Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Asa Anak Borneo yang Selalu Membara

Asa Anak Borneo yang Selalu Membara

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Nurhasanah)
Ilustrasi. (Nurhasanah)

dakwatuna.com – Beberapa bulan yang lalu, ada sebuah panggilan dari nomor yang tidak saya kenal. Saya biarkan saja terlebih dahulu karena saya sedang mengendarai motor. HP saya yang biasanya silent itu berdering terus karena tak tahu kenapa saya tiba-tiba mengubah pengaturan profilnya menjadi berdering ketika saya akan berangkat. Karena ditelpon berkali-kali, akhirnya saya angkat juga.

“Ibu, ini Sila.” Terdengar suara dari seberang sana.

“Ya, Sila. Nanti Ibu telpon lagi ya. Ibu lagi di jalan.” Ucap saya kepada Sila yang merupakan seorang murid yang pernah saya ajar di Kalimantan Barat, setahun yang lalu.

Dia tidak mendengarkan saya Terus saja berbicara. “Bu, anak-anak tari mendapatkan juara satu menari di kecamatan kemarin, Bu”.

“ Hah? Yang benar?” Tanya saya kaget. Penuh penasaran. Tapi merasa senang dan segera menepikan motor agar informasi yang disampaikan Sila kepada saya terdengar dengan jelas.

“Iya, Bu. Mereka menari yang Ibu ajarin kemarin itu, Bu.” Jawab Sila meyakinkan.

Alhamdulillaaaaaaaaah.” Ucap saya menahan rasa senang yang terasa meletup-letup di dada saya.

“Ini Bu ada Riski di sini.” Tambah Sila menyebutkan nama seorang anak yang merupakan seorang anggota tari yang saya ajar dulu di SD 21 Kuala Mandor, Kalimantan Barat. Ya, tahun 2014 saya habiskan berbagi dengan anak pelosok negeri.

Tapi belum lama berbincang melepas rindu, baru beberapa kata berbicara, koneksi telepon pun putus. Sepertinya pulsa Sila habis. Ingin saya telpon balik, pulsa saya pun tidak mencukupi.

Ah, mereka yang pernah menjadi murid saya, jujur saya sangat merindukan mereka. Apa yang telah saya ajarkan kepada mereka, ternyata masih terekam baik di otak mereka. Masih tersimpan baik di memori kepala mereka.

Meski saya sangat tahu, di saat detik-detik terakhir saya di sana, di saat saya akan pergi meninggalkan mereka, saya tidak sempat memberikan CD tarian yang waktu itu sengaja direkam agar mereka dapat meniru tarian itu di saat mereka ingin belajar menari dan saya tidak ada. Ya, tujuan tarian itu direkam waktu itu agar mereka dapat melihat lagi rekaman tarian itu di saat mereka lupa. Karena saya juga tahu, guru di SD saya yang lama pun pasti juga tak hapal gerakannya.

Jadi?

Ternyata tanpa rekaman itu, tanpa CD rekaman tarian itu mereka tetap bisa mengingat tarian itu dengan baik. Dan yang lebih membanggakan adalah, ternyata mereka tetap berusaha menari sebaik mungkin di saat saya tak lagi bisa mendampingi mereka menari. Menarikan sebuah tarian yang kami rancang bersama-sama di setiap sore dari berbagai macam tarian yang saya download dari youtube. Tarian yang kita rangkai bersama dari sekian banyak gerakan tarian melayu di Indonesia. Tapi tetap musiknya khas Kalimantan Barat.

Tidak lama lagi, mereka akan menarikan tarian lagi di tingkat kabupaten. Tapi bagaimana kondisi mereka saat ini?

Haikal. Apakah dia akan menangis lagi ketika hendak tampil? Apakah dia akan meneteskan airmata lagi ketika takut akan menaiki panggung? Lalu siapa kini yang akan menanamkan keyakinan ke dalam hatinya, agar sirna ragu di dalam dadanya?

Lulu dan Siti, apakah mereka telah akur dengan Fitriana? Tidak meninggalkan Fitriana sendirian lagi?

Faisal dan Rizka? Apakah gerakan tari mereka telah membaik? Namun tentang Riski,meski dia masih kelas dua SD, tidak usah perlu ragukan lagi. Gerakannya sangat lentur sekali.

Untuk mereka, apapun yang terjadi nanti, saya mendoakan yang terbaik untuk mereka semua.

Tapi saya tetap berharap, meski saat ini saya tak lagi ada di sisi mereka, tidak bisa lagi mendampingi mereka, dan tidak bisa lagi memberikan senyum terbaik saya ketika mereka gundah dan takut melihat dunia, mereka bisa melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan. Ya, saya yakin mereka bisa menyelesaikan sesuatu yang harus mereka selesaikan dengan baik.

Ah, Sayang. Untuk kalian para harapan bangsa, semoga kemenangan itu selalu ada di tangan kalian. Berusaha, berusaha. berusaha dan berdoalah. Jika nanti kalian belum berkesempatan menjadi pemenang di antara mereka, setidaknya kalian telah menjadi pemenang untuk diri kalian dalam melawan ketakutan dan keputusasaan.

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Pengamat pendidikan dan Guru Muda SGI V Dompet Dhuafa (http://www.sekolahguruindonesia.net/). Saat ini penulis ditempatkan di Kubu Raya, Kalimantan Barat.

Lihat Juga

UNICEF: Di Yaman, Satu Anak Meninggal Setiap 10 Detik

Figure
Organization