Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Cinta Sahabat Pada Rasulullah SAW

Cinta Sahabat Pada Rasulullah SAW

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Foto: onislam.net)
Ilustrasi. (Foto: onislam.net)

dakwatuna.com – Majelis Rasulullah SAW, kali ini sangat berkesan. Pasalnya, majelis ini tidak hanya sekadar dihadiri banyak sahabat baik di kalangan Muhajirin dan Anshar namun juga ada episode yang menarik dan mengharukan dalam majelis tersebut. Setelah Rasulullah SAW menyampaikan ceramah yang mengugah, beliau berkata dengan lembut,” Wahai sahabatku, seandainya selama ini ada perbuatanku yang menyakiti hati kalian. Maka kinilah saatnya kalian membalasnya”. Para sahabat terdiam dan saling berpandangan ketika ungkapan itu disampaikan dengan penuh kerendahan hati.

Pada pikiran dan hati sahabat tergambar ungkapan, tidak mungkin orang yang semulia ini menyakiti diri mereka. Dalam keheningan tersebut, tiba-tiba dari arah belakang berdiri seorang sahabat dan berkata lantang, ”Saya ya Rasululllah, saya yang pernah engkau sakiti.! Suasana majelis berubah drastis, awalnya suasana tenang kemudian berubah tegang dan menegangkan. Para sahabat merasa heran dan tidak menduga ada seseorang yang begitu lancang pada Rasulullah. Lalu Umar bin Khatab berdiri dan ingin memberi pelajaran pada sahabat tersebut. Namun Rasulullah justru menenangkan Umar dan meminta dia untuk bersabar menghadapi masalah ini. Rasul menyuruh sahabat ini maju ke depan dan memintanya untuk mengutarakan maksud perkataannya.

Setelah sahabat ini mendekat, dengan tenang dirinya membuka pembicaraan, “Wahai Rasulullah, tidakkah engkau ingat dalam sebuah pertempuran, pedang engkau melukai tubuhku? Sejenak Rasulullah terdiam dan kemudian berkata, “ Iya! lalu bagaimana”? Saya ingin membalasnya, kata sahabat tersebut. Secara spontan Rasulullah menjawab” Silahkan engkau membalasnya “. Namun ya Rasulullah waktu itu aku tidak memakai baju dan aku berharap engkau juga menanggalkan bajumu, kata sahabat itu sambil memelas.

Sejurus kemudian Rasulullah mulai mananggalkan bajunya dan secepat kilat sahabat tersebut memeluk dan mendekap Rasulullah kuat-kuat sembari dengan linangan air mata berkata, “Tidak mungkin ya Rasulullah, aku akan membalasnya! Ini aku lakukan karena keinginan kuatku untuk mendekap dirimu sejak lama dan kesempatan itu ada pada hari ini. Dua sahabat ini saling berangkulan dan menangis sebagai rasa cinta yang mendalam yang didasari keimanan. Suasana majelis menjadi haru biru, sahabat lain juga larut dalam keharuan dan kesediaan yang tiada tara melihat episode yang luar biasa di hadapan mata.

Begitulah sejarah menceritakan bagaimana seorang sahabat, untuk memenuhi hasrat cintanya pada Rasulullah dilakukankan dengan cara yang justru menimbulkan ketegangan namun klimaksnya penuh dengan keharuan. Beliau melakukan itu sebagai cara ampuh untuk bisa merangkul diri Rasulullah dalam dekapan yang penuh pesona. Sebuah kejadian yang sarat dengan makna yang mengambarkan betapa cintanya sahabat pada Rasulullah. Memang kecintaan sahabat pada Rasulullah sangat luar biasa. Mereka tidak hanya sekadar menyatakan cinta dalam ungkapan kata namun justru dibuktikan dengan jiwa raga. Sahabat rela mengorbankan harta, keluarga, jabatan bahkan nyawanya sekalipun untuk memenuhi dahaga cintanya pada orang yang dicintainya setulus jiwa.

Bagaimana Abu bakar Siddiq rela menanggung sakit yang bersangatan digigit ular ketika beliau bersama Rasul bersembunyi di gua Hira’ menghindari kejaran kafir Quraisy? Atau Ali bin Abi Thalib yang mengantikan posisi tidur Rasul ketika rumahnya dikepung pemuda Quraisy guna membunuh Rasulullah? Hal ini resikonya sangat jelas yaitu luka berat atau terbunuh. Kisah lain dalam perang Uhud, ada sahabat yang menjadi perisai untuk melindungi Rasul dari tembakan busur panah dari pasukan musuh dan di antara meraka banyak yang syahid di jalan Allah. Banyak lagi perjuangan dan pembelaan sahabat pada Rasulullah sebagai wujud cinta tulus mereka pada Rasul akhir zaman ini.

Lalu bagaimana dengan kita? Umat yang tidak berjumpa dengan Rasulullah. Walaupun kita sering membaca sabdanya namun kita tak pernah mendengar suaranya. Sekalipun kita mengetahui kisah hidupnya, gerak langkah dan perjuangannya, tutur katanya namun kita tak pernah bertatap muka dengannya. Bagaimana cara kita mewujudkan rasa cinta tersebut sebagaimana para sahabat membuktikannya. Dalam hal ini, tidak ada aral yang melintang yang akan menghalangi cinta umat pada Rasulnya sekalipun hidup pada masa yang berbeda.

Makanya ada beberapa cara yang dapat kita lakukan dalam mewujudkan cinta sejati pada sang kekasih (Rasulullah). Pertama, menerima dan menyakini ajaran yang dibawanya. Dinul Islam sebagai risalah dakwahnya hendaknya betul-betul kita pahami dan amalkan dalam kehidupan nyata. Kedua, menyampaikan ajarannya. Kita diperintahkan untuk melanjutkan perjuangannya dengan menyampaikan dakwah dalam menyelamatkan umat manusia sebagai misi utama dakwah Rasulullah. Ketiga, menyebut nama dan bershalawat padanya. Menyebut nama Rasulullah dengan mesra dan bershalawat padanya dengan indah merupakan wujud kecintaan pada Rasulullah. Keempat, menjaga nama baik dan memuliakan keluarga serta para sahabat yang berjuang bersamanya. Kita harus menentang siapa saja yang menghina para sahabat yang dimuliakannya karena menghina sahabat juga berarti menghina Rasulullah. Kelima, berjuang dan membela dirinya dari berbagai tuduhan yang menghinakan. Dalam hal ini kita tidak mentolerir sedikitpun orang yang menghina Rasulullah. Kita harus membelanya sekuat tenaga dan sepenuh jiwa tentu dengan cara yang bijaksana yang tidak menimbulkan masalah baru. Seperti perlawanan kita pada pemberitaan tabloid Charlie Hebdo yang telah menghina Rasulullah melalui karikatur. Umat Islam harus bersatu untuk menghadapi ini sehingga kasus yang sama tidak akan pernah terulang lagi.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lahir di Batusangkar tanggal 28 September 1967. SD sampai SMA di Batusangkar dan menamatkan S1 pada Fakultas Tarbiyah IAIN �Imam Bonjol� Batusangkar. Tamat April 1993 dan kemudian mengajar di MTSN Batusangkar sebagai tenaga honorer. Tahun 1992-2005 aktif mengelola kegiatan Pendidikan dan Dakwah Islam di bawah naungan Yayasan Pendidikan Dakwah Islam Wihdatul Ummah. Tahun 1995 bersama aktivis dakwah lainnya, mendirikan TK Qurrata A�yun , tahun 2005 mendirikan SDIT dan PAUD. Semenjak tahun 1998 diangkat sebagai guru PNS dan mengajar di SMAN 2 Batusangkar sampai sekarang. Tahun 2012 mendirikan LSM Anak Nagari Cendekia yang bergerak di bidang dakwah sekolah dan pelajar diamanahkan sebagai ketua LSM. Di samping itu sebagai distributor buku Islami dengan nama usaha � Baitul Ilmi�. Sejak pertengahan Desember 2012 penulis berkecimpung dalam dunia penulisan dan dua buku sudah diterbitkan oleh Hakim Publishing Bandung dengan judul: "Daya Pikat Guru: Menjadi Guru yang Dicinta Sepanjang Masa� dan �Belajar itu Asyik lho! Agar Belajar Selezat Coklat�. Kini tengah menyelesaikan buku ketiga �Guru Sang Idola: Guru Idola dari Masa ke Masa�. Di samping itu penulis juga menulis artikel yang telah dimuat oleh Koran lokal seperti Padang Ekspress, Koran Singgalang dan Haluan. Nama istri: Riswati guru SDIT Qurrata A�yun Batusangkar. Anak 1 putra dan 2 putri, yang pertama Muthi�ah Qurrata Aini (kelas 2 SMPIT Insan Cendekia Payakumbuh), kedua Ridwan Zuhdi Ramadhan (kelas V SDIT ) dan Aisyah Luthfiah Izzati (kelas IV SDIT). Alamat rumah Luak Sarunai Malana Batusangkar Sumbar.

Lihat Juga

Semusim Cinta, Ajang Menambah Ilmu dan Silaturahim Akbar WNI Muslimah Se-Korea Selatan

Figure
Organization