Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Malaikat Turut Meng-amin-kan Doaku agar Ibundaku Berhijab

Malaikat Turut Meng-amin-kan Doaku agar Ibundaku Berhijab

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (kawanimut)
Ilustrasi. (kawanimut)

dakwatuna.com – Aku baru mengenakan hijab ketika aku duduk di bangku SMP, namun pada saat itu aku hanya sekadar ikut-ikutan, sekadar menutupi kepala. Pada saat aku menduduki bangku SMA pada tahun 2009, aku diikutkan agenda-agenda Rohis di sekolah, dan pada akhirnya aku resmi menjadi aktivis dakwah sekolah. Di sana saya bersama teman-teman seperjuangan melakukan aktivitas-aktivitas keislaman di sekolah, mulai dari acara Isra’ Mi’raj, peringatan Maulid Nabi, acara buka puasa bersama, bakti social, Tabligh akbar yang mendatangkan pembicara nasional, dan masih banyak lagi. Di Rohis itu aku banyak belajar mengenai islam, aku mulai rajin memakai rok, dan aku semakin menyempurnakan cara berjijabku, yang kata teman-temanku “Hijab Syar’I” dan style akhwat sangat terlihat, bahkan anak Rohis dan non-Rohis sangat dapat dibedakan, hanya dari style berpakaiannya. Ditambah aku mengikuti kegiatan mentoring rutin tiap minggunya, semakin menambah semangatku untuk mendalami ilmu agama islam.

Ketika menjelang kelulusan sekolah, teman-teman rohisku berencana untuk bermain ke rumahku. Ketika mereka sampai di rumah dan bertemu dengan ibuku, saya sangat tahu reaksi mereka. Pada awalnya mereka berpikir bahwa ibuku mengenakan hijab, sama seperti halnya aku memakai hijab. Mereka kira aku berasal dari keluarga ikhwah, namun mereka baru mengetahuinya ketika di penghujung status “siswa” kami.

Mungkin kau tahu perasaanku, kawan. Jika kau berada di posisiku, bagaimana perasaanmu ketika kamu dikenal sebagai aktivis dakwah yang sangat aktif di berbagai agenda keislaman, dikenal sebagai orang yang ‘alim? Dari segala aktivitas dan penampilanku itu, tidak sedikit orang yang menlaiku terlalu baik.

Sampai pada akhirnya aku memasuki bangku kuliah, yang kampusnya terletak sangat jauh dari rumah. Ketika aku berstatus mahasiswa baru, banyak teman-temanku yang sangat mengenalku dengan baik, karena cara pakaianku yang khas, kalau kata mereka “akhwat banget”. Aku memang tidak memungkiri hal itu, bahkan sama kasusnya dengan teman-teman seperjuanganku di SMA, mereka mengira aku berasal dari keluarga “Ikhwah”. Mereka yakin, aku adalah orang yang sangat paham akan ilmu agama.

Aku melanjutkan perjuangan dakwahku di kampus tercinta, aku ikut organisasi lembaga dakwah kampus di sana. Aku dengan mudahnya mempengaruhi teman-teman jurusan untuk mengenakan hijab, mendakwahi mereka, bahkan mulai yang berhijab sampai ia memakai hijab syar’i sepertiku. Namu kawan, hatiku teriris, begitu mudah aku mendakwahi teman-teman yang jelas tidak sedarah denganku. Bagaimana dengan ibuku? Memang sudah saatnya aku memikirkan bagaimana caranya agar ibuku ikut berhijab. Awalnya aku pernah mencoba mendakwahi ibuku untuk berhijab, namun masih belum mempan, mungkin pada saat itu imanku sedang melemah.

Pada awalnya, ibuku sangat mewanti-wanti aku agar aku tidak mengikuti kegiatan dakwah apapun, beliau takut jika aku menganut aliran agama tertentu. Namun aku mencoba memahamkannya. Ibuku masih belum terima. Namun dari hari ke hari, ibuku melihat perubahan perilakuku, aku sangat menyayangi ibuku, dan aku sangat ingin menujukkan bahwa apa yang telah aku lakukan di jalan dakwah ini membawaku menjadi pribadi yang lebih baik.

Setiap hari, setiap malam, setiap aku bermunajat kepada Rabbku, aku selalu melantunkan doa, agar ibuku segera terbuka hatinya agar berhijab. Aku sempat menangis, mengadu, karena aku pada awalnya sangat iri pada teman-temanku, mereka memiliki ibu yang sudah berhijab. Kau tahu kawan, bagaimana perasaanmu jika ibumu memajang foto di dunia maya tanpa mengenakan hijab? Sementara kamu dipandang sebagai aktivis dakwah yang aktif di agenda keislaman. Tidak ada waktu lagi, aku harus segera berbenah.

Namun aku masih dalam perjuanganku. Aku mengumpulkan uang bulananku, aku membelikan ibuku hijab yang dijual secara online, lalu aku mengirimkan ke alamat rumahku. Ketika paketan hijab yang aku kirim telah sampai di rumah, ibuku langsung mengirimkan pesan singkat kepadaku, beliau sangat berterimakasih dan memuji hijab yang aku berikan untuknya, alhamdulillah, beliau sangat menyukainya. Ternyata perjuanganku tidak sampai disitu, aku rajin menabung untuk membelikan ibuku baju lengan panjang untuk dipakai sehari-hari jika beliau keluar rumah, dan beliau sangat suka. Tidak lupa aku senantiasa mendoakan ibuku, setiap waktu.

Dan suatu ketika, aku sedang membuka akun di social media, aku mendapatkan ibuku memasang foto mengenakan hijab yang aku berikan padanya. Kemudian aku langsung menghubunginya dan menanyakan, “ibu, ibu sekarang berhijab?”, lalu jawab ibuku, “iya Alhamdulillah, kan sudah dibelikan hijab, masa’ ngga dipakai?”.

Masyaa Allah, hatiku terenyuh mendengar berita baik itu. Ketika aku pulang kerumah, dan ibuku mengajak keluar walaupun sekadar berbelanja, beliau mengenakan hijab kemana-mana. Dulu sebelum ibuku berhijab, aku seperti terlihat sebagai anak tiri, atau anak tetangga, atau anak titipan, yang sangat berbeda penampilannya dengan ibuku. Namun, dengan segala kerja kerasku, usahaku, doa-doaku, kini ibuku sudah terbuka hatinya. Malaikat mendengar doaku, turut meng-amin-kan doaku, dan Allah mengabulkannya.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Gadis yang ahir di kota Balikpapan dan sekarang kuliah di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, fakultas Teknologi Informasi.

Lihat Juga

Antara Hijab, Perempuan, dan Sekian MDPL

Figure
Organization