Topic
Home / Pemuda / Cerpen / Kepergian Fatimah

Kepergian Fatimah

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Waktu memang begitu cepat beranjak, bahkan aku baru tersadar jika usiaku kini telah menginjak angka 21 tahun. Sepertinya baru beberapa tahun lalu aku meninggalkan masa bermain dengan teman kecilku, berlari, berkejaran, bermain di sungai bahkan tak jarang membohongi bunda demi mandi di sungai yang kapan saja bisa menenggelamkan tubuh kami. Tapi itulah masa indah yang pernah terlewati di masa kecil.

“Kak, rina mau punya adek baru loh” rina mendatangiku yang duduk di ayunan

Hari ini memang sengaja aku datang ke rumah paman yang hanya berjarak beberapa meter saja dari rumah, sembari mengisi waktu libur kuliah dan silaturrahmi. Aku cukup heran mendengar ucapan rina, memang bukan hal yang aneh jika ibu hamil karna usianya juga masih memungkinkan, namun terasa janggal karna sejak kelahiran iyad 9 tahun lalu, ibu tidak pernah hamil lagi.

“Rina tau dari mana ibu hamil?”

“Rina tau lah kak, kakak gak percaya ya? ayolah kita tanya bunda” rina meyakinkanku sembari menyeratku

“Udah, iya kak percaya. Jadi iyad gimana?”

“Iyad? Ya gitulah kak, kenapa sama iyad kak?”

Aku menggelengkan kepala sembari tersenyum, aku baru sadar jika gadis manis yang mempunyai hidung mancung ini masihlah gadis yang beranjak remaja dan belum terlalu memahami arah pembicaraanku.

“Zahra kapan datang? Kok gak masuk? Lagi libur ya?” ibu menghampiri kami ke ayunan

Aku menyalam dan membantunya menaiki ayunan, entah kenapa rasanya sedikit parno dengan kehamilan ibu kali ini. Ibu duduk di hadapanku, aku memperhatikannya dan tersenyum.

“Kenapa senyum? Ibu tanya kok gak di jawab?” ibu kembali tersnyum padaku

“Maaf bu, zahra udah 2 hari di sini cuma baru sempat kemari hari ini. Zahra memang lagi libur bu. ibu sehat?”

“Alhamdulillah sehat, doakan juga adiknya sehat ya”

Aku mengamini dan menjawab dengan senyuman, dan kini aku yakin bahkan haqqul yakin dengan apa yang diceritakan rina sebelumnya.

Ada rasa bahagia dalam hati, karna sudah lama rumah ini tak diisi dengan tangisan bayi, jika pun ada bukanlah dari keturunan kakek dan nenek dan mendengar kabar ini seakan mendapatkan kado terindah yang telah lama diidamkan. Bayang-bayang suasana ramadhan dan idul fitri bersama adik yang baru, aku bahkan telah membayangkan jika dialah yang akan menjadi perebut perhatian semua orang di idul fitri nanti. Ingin rasanya melihat wajahnya segera terlahir di bumi ini.

Aku akan menyiapkan nama untuknya, dan akan memposting foto-fotonya nanti, dia pasti sangat manis dan lucu. Aku membathin di hati

“Zahra kenapa senyum-senyum sendiri, nak?” bunda mengejutkanku yang menatap layar laptop

“Bunda, zahra terkejut” rengekku

“Itulah tandanya zahra melamun, menghayal sampe bunda datangpun gak sadar lagikan?” bunda duduk di sampingku

“Zahra lagi bayangin kalo puasa nanti adek baru lahir pasti rame, belum lagi kalau udah lebaran pasti pada datang, seru kayaknya bunda”

Bunda menatapku dengan senyuman dan menggelengkan kepala

“Doakan aja, ibu dan adeknya sehat-sehat”

“Aamiiiinn ya allah”

Aku harus merelakan diri dan meringankan langkah untuk kembali ke aktivitas perkuliahanku, karna perkuliahan telah dimulai sejak 1 minggu lalu dan aku telah ketinggalan sejauh ini, belum lagi jadwal bimbingan KRS. Jika saja aku masih bisa berlama-lama di sini aku akan sangat bahagia pastinya, tapi jika terus di sini aku tak akan bisa secepatnya wisuda, dan itulah motivasi satu-satunya yang membuatku semangat untuk melangkah.

“Sesampainya di sana segera telfon bunda ya nak” bunda mencium pipiku

“iya bunda. Bunda jangan capek-cepek ya, jaga kesehatan”

“Zahra juga, jangan lupa makan, obatnya juga, dan kalo ada apa-apa segera kabari bunda atau abang” bunda memang selalu memesakan hal yang sama setiap kali aku akan pergi jauh darinya

Aku mengangguk dan memeluk bunda, dan sekali lagi bunda mencium pipi dan keningku sebelum akhirnya mobil yang mengantarkanku berangkat.

Bayangan memiliki adik baru selalu menghantuiku, ingin sekali waktu berjalan lebih cepat dan segera berganti demi menyambut adik baru. Entah seperti apa wajahnya, apakah iyad kali ini akan mempunyai pesaing ataukah rina dan dila yang akan mempunyai pesaing?, taksabar rasanya.

Minggu-mingggu ini aku cukup disibukkan dengan tugas-tugas kuliah,laporan praktikum yang harus di kumpulkan dan akan semakin sibuk karna aku harus deadline jika tak ingin tugas-tugas itu terbengkalai karna bunda dan paman (ayah rina) akan datang dalam acara wisuda abang reza hanya beberapa hari lagi. Handpone di tasku berdering, sepertinya ada pesan masuk.

Zahra kapan kesini? Abang jemput ya? dugaanku benar, pesan barusan berasal dari abang reza. Kami memang tidak tinggal di satu rumah, sekalipun tinggal di kota yang sama karna jarak antara kampusku dan abang reza sangat jauh. Tapi abang reza sering menjengukku, dan mengantar atau menjemputku jika hendak ke tempatnya.

“Bunda, paman lama ya service mobilnya, dari pagi sampe malam gini belum lagi pulang” aku melihat arah jam yang telah menunjukkan ke angka 20.10 wib

“Paman bukan service aja, tapi sekalian belanja untuk perlengkapan adek baru”

“Wahh, panteslah lama. Udah USG bun?”

“Udah, kata dokternya adeknya laki-laki”

“Gak apa kan kalo cowok, lagian iyad juga biar punya teman dan biar jangan terlalu egois dia. Liat lah sekarang kakaknya aja diatur sama dia, disuruh-suruh kan?” abang reza yang asyik dengan nasi di hadapannya menambahi”

“Tapi paman kayaknya semangat ya bun, dulu mana mau belanja-belanja gini sendirian lagi”

Bunda tersenyum mendengar penuturanku barusan, seakan membenarkan dan membayangkan masa lalu di waktu pamanku belum menjadi ayah yang perhatian seperti saat ini.

“Bunda kapan lahirannya?” aku kembali bertanya karna penasaran

“Kemungkinan di ramadhan ini. Makanya paman belanja sekalian untuk persiapan lebaran”

Sudah hampir 1 minggu bunda tak menghubngiku, padahal biasanya bunda sangat intens menghubungiku. Mungkin bunda sedang sibuk dengan pengajian-pengjiannya karna sebentar lagi akan ramadhan, ataukah mungkin adik baru telah lahir, tapi kenapa tak ada yang memberitahuku?. Usai shalat isya’ aku merebahkan badan di atas tempat tidur dan rasanya sangat nyaman sekali, mata yang sedari tadi telah mendayu tak juga terpejam, aku telah membaca shalawat nariyah tapi tak juga mataku menolak untuk terpejam. Sampai sepenuhnya aku terjaga karna dering Hp yang memanggil, ku perhatikan layar hp, ternyata bunda.

“Assalaamu’alaikum” suara bunda terdengar dari kejauhan

Rasa rinduku sepertinya mulai terpenuhi rasa cinta yang mengalir dari suara khas bunda yang lembur.

“wa’alaikum salaam bundaa.. bunda sehat?”

“Sehat nak, zahra sehat? Maaf ya bunda gak pernah telfon zahra, bunda sibuk beberapa hari ini. zahra tau kan?”

“Iya bunda, zahra tau makanya zahra gak telfon bunda juga. Nanti zahra telfon bunda, bundanya sibuk”

“Jadi abang reza udah bilang ke zahra?” bunda bertanya kembali

“Bilang apa bunda?”

“Loh, jadi belum ya” bunda melanjutkan pembicaraan kami dan menjelaskan jika anak paman yang harusnya lahir di ramadhan telah terlahir 1 minggu yang lalu dua minggu lebih awal dari waktu yang diperkirakan. Namun Allah tidak menakdirkannya untuk bersama kami, karna seminggu kemudian Allah menjemputnya untuk menjadi bidadari di surga yang akan menantikan kedua orangtuanya kelak. Menurut keterangan dokter, fatimah nama yang diberikan untuk adik baru kami mengalami kerusakan jantung yang menyababkan kami tak sempat bertemu dengannya.

“Padahal zahra udah gak sabar bunda ketemu dan liat wajahnya”

“Dia sangat cantik, hidungnya mancung, mulutnya kecil dan kulitnya putih seperti paman. Tapi Allah tak menakdirkan untuk melihat dunia labih lama. Do’akan saja, bukannya zahra bilang ke bunda jika bayi yang meninggal akan menjadi bidadari yang menantikan orangtunya di pintu syurga kelak?”

“Iya bunda. Semoga ibu dan paman diberikan kesabaran. Tapi bukannya bunda pernah bilang kalo hasil USGnya cowok ya?” aku teringat ucapan bunda beberapa bulan silam

“Iya, tapi USG kan tak selamanya akurat, dokterkan hanya memprediksi Allah yang menentukan”

“Bunda benar. Tapi zahra masih gak percaya bun”

“Iyad, rina dan dila juga sama kayak zahra. Bahkan waktu mereka tau adiknya meninggal mereka sangat terpukul, iyad yang terlihat cuek menangis dengan tersedu melihat wajah adiknya”

Mendengar cerita bunda, ada rasa sedih yang diam-diam menyusup ke hati. Fatimah, memang seorang bidadari yang allah takdirkan dalam keluarga kami. Sebelum kami bertemu dengannya allah telah menghadirkan rasa cinta di hati, sebelum bertemu dan menatap wajahnya allah menciptakan rindu dalam hati kami. Tak bertemu bukan karna tak mencintai, namun karna rasa cinta kita tak dipertemukan, allah sangat menyayangi fatimah dan juga orang-orang yang mencintai dan menyayanginya. Namun itulah sebuah takdir dan janjian allah yang tak bisa kita elakkan. Bukan hanya yang sepuh, bukan hanya yang sakit bahkan seorang bayi yang baru terlahir di bumi ini dan orang yang baru saja kita jumpai akan kembali dan segera menemuiNya.

Fatimah bukan hanya aku yang merindukannya, bukan hanya aku yang mendambakannya tapi kami semua mencintainya, merindukannya dan menyayanginya karena allah. Dan karena cinta itulah kami ikhlas dengan kepergiannya menuju kecintaan ilahi yang abadi.

Gadis kecil
Kaulah bidadari
Yang akan selalu menerangi
Semua masa yang akan kulewati
Gadis kecil,
Bidadari titipan ilahi
Yang tak sempat kujumpai
Namun cinta telah mengikat hati kami
Rindu telah menuntun hati kami
Untuk mengenal dan mencintai
Gadis kecil
Yang selalu di nanti,
Dialah bidadari yang pernah hadir di bumi
(Qiky Almukhtar)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Anak ke 5 dari 5 saudara, mempunyai 3 kakak laki-laki dan 1 kakak perempuan. Sekarang sedang berkuliah di salah satu universitas swasta di Medan, dalam bidang psikologi. Bercita-cita bisa menjadi penulis yang sekaligus menjadi seorang psikolog.

Lihat Juga

UNICEF: Di Yaman, Satu Anak Meninggal Setiap 10 Detik

Figure
Organization