Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Memesona dalam Taat

Memesona dalam Taat

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (scenery-wallpapers.com)
Ilustrasi. (scenery-wallpapers.com)

dakwatuna.com – Adalah Musa As, seorang lelaki gagah utusan Allah yang kisahnya sangat menyejarah. Diutus Allah di kota Mesir untuk berdakwah melawan Ayah angkatnya sendiri yang mengaku sebagai tuhan. Si pembangkang yang hidupnya penuh dalam kesombongan, Fir’aun.

Musa As tetaplah manusia yang juga memiliki kekurangan. Ia tak pandai beretorika. Lisannya gagap. Tatkala diperintahkan Allah untuk menyampaikan kebenaran kepada Fir’aun, Musa merasa gugup dan khawatir dengan ketidakmampuannya dalam beretorika. Hingga ia berdoa untuk kelancaran lisannya yang gagap kepada Sang Pemberi Kemudahan, doa yang diabadikan dalam Alquran Surat Taha ayat 25-28. Taat akan titah Tuhan meski dalam keterbatasan kemampuan, itulah yang Musa As contohkan.

Musa As juga pernah menghadapi situasi genting yang membuat ia buntu dalam menghadapi permasalahan. Itulah yang terlihat saat Musa As dan pasukannya terjebak di perbatasan laut, sedangkan di belakangnya jarak pasukan Fir’aun yang mengejar mereka semakin dekat dan terus mendekat. Dalam keadaan hati yang penuh kekhawatiran, turun titah Tuhan untuk melemparkan tongkatnya ke laut. Musa hanya taat dan patuh akan titah Tuhan. Tak terpikir bahwa tongkat kecilnya akan mampu membelah lautan yang begitu luas. Namun, Allah mampu berbuat apa saja di luar dugaan dan lintasan pikiran manusia. Taat, itu saja tugas kita, dan Allah akan selalu datang mengulurkan bantuan di setiap permasalahan yang menghadang.

Ibrahim As pun mengajarkan hal sama kepada kita : Taat tanpa tapi. Meskipun hati nurani sulit berkompromi dengan kehendak-Nya. Ibrahim As harus menyembelih satu-satunya anak kesayangan yang telah lama dinanti dalam bilahan tahun, bulan, dan hari. Ayah mana yang tega menyembelih putra kesayangannya? Tidak ada. Tapi perintah Allah justru turun kepada Ibrahim untuk menguji ketulusan cintanya kepada Allah. Akankah Ibrahim As mendahulukan cinta Allah atau justru cinta kepada buah hati kesayanganya?. Namun, sang anak pun taat akan titah-Nya. Ismail As ikut memotivasi ayahnya untuk melaksanakan perintah Allah. “Jika ini adalah perintah Allah, maka laksanakanlah wahai Ayah, Aku ridha dengan keputusan-Nya” ungkap Ismail As. Dalam kesedihan hati yang mendalam, dalam derasnya airmata yang bercucuran, Ibrahim As melaksanakan Titah Tuhan. Lalu keajaiban pun datang. Allah memberikan kibas untuk menggantikan posisi Ismail As. Itulah buah taat, ia memesona setiap hamba yang seutuhnya patuh pada-Nya.

Pun, begitu juga kisah Julaibib, lelaki pendek, jelek lagi miskin. Seorang lelaki yang di usia sudah tua dan mampan untuk menikah, belum juga memiliki kekasih hati yang halal untuknya. Hingga suatu hari ia berjumpa dengan Rasulullah Saw, dan terjadilah perbincangan serius di antara mereka.

“Wahai julaibib, tidakkah engkau ingin menikah?”, Tanya Rasulullah

“Aku akan mencari calon pendamping untukmu”, kata Rasulullah.

“Engkau tidak akan mendapati wanita yang bersedia menjadi pendamping hidupku”. Sahut julaibib

“Tapi engkau di sisi Allah bukalah orang yang tidak laku”. Jawab Rasul dengan penuh keyakinan.

Beberapa hari kemudian, Rasulullah berjumpa dengan seorang lelaki Anshar yang mempunyai seorang anak perempuan yang berstatus janda sebab suaminya yang telah meninggal dunia. Awalnya istri dari lelaki Anshar ini tidak bersedia menikahkan anak perempuannya dengan lelaki yang bernama Julaibib. Hingga, tiba-tiba perempuan itu berkata “ Jika ini adalah permintaan Rasulullah, bagaimana mungkin aku menolaknya?”. Sungguh, aku bersedia menjadi pendamping hidupnya. Singkat cerita, mereka berdua pun menikah dan merayakan cintanya bersama-sama dengan penuh bahagia.

Tak berapa lama setelah kebersamaan yang mereka lewati, panggilan jihad diserukan oleh Rasulullah Saw. Dengan sigap siaga Julaibib memenuhi panggilan juang untuk membela agama Allah Swt. Meski status dia masih dikatakan sebagai ‘pengantin baru’, tapi Julaibib tetap mendahulukan cinta kepada Allah dengan ikut serta dalam jihad fi sabilillah. Hingga ia syahid dalam perang dengan jaminan syurga. Hingga Rasulullah berkata “Aku bagian dari dirinya, dan dia bagian dari diriku”. Mendahulukan cinta Allah, Taat kepada perintah-Nya dengan bersegera memenuhi panggilan Jihad fi sabilillah walau dalam keadaan berat, itulah yang diajarkan Julaibib pada kita semua. Dalam taat yang menyeluruh, ia raih pahala yang sangat memesona; Surga!.

“Urusan kita sebagai hamba memang taat kepada Allah. Lain tidak!” begitulah ungkap Ustad Salim A Fillah. Taat kepada Allah akan menghantarkan kita pada keajaiban-keajaiban yang memesona di luar prasangka. Dalam taat, apapun masalah akan teratasi. “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar bagi-Nya” (QS. At-Talaq: 2). Dalam taat yang menyeluruh, patuh yang utuh, selalu ada jalan keluar yang bisa kita tempuh. Dan Allah akan hadirkan jawaban-jawaban yang mempesona dalam sebagai buah taat pada-Nya. Semoga kita menjadi hamba yang taat seutuhnya, pada-Nya. Aamiin Ya Allah.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (1 votes, average: 1.00 out of 5)
Loading...

Tentang

Alumni Fakultas Syariah dan Hukum, Jurusan Hukum Ekonomi Syari�ah, UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Lihat Juga

Lelah dalam Ketaatan

Figure
Organization