Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Berprestasi Tapi Tak Terisi

Berprestasi Tapi Tak Terisi

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Apakah kita termasuk seseorang yang menginginkan prestasi di sepanjang tempat kita berada? Terlebih di tempat-tempat kita belajar dan bekerja. Siapa yang tak bangga jika karir prestasi belajarnya melejit atau mendapat penghargaan di tempatnya bekerja? Tidak ada. Semuanya akan merasa senang pada hal itu. Tapi, kali ini, di tulisan ini, saya akan memberikan sedikit kisah nyata bagi kita semua, bagi saya utamanya.

Dia adalah salah satu mahasiswa terbaik di kampusnya. Dia adalah mahasiswa yang multitalenta, bukan hanya di bidang akademik tapi juga berbagai lomba regional atau nasional entah yang berbau seni atau ilmiah. Semuanya dia lakoni, hingga di penghujung dia lulus dari kampus tersebut, dia dinobatkan menjadi mahasiswa berprestasi. Hebat bukan? Sangat. Tapi tunggu, ada hal lain yang belum selesai dari kisah ini, suatu ketika, dia datang pada seorang teman dan bercerita tentang apa yang sejujurnya dia alami. Dia merasa kosong. Ada suatu hal yang hilang dari jiwanya. Dia merasa bukanlah yang dulu, yang ketika di pondok pesantren merasakan atmosfer ketenangan hati. Dia sedikit demi sedikit berubah. Dia rapuh. Jiwanya rapuh. Dan itu dia rasakan dari hari ke hari. Hingga akhirnya dia tak tahan dan datang pada salah seorang ustadz terkemuka di daerah tersebut. Sang ustadz pun tahu apa yang dia butuhkan, hingga akhirnya dia pun diruqyah (diobati dengan membacakan ayat-ayat Alquran-red). Dari hal ini dia pun tersadar, bahwa beberapa hari belakangan ini, yang dia selalu merasa tak tenang ketika shalat, yang selalu lupa shalat tahajud , yang lupa pada targetan shalat dhuha, yang sering bangun kesiangan ketika shalat subuh, yang lupa pada tilawatil Quran, yang lupa pada bilangan raka’at salam. Semua itu ternyata penyebabnya adalah dia diganggu oleh setan.

Teman, pernahkah mengalami hal-hal tersebut di atas? Kalau iya, mari kita sama-sama beristigfar pada Allah dulu, astagfirullahal ‘adzim, ya Allah, ampunilah segala dosa kami.., kalau tidak, semoga terus dijaga segala apa yang dilakukan karena Allah.

Kita tidak bisa memungkiri bahwa aktivitas yang padat akan menguras waktu kita. Mungkin kalau dianalogikan waktu 24 jam itu tidak akan cukup dengan berbagai aktivitas yang kita lalui. Apalagi kalau kita adalah seorang yang selalu punya targetan prestasi yang harus diraih, impian – impian besar yang ingin tercapai, dan kerja-kerja luar biasa yang kita rencanakan. Tapi, sekali lagi, bagaimana jika itu berbuah kekosongan? Bagaimana jika prestasi yang kita raih tak terisi oleh keberkahan Allah? Agak serem ya, tapi ya memang seperti itu. Ada harga yang harus dibayar, ketika seseorang ingin menerima sesuatu besar terjadi pada dirinya. Ada pengorbanan yang harus dikeluarkan ketika kegiatan-kegiatan berlangsung. Semakin banyak pengorbanan itu akan berpengaruh pada pengorbanan yang lain. Pilihannya adalah pengorbanan mana yang dipilih, pengorbanan yang baik di mata manusia atau pengorbanan baik di mata Allah. Silakan dipilih sendiri ya.

Kita sejatinya adalah orang-orang yang berjalan sama, sama-sama tertatih untuk diberi tempelan-tempelan dari Sang Maha Pemberi rezeki dan ujian sampai nanti ketika sang waktu terhenti dan yang tersisa hanya amalan pribadi. Karena kita adalah muslim sejak ruh kita ditiupkan dikandungan ibunda, jadi bagaimanapun kita saat ini, kita adalah seorang hamba, yang tugasnya hanya menghamba pada yang maha Esa, Allah SWT. Ini ada sebuah ayat dari sekian ayat di Alquran, kalau perlu referensi lebih banyak silakan dibuka, dibaca dan dipahami Alqurannya masing-masing ya.

“Katakanlah, jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya,dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan rasul-Nya, serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberi keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang fasik.” (QS. At-Taubah:24)

Semoga Ramadhan kali ini adalah Ramadhan yang semangatnya karena iman, bukan karena makanan.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Mahasiswi Sastra Inggris di Universitas Negeri Malang. Berkecimpung dalam Dewan Mahasiswa Fakultas Sastra dan Sentral Kegiatan Islam Fakultas Sastra.

Lihat Juga

Principal’s Award, Apresiasi untuk Anak-anak Berprestasi

Figure
Organization