIN dan syariah yang diwahyukan Allah kepada Rasulullah saw bersifat absolut, final dan sempurna dengan turunnya wahyu terakhir. “Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu dan telah Aku ridhai ISLAM sebagai agamamu”. (Al-Maidah, ayat 3)

Tentang zona din (agama) dan syariah serta bagaimana menyikapinya, adalah sebagaimana dinyatakan dalam Alquran:

“Dan apa yang dibawa kepadamu oleh Rasul maka ambillah, dan apa yang dilarangnya maka jauhilah, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah sangat keras hukuman-Nya” (Al-Hasyr, ayat 7)

Dan ajaran yang dibawa oleh Rasul akhir zaman Muhammad saw adalah untuk seluruh manusia sejagat (universal), membawa Dinul Islam yang universal. Allah berfirman: “Katakanlah (Muhammad, wahai manusia! Sesungguhnya aku ini utusan Allah bagi kamu semua” (Al-A’raf, ayat 158)

Jadi wilayah agama dan syariat Islam, adalah apa-apa yang ditegaskan secara jelas dalam Alquran dan As-sunnah, serta diijma’kan oleh ulama umat Muhammad saw. Dan berlaku itu berlaku secara universal, tanpa batas geografis dan demografis, untuk seluruh manusia di seantero dunia.

Seperti Syahadatain, arkanul Islam yang lima dan arkanul iman yang enam. Dan termasuk yang diijma’kan adalah bahwa kita harus meneladani para sahabat Muhajirin dan Anshar serta para ulama yang mengikuti mereka dengan baik. Sebagaimana ditegaskan dalam Alquran surah At-Taubah ayat 100: “Dan orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Allah sediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.”

Inilah jejak Rasulullah saw dan jalan orang-orang yang beriman menuju ridha dan surga Allah swt. Orang yang menyimpang dari jalan ijma’ ini akan tersesat. Allah swt berfirman:

“Dan barangsiapa menentang Rasul (Muhammad saw) setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan Kami masukkan dia ke dalam neraka jahannam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali” (An-Nisa, ayat 115)

Adapun pemahaman (fiqih) dan pemikiran keislaman yang merupakan produk ijtihad/nalar manusia terbuka untuk lebih dari satu. Ada fiqih Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali dan lainnya. Sebagaimana dalam madzhab Syafi’i ada fiqih Irak dan fiqih Mesir. Tetapi wilayah fiqih dan pemikiran berada di manthiqah zhanniyat (zona asumsi/prediksi) yang sifatnya relatif, tidak final. Tiap hasil ijtihad dan pemikiran bisa benar bisa juga salah. Meski jika dilakukan oleh yang kapabel dan memenuhi syarat, semua dapat pahala, sepanjang meruju’ kepada Alquran dan As-Sunnah serta ijma’ ulama.

Semoga kita, termasuk bagian dari umat nabi Rasulullah saw yang mengikuti jalan beliau, para Muhajirin dan Anshar serta ulama tabi’in hingga akhir zaman. Di akhir khutbah idul fitri 1436 ini

إن الله وملائكته يصلون على النبى . يا أيها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما. وارض اللهم عن أصحاب النبى وعن التابعين وتابعيهم بإحسان الى يوم الدين، وعنا معهم برحمتك يا أرحم الراحمين

Redaktur: Samin Barkah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Lihat Juga

Konflik Air Antara Ethiopia, Sudan, dan Mesir

Figure
Organization