Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Adu Gengsi dan Pamer Dalam Ibadah Sunnah

Adu Gengsi dan Pamer Dalam Ibadah Sunnah

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi - Lelaki di Afghan shalat di sebuah bukit dekat Kabul, Afghanistan, pada tanggal 8 September 2008, selama bulan suci Ramadhan. (SHAH Marai / AFP / Getty Images)
Ilustrasi – Lelaki di Afghan shalat di sebuah bukit dekat Kabul, Afghanistan, pada tanggal 8 September 2008, selama bulan suci Ramadhan. (SHAH Marai / AFP / Getty Images)

dakwatuna.com – Ramadhan adalah bulan penuh kemuliaan, keutamaan bulan ramadhan sangatlah besar bagi umat muslim di seluruh dunia. Sebab di dalamnya segenap amalan kita dilipatgandakan pahalanya di sisi Allah SWT, sehingga menjadikan ramadhan sebagai bulan yang penuh berkah dan ampunan. Patut bagi seorang muslim untuk mengupayakan perbaikan kualitas kadar keimanan dengan menjalankan perintah agama secara kaffah, sehingga kemuliaan bulan ramadhan bisa dicapai dengan sempurna. Puasa yang kita lakukan di bulan ramadhan selama sebulan akan menjadikan umat manusia menjadi individu yang terbina manakala dilakukan dengan tulus ikhlas, tanpa pengharapan pujian dari sesama umat manusia.

Meningkatkan kualitas iman secara sosial, spritual sangatlah afdhol di bulan ini mengingat kondisi lingkungan yang memungkinkan dengan banyaknya manusia yang berlomba-lomba dalam kebaikan di bulan ini. Segala bentuk keburukan yang ditimbulkan di bulan ini tentu akan mendapat respon negatif dari orang di sekitarnya begitu pula segala bentuk perbuatan baik akan di sambut baik orang di sekitar kita.

Segala bentuk ibadah dan amal perbuatan di bulan apapun tentunya harus didasarkan pada rasa ikhlas mengharap keridhoan dari Allah Swt jauh dari pengharapan pujian dari umat manusia, terlebih ketika di bulan ramadhan. Sifat pamer terselubung dalam ibadah mungkin telah muncul sejak zaman dahulu kala ketika nabi dan rasul masih hidup. Namun metode sifat pamer berbalut adu gengsi dalam beribadah sekarang semakin berwarna dalam kehidupan. Keinginan untuk terlihat lebih sholeh agar dipuji oleh sesama semakin menjadi-jadi.

Gengsi Amalan Sunnah di Hadapan Manusia

Dahulu mungkin ibu-ibu memamerkan ibadah sunnah cukup dengan ngerumpi ketika belanja sayur atau bahkan bapak-bapak yang sengaja mengeraskan suara ngaji di teras rumah agar di dengar janda cakep sebelah rumah. Namun sekarang Ketika zaman memasuki era digitalisasi banyak ria bertebaran di mana-mana melalui jejaring sosial. Seolah ingin mencitrakan diri bagai muslim yang taat orang berlomba-lomba untuk selfie ketika umroh di depan ka’bah, adu koment shalat atau tidaknya tarawih, maupun posting status ketika selepas bersedekah. Pengucapan syukur selepas tarawih berbanding lurus dengan banyaknya status yang diorbitkan melalui akun facebook demi harapan like netizen. Dengan banyaknya like menurut para pelaku pamer menjadikannya bak selebritis dadakan di arena layar kaca fantasi.

Masjid pada hari selain bulan ramadhan yang biasanya sepi seperti gua, mendadak membludak jama’ah ketika shalat isya dimulai. Tapi anehnya hal yang serupa tak berlaku ketika shalat maghrib dan subuh yang notabenenya merupakan shalat wajib. Mungkin ibadah sunnah macam shalat tarawih baik untuk dikerjakan setelah mendahulukan shalat berjama’ah wajib yang lima waktu. Namun masyarakat indonesia sudah kadung mencari kehebohan di tengah ibadah sunnah tarawih tersebut, di antaranya dengan mengumbar status di jejaring sosial yang kian membudaya.

Gengsi yang terpatri dalam ibadah sunnah, adakalanya dikarenakan beberapa orang terpengaruh untuk berprilaku sama dengan orang di sekitarnya, agar tak dianggap berbeda oleh orang kebanyakan dalam hal menunjukkan diri kepada sesama umat manusia. Mereka seperti manusia yang tersesat akibat niat yang tak sesuai syari’at. Kesolehan semu seperti yang di citrakan, seolah hanya ingin mencari muka di depan lawan jenis maupun atasan, barangkali agar mendapat simpati ataupun “jodoh” karena sudah lama “menjomblo”.

Hanya dengan mengucapkan bismillah untuk memulai beribadah bahkan tak afdhol rasanya, ketika tak diiringi dengan selfie untuk diupload pada akun instagram dan path. Padahal itu hanyalah bentuk untuk memberitahukan dunia bahwa dia mempunyai wajah yang rupawan. Kebiasaan yang dilakukan pemuda-pemudi sekarang pun tak kalah heboh, untuk sekadar mencari view terbaik di masjid saja, mereka tak mempedulikan orang di samping yang tengah “kelabakan” mengikuti gerakan super cepat imam shalat tarawih dengan berfoto ria.

Mengembalikan Kesadaran Niat

Pentingnya sadar diri untuk menahan diri dari pengaruh seni “keranjingan posting” di sosial media perlu digalakkan, terlebih hal ini telah merangsek masuk dalam menggeser budaya serta nilai-nilai kearifan lokal. Kebebasan berekspresi melalui sosial media akan lebih tepat ketika dapat bersinergi dengan nilai-nilai keindonesiaan yang mengutamakan prilaku harmoni, keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara manusia dengan manusia lain, hingga hubungan antara manusia dengan tuhan yang maha esa dalam menjalani hidup.

Mungkin pemberitahuan info atau jalan-jalan lumrah saja, selama hal itu tidak mengganggu orang yang melihat. Namun ketika itu sebuah doa sebaiknya kita renungkan bersama untuk lebih bijak dalam menyikapinya. Allah lebih mendengar doa yang disampaikan secara lirih dalam kesepian, bukan di media sosial yang berisik. Juga kegiatan ibadah akan lebih terpuji manakala kita tidak menyebar-nyebarkan “secara berlebihan” amalan sunnah yang telah atau akan kita lakukan, karena hati seorang manusia rawan dari sifat ria.

Keikhlasan Ibadah

Berbicara tentang niat yang ikhlas berarti membahas suatu amalan hati yang paling berat untuk dilakukan seorang manusia, karena besarnya dominasi ambisi nafsu manusia yang sangat bertentangan dengan keikhlasan dalam niat, kecuali bagi orang-orang beriman yang diberi kemudahan oleh Allah  dalam semua kebaikan.

Imam Ibnul Qayyim menggambarkan hal ini dalam ucapan beliau: “Adapun kesyirikan (penyimpangan) dalam niat dan keinginan (manusia) maka itu (ibaratnya seperti) lautan (luas) yang tidak bertepi dan sangat sedikit orang yang selamat dari penyimpangan tersebut. Maka barangsiapa yang menginginkan dengan amal kebaikannya selain wajah Allah, meniatkan sesuatu selain untuk mendekatkan diri kepada-Nya, atau selain mencari pahala dari-Nya maka sungguh dia telah berbuat syirik dalam niat dan keinginannya. Ikhlas adalah dengan seorang hamba mengikhlaskan untuk Allah (semata) semua ucapan, perbuatan, keinginan dan niatnya”.

Segala bentuk ibadah tergantung dari niat. Niat ikhlas ibarat permata murni yang kilauannya berpendar kesegala arah menerangi setiap sisi kegelapan. Hati yang ikhlas dalam beramal akan selalu menjadi peneduh di suatu hari kelak, menjadi penyeimbang di kala maut datang menjemput.

Wallahu a’lam bisshowab.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Mungkin tulisan hanya kan menjadi pajangan, namun dengan tulisan kita mampu mengekspresikan keresahan dan harapan. melalui tulisan pun kita mampu menciptakan perubahan yang akan terekam dalam keabadian. Seorang biasa yang berusaha untuk terus belajar dan melengkapi kekurangan

Lihat Juga

Launcing Rumah Quran Nusantara di Kotawaringin Barat

Figure
Organization