Topic
Home / Berita / Surat Pembaca / Surat Cinta untuk Para Produser Film dan Hiburan

Surat Cinta untuk Para Produser Film dan Hiburan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Tayangan Televisi (inet) - Foto: kontan.co.id
Tayangan Televisi (inet) – Foto: kontan.co.id

dakwatuna.com – Saya Abdullah Muadz ingin mewakili para orang tua yang saat ini sangat galau, cemas, prihatin dan ketakutan yang luar biasa terhadap nasib anak-anaknya. Saat ini banyak orang tua yang semakin cemas melihat situasi dan kondisi lingkungan yang ada.  Mungkin mereka terlalu sibuk atau tidak pandai menyusun kalimat, maka saya memberanikan diri untuk mewakilinya.

Kejahatan dan kemaksiatan bukan lagi menunggu korban, tetap begitu agresifnya mencari korban. Tidak memandang segmen korban,  anak usia dini juga menjadi sasaran agresifitas hiburan laknat tersebut.  Begitu juga sasaran areanya, bukan lagi ke tempat-tempat yang biasa dilakukan maksiat, tetap sudah menerobos ke semua ruang,  kamar tidur, kelas sekolah, tempat ibadah dan tempat manapun melalui gadget dan Smart Phonenya.

Siapa orang tua yang tidak galau ketika tayangan maksiat yang sangat menjijikkan itu dilakukan oleh anak usia sekolah dasar, yang disebar melalui Youtube? Bagaimana orang tua bisa tidak cemas ketika untuk mengakses gambar dan film terlaknat itu hanya membutuhkan waktu hitungan detik dengan harga paket internet yang begitu murah? Bagaimana orang tua tidak khawatir ketika anak-anaknya bisa mengakses apa saja melalui smart phone dari kamar tidurnya sambil asyik santai..?

Mari kita jujur melihat realitas yang terjadi di sekeliling kita, ada apa yang terjadi,  terkait dengan trend baru yaitu sarana Teknologi  Informasi yang begitu murah dan mudah didapat. Jika kita mau jujur maka kita akan dapatkan gejala Kecanduan Hiburan yang sudah sangat Over Dosis di tengah masyarakat kita.  Lihatlah gejalanya..

Ciri-ciri Kecanduan:

  1. Menyita sebagian besar potensinya baik waktu tenaga pikiran dan uangnya.
  2. Menjadi tema utama dalam pembicaraan hari harinya.
  3. Dosisnya yang terus bertambah tanpa disadarinya.
  4. Tanpa melihat situasi, kondisi, waktu, kapan saja kalau sudah sakau akan berupaya dipenuhinya.
  5. Ketika ada rangsangan sedikit sekalipun. Langsung direspon dan bisa melalaikan tugas lainnya.
  6. Hilangnya sebagian besar potensi positifnya, karena tersita oleh kesenangan syahwatnya tersebut.
  7. Puncak kecanduannya, bisa menjadi kebutuhan pokok dan tujuan hidup, karena hari hari pekerjaanya lebih banyak untuk memenuhi keinginan, dan kesenangan syahwatnya, dari pada mengerjakan pekerjaan penting lainnya..

Sekadar contoh kecil saja, Anak-anak yang bolos sekolah, terus masuk ke Warnet main Games online, masihkan dikatakan hiburan biasa? Seseorang bisa merasa ringan bangun tengah malam atau dini hari hanya untuk menonton bola, masih kah itu dikatakan hiburan biasa? Anak-anak yang asyik di depan Televisi tak menghiraukan suara adzan, masihkan itu dikatakan hiburan biasa?

Pengaruh Media terhadap anak makin besar, teknologi semakin canggih & intensitasnya semakin tinggi. Padahal orangtua tidak punya waktu yang cukup untuk memerhatikan, mendampingi & mengawasi anak. Anak lebih banyak menghabiskan waktu menonton TV ketimbang melakukan hal lainnya. Dalam seminggu anak menonton TV sekitar 170 jam.

Sekitar 60 juta anak Indonesia menonton TV selama berjam-jam hampir sepanjang hari. Apa yang ditonton? Anak-anak menonton acara TV apa saja karena kebanyakan keluarga tidak memberi batasan menonton yang jelas. Mulai dari acara gosip selebritis; berita kriminal berdarah-darah; sinetron remaja yang penuh kekerasan, seks, intrik, mistis, amoral; film dewasa yang diputar dari pagi hingga malam; penampilan grup musik yang berpakaian seksi dan menyanyikan lagu dengan lirik orang dewasa; sinetron berbungkus agama yang banyak menampilkan rekaan azab, hantu, iblis, siluman, dan seterusnya. Termasuk juga acara anak yang banyak berisi adegan yang tidak aman dan tidak pantas ditonton anak.

Tayangan yang paling banyak penggermarnya adalah tayangan gaya hidup artis dan selebritis. Masing-masing stasiun televisi mempunyai lebih dari satu acara untuk menayangkan gaya hidup artis dengan segala gaya hidup glamournya, koleksi pakaiannya, alat-alat kecantikannya, model rumahnya, perabot rumah tangganya, serta model kolam renangnya.

Sementara sinetron dan teledrama lebih banyak bercerita tentang kehidupan orang kaya, menengah ke atas. Jarang sekali sinetron yang bercerita tetang masyarakat yang terpinggirkan. Para sutradara ramai-ramai menjual mimpi-mimpi indah ke tengah-tengah masyarakat. Sehingga pesan-pesan yang nampak dalam tayangan itu diantaranya adalah:

Mengipas-ngipas nafsu birahi
Mengipas-ngipas nafsu konsumeris
Mengipas-ngipas nafsu ingin cepat tenar

Apa yang mereka pelajari selama itu?

Mereka akan belajar bahwa kekerasan itu menyelesaikan masalah. Tiap hari nonton kalau dijumlah anak-anak kita sudah menyaksikan ribuan kali kalimat kekerasan, kebuasan, keberingasan, kebengisan, keganasan dan sebagainya. Padahal usia mereka banyak yang masih balita yang disebut usia golden age.

Mereka juga belajar cari jalan pintas untuk mendapatkan segala senangan, tidak perlu melihat hala dan haram yang penting enak, nikmat dan cepat didapat.

Mereka juga belajar untuk duduk di rumah dan menonton, bukannya bermain di luar dan berolahraga. Hal ini menjauhkan mereka dari pelajaran-pelajaran hidup yang penting, seperti bagaimana cara berinteraksi dengan teman sebaya, belajar cara berkompromi dan berbagi di dunia yang penuh dengan orang lain.

Marilah kita akui saja bahwa memang hiburan sudah menjadi candu pada sebagian orang. Sehingga ada niat untuk mengntisipasi, serta mengendalikan agar tidak merusak tatanan social dan kemasyarakatan.

Hasil Penelitian yang Mengejutkan

Semoga temuan ini bisa melunakkan hati para Produser Film dan Hiburan, bahwa anda bisa memikul dosa yang sangat besar melebihi penjahat perang manapun juga, jika masih memproduksi hiburan yang akan menghancurkan anak bangsa.

Pornografi Memicu Ketagihan yang Akut

Berdasarkan pemotretan melalui positron emission tomography (PET), terlihat jelas bahwa seseorang yang tengah menikmati gambar porno mengalami proses kimia dalam otak sama dengan orang yang tengah menghisap kokain.

Dampak akut pornografi ternyata lebih jahat ketimbang kokain. Karena pengaruh kokain dalam tubuh bisa dilenyapkan (dengan detoksifikasi) . Adapun materi pornografi, sekali terekam dalam otak, image porno itu akan mendekam dalam otak selamanya.

“Tak satupun data yang memperlihatkan keuntungan mengkonsumsi gambar-gambar porno. Andai pornografi membuat sehat, maka saat ini seharusnya kita jauh lebih sehat, namun yang ada adalah sebaliknya”

Layden menunjukkan bahwa pecandu pornografi cenderung mengalami ejakulasi prematur atau disfungsi ereksi dalam kehidupan seks nyatanya. Terlalu lama bercengkrama dengan fantasi seks non-alami seperti cybersexs fantasy membuat mereka mengalami kesulitan ketika mesti berhadapan  dengan manusia nyata. Pornografi melambungkan ekspektasi soal kenikmatan seksual pada saaat yang sama mereka kehilangan pengalaman seks riilnya.

Dr. Judith Reisman, pakar neuroscience (ilmu syaraf mutakhir), presiden Institut Edukasi Media, California AS:

“Kajian Neuroscience membuktikan sebuah image yang menggetarkan emosi serupa gambar porno memicu reaksi biokimia yang kuat pada otak. Reaksi ini bersifat instant namun meninggalkan jejak ingatan permanent pada memori. Sekali saja cairan zat kimia syaraf tercipta, ia akan sulit bahkan tidak mungkin dihapus”.

“Ada semacam fenomena sabotase otak yang aneh, ketika image tertangkap mata meski hanya 3/10 detik dan tersambung ke otak, maka secara alami otak akan mengalami perubahan structural lantas merekamnya menjadi memori”

“Secara literal kita terus mengembangkan otak baru (new brain) pada setiap pengalaman visual yang kita alami, gambar porno adalah  image yang sangat kuat dan meninggalkan ingatan yang kuat karena tekanan hormone libido dan berpotensi memicu ketagihan”.

Psikiater dan guru besar pada Universitas Princeton, Jeffrey Satinover MS MD:

“Kemajuan neuroscience mengantarkan manusia modern mampu mengetahui proses alami seseorang yang kecanduan heroin sama persis dengan orang yang kecanduan gambar porno, yang berbeda Cuma medianya.”.

Neil Postman, ilmuwan dan pakar media informasi AS dalam bukunya, “Berlalunya Masa Kanak-Kanak“ (1995) :

Menyaksikan adegan porno yang membangkitkan nafsu birahi dapat menyebabkan percepatan usia baligh pada anak-anak. Kini anak-anak AS kehilangan indahnya masa kanak-kanak mereka lebih awal dibandingkan anak-anak lain seusianya. Berdasarkan jajak pendapat yang dibuatnya pada th 1995 terhadap anak-anak dan remaja usia 10-16 th yang kerap menyaksikan tayangan pornografi di tv. Postman menemukan fakta mereka lebih cepat melakukan hubungan seksual, tidak berlaku hormat terhadap orang tua, suka berbohong dan suka berperilaku kasar“

Dolf Zilman dan Jennis Bryant dalam studinya terhadap pornografi non-kekerasan (1982) Menyimpulkan bahwa tatkala obyek penelitian terekspos berulang kali pada pornografi, mereka:

Menunjukkan peningkatan ketidak sensitifan terhadap perempuan

Cenderung menganggap perkosaan sebagai kejahatan ringan

Cenderung memiliki persepsi menyimpang mengenai seksualitas

Menunjukkan peningkatan kebutuhan akan tipe-tipe pornografi yang lebih keras dan menyimpang, seperti anal intercourse, sodomasochism (hubungan seks yang melibatkan penyiksaan) dan merasa tidak bersalah meminta pasangannya melakukan hal-hal tsb.

Kehilangan kepercayaan terhadap perkawinan sebagai lembaga yang layak

Cenderung melihat hubungan di luar pernikahan sebagai perilaku normal dan alamiah

EFEK PORNOGRAFI Hasil riset Victor B Cline (1986) di AS

Addiction, pikiran tidak tenang, selalu ingin melihat materi-materi pornografi

Escalation, tuntutan untuk meningkatkan kadar materi pornografi yang dilihat.

Desensitization, tidak peduli bahaya pornografi

Act-out, melampiaskan hasrat.

Itulah sebabnya wahai Saudaraku Para Produser Film dan Hiburan, …!

Anda bisa dikatagorikan penjahat yang sangat kejam, jika produk yang Anda hasilkan dapat merusak generasi muda bangsa yang sangat kita cintai ini. Anda akan menanggung dosa yang berlipat-lipat dari para korban yang diakibatkan oleh pengaruh produk yang Anda hasilkan.

Sebaliknya Wahai Para Produser …!

Anda bisa mendapatkan ganjaran Pahala yang Besar, bahkan jauh melebihi pahala orang sholeh manapun… Jika Anda bisa menghasilakan Produk Film yang dapat mendidik Anak Bangsa ini. Film yang bisa menggugah dan menambah keimanan, menambah semangat dan rajin Ibadah, menambah dan memperbaiki Akhlaq dan Moral Anak Bangsa.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Barang siapa dapat memberikan suri tauladan yang baik dalam Islam, lalu suri tauladan tersebut dapat diikuti oleh orang-orang sesudahnya, maka akan dicatat untuknya pahala sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikitpun pahala yang mereka peroleh. Sebaliknya, barang siapa memberikan suri tauladan yang buruk dalam Islam, lalu suri tauladan tersebut diikuti oleh orang-orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa sebanyak yang diperoleh orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa yang mereka peroleh sedikitpun” (Shahih Muslim 1017-15)

Dari hati yang paling dalam sambil diiringi kecemasan yang dalam pula, Saya bermohon dan berdo’a semoga Allah SWT memberikan Rahmat dan Hidayahnya kepada Anda semua para Produser Film dan Hiburan, sehingga hasil karya Anda bisa bernilai ibadah dan bisa membawa manfaat besar bagi keselamatan Generasi Muda Bangsa ini…

Subang, 8 Juni 2015

Dari Saya yang Mencintai Anda

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

1. Pendiri Pesantren Ma�rifatussalaam Kalijati Subang. 2. Ketua Umum Assyifa Al-Khoeriyyah Subang. 3. Pendidiri, Trainer & Presenter di �Nasteco�. 4. Pendiri dan Trapis Islamic Healing Cantre Depok. 5. Pendiri LPPD Khairu Ummah Jakarta.

Lihat Juga

Semusim Cinta, Ajang Menambah Ilmu dan Silaturahim Akbar WNI Muslimah Se-Korea Selatan

Figure
Organization