Topic
Home / Narasi Islam / Dakwah / Membangun Komitmen Kader Dakwah Tarbiyah

Membangun Komitmen Kader Dakwah Tarbiyah

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

tarbiyahdakwatuna.com – Komitmen di dalam bahasa arab, biasa disebut dengan iltizam. Tapi iltizam apa yang dimaksud? Tentunya iltizam bil haq. Komitmen kepada kebenaran. Karena jika kita tidak tegaskan hakikat komitmen yang dimaksud; maka kejahatan juga bisa dilakukan dengan komitmen. Dalam hal ini, kadar intelektual seorang kader dakwah menjadi penentu kualitas keteguhan komitmen. Semakin mendalam kadar intelektualnya (keilmuan), maka semakin tepatlah seorang kader membedakan antara haq dan bathil.

Dalam membangun sebuah komiten kuat di dalam harokah dakwah, setidaknya kita harus melalui 3 tahapan: 1. Mempertegas identitas, 2. Menentukkan arah perjuangan, dan 3. Mengimplementasikan pemahaman ke dalam agenda kerja. Karena urutan tersebut, sudah menjadi sebuah tahapan yang tersusun rapi, dan harus dilakukan secara kontinyu. Dan jika boleh dibagi, pada dasarnya tahap 1 dan 2 masih dalam ranah semangat berdakwah. Sebenarnya berdakwah juga merupakan kewajiban setiap muslim tanpa terkecuali. Adapun tahapan ke-3, sudah memasuki semangat berharokah. Jika berdakwah masih dalam ranah usaha ‘mengajak’ orang lain kepada kebaikan, maka berharokah sudah memasuki ranah memobilisasi/mengorganisir massa.

  1. Mempertegas Identitas

Seorang kader dakwah harus tegas dengan identitasnya. Karena identitas diri akan menentukan cara orang lain bersikap terhadap kita. Akan beda jadinya; jika orang lain memandang kita hanya sebagai seorang pemuda seperti pada umumnya, dengan memandang kita sebagai seorang kader dakwah. Akan ada kesenjangan pola interaksi, antara pemuda yang sering nongkrong di warung, dengan pemuda yang mendekatkan dirinya pada masjid. Dan inilah pentingnya ciri khas.

Dalam tahapan mempertegas identitas ini, setidaknya kita harus menguasai 3 hal: a. Aqidah yang lurus, b. Berpedoman pada quran dan sunnah, dan c. Menjadi kader yang berakhlak. Aqidah dan keimanan bagaikan sebuah dasar bangunan. Karena di sanalah kita akan berpijak. Sehingga jika pijakan kita kabur (tidak jelas), tentunya kita akan berada di dalam kebingungan. Larut dalam kegalauan. Tetapi jika aqidah sudah terbangun, maka kita harus menguasai quran dan sunnah secara baik. Karena 2 hal itulah yang menjadi pedoman hidup seorang kader dakwah. Bahkan rasul dalam khutbah haji wada mengatakan;

‘Telah aku tinggalkan 2 perkara, kau tidak akan tersesat selamanya. Selama kau berpegang teguh kepadanya; yaitu Quran dan sunnah’

Jika aqidah, pemahaman quran dan sunnah sudah baik; tuntutan selanjutnya adalah mengimplementasikan pemahaman kedalam akhlaqul karimah. Akhlak yang baik. Akhlaklah yang membuat seorang muslim memiliki karakter. Dan tidak mungkin kita dapat mendengar istilah peradaban Islam berjaya seribu tahun lebih, jika kata dasar dari peradaban, yaitu adab (etika/akhlak); tidak melekat pada diri seorang muslim. Sehingga jika ada seorang muslim tidak mencerminkan akhlaqul karimah yang Islam ajarkan, yang akan terjadi selanjutnya adalah bias identitas.

  1. Memantapkan Arah Perjuangan

Memantapkan arah perjuangan merupakan hal penting dalam perjungan membangun komitmen dakwah. Karena arahlah yang membuat kita memiliki fokus. Arah juga yang membuat kita mantap dalam menarasikan cita masa depan, dan arah pulalah yang membuat kita mantap dalam berjalan. Sehingga dalam tahapan ini, setidaknya kita perlu menguasai 3 hal; a. Manhaj (metode), b. Uslub Wasail (cara dan sarana), dan Tujuan.

Manhaj merupakan barang berharga dalam sebuah jamaah dakwah. Ke sanalah kita berorientasi. Karena manhaj yang berfungsi sebagai media penyelesaian konflik. Sehingga segala jenis konflik, dapat diselesaikan secara manhaji. Adapun uslub wasail kita dalam berdakwah harus dimaksimalkan. Dan uslub wasail juga boleh berubah, karena memang sifatnya fleksibel. Kita ada sarana liqoat tarbiyah, daurah, seminar, mukhayyam, ataupun tarbiyah dzatiyah. Semuanya harus dimaksimalkan secara baik.

Yang terakhir adalah memahami tujuan kita dalam berdakwah. Dan pemahaman akan tujuan tidak bisa kita pahami secara baik, jika kita belum memahami afiliasi pergerakan. Kita adalah jamaah dakwah yang bertransformasi menjadi partai politik. Sehingga kita harus meyakini sebuah kaidah; Aljamaah hiyal hizb, Hizb huwal jamaah (Jamaah dakwah adalah partai politik, dan partai politik adalah jamaah dakwah). Karena kata kunci dari pemahaman tersebut adalah dakwah dan politik. Keduanya harus diformulasikan secara baik, agar hubungan antara jamaah dan indivu dapat berjalan secara integral.

  1. Mengimplementasikan pemahaman ke dalam agenda kerja

Agenda kerja menjadi sebuah medan pembuktian kita dalam berdakwah. Jika 2 tahapan sebelumnya masih berkisar pada ranah konseptual dan pendalaman ideologi, maka implementasi pemahaman ke dalam agenda kerja merupakan aplikasi nyatanya. Dan agenda kerja ini pun harus sesuai dengan mihwar (orbit) dakwah. Setidaknya ada 4 mihwar; Mihwar tanzhim (organisasi), mihwar sya’bi (masyarakat), mihwar muassasi (institusi), dan mihwar daulah (negara). Dan akumulasi dari setiap mihwar itu adalah ustadziyatul alam (guru dunia). Guru dalam konteks, orang yang memberikan contoh kepada seluruh masyarakat dunia.

  1. Mihwar tanzhim. Contoh kerja yang dapat diimplementasikan dalam mihwar tanzhim, paling minimal adalah keaktifan kita di dalam struktural. Entah keaktifan dalam kepanitiaan pengurus (ranting, cabang, daerah, wilayah, hingga pusat). Atau aktif di dalam organisasi sayap seperti (rohis, LDK, KAMMI). Keaktifan dalam kepanitiaan struktural adalah sebuah kontribusi paling minimal. Jikalau kita bisa menjadi muharik (penggerak), itu jauh lebih baik.
  2. Mihwar Sya’bi. Pada mihwar ini seorang kader dakwah bisa turut aktif dalam kegiatan sosial, hingga aktif dalam organisasi kemasyarakatan. Contoh riilnya adalah keaktifan kita dalam kegiatan remaja masjid, karang taruna, yayasan sosial, hingga aktif dalam kegiatan struktural pemerintahan terkecil (RT/RW).
  3. Mihwar Muassasi. Institusi pada mihwar ini, biasanya dinisbatkan kepada institusi tempat ikhwah bekerja. Pada tahapan ini, setidaknya kita bisa menguatkan ukhuwah internal, sebelum berdakwah untuk jangakauan yang lebih luas. Jika ukhuwah antar ikhwah diinstitusi sudah terbangun, kita bisa berinisiatif mengambil sektor-sektor penting untuk mendukung kegiatan dakwah. Kegiatan seperti mengaktifkan mushola/masjid di perusahaan, membangun nuansa dakwah ditempat kerja, hingga menunjukkan akhlaqul karimah ditempat kerja (memberi salam, saling mendoakan, dll).
  4. Mihwar Daulah. Mihwar pada tahapan daulah memang sedikit orang yang bisa mencapainya. Mihwar ini bisa dikerjakan oleh ikhwah yang menduduki jabatan publik seperti tenaga professional pemerintahan, pejabat pemerintahan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). Tahapan ini, memiliki skala yang besar dan luas. Karenanya perlu ada kesinambungan dengan kader di grassroot, agar lebih mudah terintegrasi.

Adapun akumulasi dari ke-4 mihwar ini adalah tercapainya ustadziyatul alam (guru peradaban). Keteladanan untuk rakyat di seluruh dunia, yang berperan besar dalam perealisasian kebangkitan umat Islam. Ustadziyatul alam ini juga dekat maknanya dengan kepemimpinan. Dan semua hal itu dapat tercapai, jika setiap mihwar dapat diselesaikan secara baik. Sehingga Ustadziyatul alam yang tercipta nanti, adalah kepemimpinan yang adil dan sejahtera. Dan hal ini dapat dibangun, dengan cara mempersiapkan kader dakwah muda yang unggul. Sabab alyaum, wa rijalul ghod (Pemuda saat ini, adalah pemimpin di masa depan).

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (5 votes, average: 5.00 out of 5)
Loading...

Tentang

Mahasiswa Hubungan Internasional, FISIP UIN Jakarta.

Lihat Juga

Ada Dakwah di Dalam Film End Game?

Figure
Organization