Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Kenaikan Kelas di Ujung Kulon

Kenaikan Kelas di Ujung Kulon

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Ijud Irawan)
Ilustrasi. (Ijud Irawan)

dakwatuna.com – Sebuah tradisi baru yang kutemui di sini, saat acara kenaikan kelas yang diadakan sekali setahun menjelang libur semester dua begitu meriahnya. Bahkan acara perpisahan kelas enam bagai terselip dalam rangkaian acara kenaikan. Begitu banyak nilai positif dalam acara tersebut, meskipun begitu hal yang membuat aku bingung sendiri. Jauh-jauh hari masyarakat telah mempersiapkan acara kenaikan ini bagai suatu hajatan besar. Mereka rela berhemat dalam kesehariannya untuk menyambut hari kenaikan itu. Luar biasa semangat masyarakat di sini.

Beberapa pengalaman baru yang kutemukan selama acara kenaikan kelas di tanah Badak:

  1. Ikhtifalan / Lesengan

Masing-masing siswa diberikan sedikit materi hafalan yang akan ditampilkan pada acara kenaikan kelas. Berhubung saya mengajar di MI, maka anak-anak di sini mendapatkan lesengan dari mata pelajaran, Bahasa Arab, Alquran Hadits, Akidah Akhlak, SKI, Bahasa Inggris dan Doa-doa. Materi yang mereka hafal sebenarnya sederhana namun hikmah di sebaliknya luar biasa. Semua ini menjadi pelajaran dan pembiasaan untuk siswa berbicara di depan umum. Sedari dini mereka disadarkan akan pentingnya public speaking, hingga ke depannya mereka pun tidak gentar untuk berbicara di hadapan orang banyak.

  1. Bakakak

Para wali murid akan berlomba-lomba membuat “bakakak” (satu ekor ayam utuh yang dibakar, digoreng atau direbus). Mereka akan menyiapkan nasi dalam wadah baskom dengan lauk yang istimewa, seperti telur, ayam, ikan, tempe dan lain-lain. Di samping itu untuk snack konsumsi juga disediakan dari wali murid. Jiwa sosial mereka sering membuatku terharu, bahkan terkadang iri karena di kampungku tidak pernah seperti ini.

  1. Saweran

Setiap siswa yang tampil kepanggung harus bersiap-siap “mandi duit”. Saweran begitulah mereka menamainya. Para orang tua siswa yang melihat anaknya tampil ke panggung juga akan ikut ke panggung sambil “menghambur-hamburkan” uang. Begitulah mereka memberikan semangat dan dukungan untuk penampilan anaknya. Bahkan orang tua hingga sanak saudara yang di perantauan, menyempatkan diri untuk pulang demi menyawer di hari kenaikan kelas.

Di sekolah lain saya temukan setiap kali nama anak mereka disebutkan dalam pembagian rapor, maka mereka akan berlomba-lomba melemparkan koin ke meja saweran. Tapi semakin lama saya berpikir maka semakin banyak pertanyaan yang timbul dalam hati. Jika yang punya banyak saudara menyawer tentu merasa bahagia, namun jika tidak ada yang menyawer bagaimana, adakah rasa sedih di hatinya atau bagaimana?

Meskipun tidak ada yang mengungkapkan secara langsung hatiku tetap saja menghadirkan kesimpulan penuai tanda tanya. Hal yang luar biasa lagi, semua uang hasil saweran akan dikalkulasikan dan dibagi oleh dan untuk guru-guru di sekolah. Mengapa begitu? Entahlah saya pun tiada kan dapat menjawabnya.

  1. Sungkeman

Perwakilan siswa kelas VI sungkeman di hadapan kepala sekolah sambil mendengarkan petuah-petuah pelepasan. Mulai dari kata-kata maaf hingga motivasi penumbuh semangat.

  1. Amplop Terima Kasih

Setelah resepsi serah terima siswa antara kepala sekolah dan orang tua siswa maka dimulailah keliling sambil bersalaman. Salaman yang dilakukan orang tua dengan kepala sekolah bukan seperti biasa, namun yang dilakukan adalah “salam tempel”. Orang tua memberikan amplop kepada kepala sekolah. Jika ditanya saya, amplop itu buat apa, sekali lagi jawaban saya hanya,”entahlah”.

Bisa jadi ini semua adalah sedikit wujud rasa terima kasih mereka kepada guru yang telah mendidik anak mereka selama enam tahun lamanya. Mungkin isinya tidak seberapa tapi ketulusan dan keikhlasan hati mereka yang sangat berharga. Semoga saja setiap amplop yang mereka berikan tak menjadikan mereka kian terbebankan.

  1. Amplop Penebus Rapor

Setiap dipanggil namanya untuk mengambil rapor, maka semua siswa akan menukar amplop di tangannya dengan rapor dari tangan guru. Saya hanya mampu memasang wajah keheranan, mengapa ada tradisi seperti ini. Bahkan terkadang timbul keinginan ingin mencari siapa sebenarnya yang menjadi pencetus tradisi ini, serta apa maksud semua ini. Walaupun sedikit berlebihan, namun semua ini muncul karena saya tak dapatkan jawaban yang memuaskan setiap kali saya pertanyakan. Jawabannya hanya,”di sini emang udah biasa begini buk, sudah tradisi dari dulunya”. Kini hanya pasrah yang jadi jurus andalan.

Kadang saya berpikir, betapa luar biasa masyarakat di sini. Mengumpulkan uang untuk menghadapi acara kenaikan. Tidak sedikit biaya yang mereka keluarkan di satu hari itu saja, padahal yang terlihat mereka itu berasal dari kalangan kurang mampu. Salut saya pada semangat mereka.

Begitu banyak keistimewaan acara kenaikan di tanah pengabdianku, tradisi sunda yang penuh dengan kebersamaan patut dijadikan contoh. Namun ada juga beberapa tradisi di atas yang sangat membutuhkan jawaban dan penjelasan. Agar setiap yang dilakukan menyimpan makna yang bermanfaat tidak hanya sekedar tradisi turun-temurun yang menjadi soal tanpa jawaban saat dipertanyakan.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Januarita Sasni, S.Si, SGI. Lahir di Sumatera Barat pada tanggal 25 Januari 1991. Menyelesaikan Pendidikan menengah di SMAS Terpadu Pondok Pesantren DR.M.Natsir pada tahun 2009. Menyelesaikan Perguruan Tinggi pada Jurusan Kimia Sains Universitas Negeri Padang tahun 2014. Menempuh pendidikan guru nonformal pada program Sekolah Guru Indonesia Dompet Dhuafa (SGI DD) sejak Agustus 2014 hingga Januari 2015, kemudian dilanjutkan dengan pengabdian sebagai relawan pendidikan untuk daerah marginal hingga Januari 2016. Sekarang menjadi laboran di Lab. IPA Terpadu Pondok Pesantren Daar El Qolam 3 sejak Februari 2016. Aktif di bidang Ekstrakurikuler DISCO ( Dza ‘Izza Science Community) sebagai koordinator serta pembimbing eksperiment dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah. Tergabung juga dalam jajaran redaksi Majalah Dza ‘Izza. Mencintai dunia tulis menulis dan mengarungi dunia fiksi. Pernah terlibat menjadi editor buku “Jika Aku Menjadi” yang di terbitkan oleh Mizan Store pada awal tahun 2015. Salah satu penulis buku inovasi pembelajaran berdasarkan pengalaman di daerah marginal bersama relawan SGI DD angkatan 7 lainnya. Kontributor tulisan pada media online (Dakwatuna.com) sejak 2015.

Lihat Juga

Tradisi Ilmu dan Pendidikan antara Islam dan Barat

Figure
Organization