Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Dalam Genggaman Adh-Dhaarru Wa An-Naafi’

Dalam Genggaman Adh-Dhaarru Wa An-Naafi’

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (presbydestrian.wordpress.com)
Ilustrasi. (presbydestrian.wordpress.com)

dakwatuna.com – Suatu ketika ada seorang bapak setengah baya yang merasakan sakit yang amat sangat di tulang punggungnya dan menjalar hingga ke tangannya. Melalui pemeriksaan MRI diketahui ada 6 bantalan tulang belakangnya yang mengalami gangguan (herniasi diskus). Menurut dokter kondisi separah itu biasanya terjadi karena sering mengangkat beban berat atau karena adanya trauma. Sang bapak tak habis pikir, seingatnya tak ada trauma pada tulang belakangnya. Sementara ia adalah seorang professional yang sehari-hari kegiatannya tidak banyak menguras kekuatan fisik, apalagi angkat berat. Bagaimana mungkin itu bisa terjadi?

Pagi itu ketika sedang berolahraga ringan di depan rumahnya, seorang bibik penjual sayur lewat. Yang menarik perhatiannya adalah si bibik penjual sayur itu membawa dagangannya di atas kepala. Dari banyaknya bawaan bisa diperkirakan kalau dagangannya itu tak ringan. Karena penasaran ia bertanya,

“Bibik, berapa berat seluruh dagangan itu?”

“Kira-kira 30 kilo pak.”

“Berat juga ya? Sudah berapa lama bibik jualan seperti ini?”

“Sudah lama pak, lima belas tahun lebih.”

“Bibik, tidak sakitkah kepalanya atau lehernya atau punggungnya? Bukankah bibik naik-turunkan bakul ini berkali-kali setiap ada pembeli?”

Sambil tersenyum atau tepatnya menyeringai si bibik menjawab:

“Tidak pak, paling ya cuma pegel sedikit, nanti saya urut sebentar hilang.”

Mendengar jawaban itu si bapak hanya geleng-geleng kepala. Itu baru si bibik penjual sayur. Bagaimana dengan kuli panggul atau kuli angkut? Yang mana beban yang mereka angkat lebih berat dan lebih banyak? Lalu berapa banyak dari mereka yang mengalami gangguan tulang belakang? Entahlah tapi yang pasti mereka telah melakukannya bertahun-tahun dan masih terus melakukannya.

Di lain waktu ada seorang ibu yang merasa perutnya selalu mulas tiapkali selesai minum madu atau susu. Dari banyak literatur bahkan dari Hadits Nabi telah dijabarkan banyaknya manfaat kedua minuman itu. Sampai hari ini tidak ada yang membantahnya. Si ibu itu telah berusaha untuk mengkonsumsinya dengan segenap harapan dapat mengambil manfaatnya, menguatkan daya tahan tubuhnya dan memperbaiki kesehatannya. Tapi apa hendak dikata, tiap kali selesai meminumnya ia selalu diare.

Dari gambaran di atas bisa diambil pelajaran bahwa yang namanya mudharat dan manfaat tidak berlaku mutlaq. Ada perkecualiannya. Walaupun pada umumnya berlaku sunnatullah. Apa sebabnya? Sebabnya tak lain adalah karena mudharat dan manfaat itu ada yang mengendalikannya. Allahu Ta’ala huwa Adl-Dhaarru wa An-Naafi’.

Adh-Dhaarr (الضَارُ) yang artinya Maha Pemberi Mudharat (Derita) dan An-Naafi’ (النَافِعُ) yang artinya Maha Pemberi Manfaat adalah dua nama di antara 99 Asma’ul Husna (nama-nama Allah Ta’ala yang indah). Kedua Asma’ Allah tersebut dalam penyebutannya selalu disandingkan, tidak digunakan secara terpisah. Ada beberapa Asma’ Allah Ta’ala yang selalu digunakan bergandengan dengan muqaabil-nya (lawannya), termasuk Adl-Dhaarr dan An-Naafi’. Hal ini sesuai dengan sifat Rubuubiyah (Ketuhanan) Allah Ta’ala bahwa Dia Yang Maha Pemberi Mudharat, namun Dia pula Yang Maha Pemberi Manfa’at. Penyebutan Adl-Dhaarr secara terpisah akan merancukan pemahaman tentang sifat Allah Ta’ala secara keseluruhan. Dengan kata lain tidak menggambarkan sifat Allah Ta’ala dengan tepat, karena mustahil bagi Allah Ta’ala jika hanya Maha Pemberi Mudharat tanpa Maha Pemberi Manfaat.

Sebagaimana dalam Firman-Nya:

وَإِن يَمْسَسْكَ اللّهُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِن يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدُيرٌ

 

Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu (QS. Al-An’aam: 17).

سَيَقُولُ لَكَ الْمُخَلَّفُونَ مِنَ الْأَعْرَابِ شَغَلَتْنَا أَمْوَالُنَا وَأَهْلُونَا فَاسْتَغْفِرْ لَنَا ۚ يَقُولُونَ بِأَلْسِنَتِهِم مَّا لَيْسَ فِي قُلُوبِهِمْ ۚ قُلْ فَمَن يَمْلِكُ لَكُم مِّنَ اللَّهِ شَيْئًا إِنْ أَرَادَ بِكُمْ ضَرًّا أَوْ أَرَادَ بِكُمْ نَفْعًا ۚ بَلْ كَانَ اللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

Orang-orang Badwi yang tertinggal (tidak turut ke Hudaibiyah) akan mengatakan: “Harta dan keluarga kami telah merintangi kami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami”. Mereka mengucapkan dengan lidahnya apa yang tidak ada dalam hatinya. Katakanlah: “Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudharatan bagimu atau jika Dia menghendaki manfaat bagimu. Sebenarnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS Al-Fath: 11).

قُل لاَّ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلاَ ضَرًّا إِلاَّ مَا شَاء اللّهُ وَلَوْ كُنتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَاْ إِلاَّ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudaratan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudaratan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman” (QS.Al-A’raaf: 188).

Adh-Dhaarr bermakna bahwa segala keburukan, kesedihan, penderitaan, musibah, kecelakaan, penyakit dan segala hal yang menimbulkan duka nestapa ada pada penguasaan Allah Ta’ala. Dia yang kuasa untuk memberikan mudharat kepada siapa yang Dia kehendaki, menentukan mudharat seperti apa yang akan ditimpakan dan seberat apa mudharat itu terjadi.

Kita tidak diperkenankan untuk memikirkan Dzat Allah Ta’ala, karena kita tidak akan mampu untuk itu. Namun dengan keterbatasan kemampuan manusia, kita berusaha untuk bisa memahami Asma’ wa Sifah-Nya. Kalau kita bayangkan bahwa mudharat itu suatu benda, kemudian benda itu ada pada genggaman dan kendali suatu dzat, maka bagaimana perilaku benda tersebut? Sudah pasti sangat tergantung pada yang menggenggamnya, dan terserah pada yang mengendalikannya. Apakah benda itu akan diberikan pada seseorang atau ditahannya, apakah diberikan dalam jumlah banyak atau sedikit, apakah diberikan terus menerus atau hanya sejenak, apakah diberikan sebagaimana adanya ataukah dirubah ke dalam bentuk yang lain. Hak mutlak yang menguasainya tanpa ada yang bisa turut campur.

Seperti itu pulalah mudharat. Allah Ta’ala yang menggenggam dan mengendalikannya. Itu artinya Allah Ta’ala kuasa untuk memberikan mudharat tapi juga kuasa untuk mencegah datangnya mudharat. Bisa juga menukar suatu mudharat dengan mudharat lain yang setara, yang lebih ringan atau malah yang lebih berat. Bisa pula memanjangkan terjadinya mudharat itu atau menghentikannya dengan cepat. Tidak ada yang bisa merebut dari genggaman-Nya. Yang bisa kita lakukan adalah memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala agar terhindar dari mudharat, atau agar mudharat yang menimpa diringankan, atau agar mudharatnya segera diangkat.

An-Naafi’ bermakna bahwa segala manfaat, kebaikan, kesenangan, keselamatan, kesehatan dan segala hal yang mendatangkan kebahagiaan ada pada penguasaan Allah Ta’ala. Dia yang kuasa untuk memberikan manfa’at/kebaikan kepada siapa yang Dia kehendaki, menentukan manfaat seperti apa yang akan diberikan dan seberapa besar manfaat itu bagi seseorang.

Seperti halnya mudlarat, manfaat juga ada pada genggaman dan kendali Allah Ta’ala. Itu artinya Allah Ta’ala kuasa untuk memberikan manfa’at namun juga berhak untuk menahan adanya manfaat atau bahkan menghilangkan manfaat dari sesuatu hal atau dari suatu benda. Bisa memperbesar atau memperkecil manfaatnya, bisa pula memanjangkan atau menghentikan adanya manfaat.

Setiap kali menghadapi suatu hal, entah itu baik menurut pandangan kita ataupun buruk menurut perkiraan kita, serulah Yang Menggenggam Mudlarat dan Yang Menggenggam Manfaat. Agar mudharat itu ditahan oleh-Nya dan hanya manfaat yang diberikan oleh-Nya.

Manakala kita sakit yang mengharuskan terapi atau minum obat, maka serulah Yaa Adl-Dhaarru wa An-Naafi’ sebanyak yang kita mampu, agar Allah Ta’ala Sang pemilik Asma’ menghilangkan penyakitnya, menahan efek samping terapi atau obat-obatan, dan memberi manfaat kesembuhan melalui ikhtiar tersebut. Bukankah segala macam kuman, virus, bakteri, bahkan sel ganas seperti kanker dlsb adalah makhluq Allah Ta’ala. Mereka semua akan tunduk patuh pada Sang Khaliq. Jika Dia perintahkan untuk hidup mereka akan hidup. Jika Dia perintahkan untuk diam, mereka akan diam. Dan jika Dia kehendaki untuk mati, merekapun akan mati.

Di saat Allah Ta’ala menyempitkan rejeki serulah Adl-Dhaarru wa An-Naafi’ agar kesempitan rejeki itu segera berakhir, agar kekurangan harta tidak menyusahkan, tidak menghinakan, dan tidak mendekatkan pada kekafiran. Akan tetapi agar kesempitan dan kekurangan rejeki itu justru menjadi pemacu tekad dan semangat, penguat mental, pembuka pintu kreatifitas, penggali kecakapan, pendidik agar menjadi tawadlu’ dan sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala lebih dari sebelumnya.

Ketika hidangan lezat di depan mata, satai gulai kambing, aneka seafood, roti, kue, buah, dsb. Tak ada salahnya jika kita menyeru Adl-Dhaarru wa An-Naafi’. Secara ilmiah semua makanan itu mempunyai banyak manfaat untuk kesehatan, kekuatan dan kebugaran tubuh. Namun berapa banyak orang yang stroke atau serangan jantung bahkan koma usai mengkomsumsinya? Kita berlindung kepada Allah Ta’ala dari hal itu.

Siapa yang tidak senang mempunyai pasangan hidup dan anak-anak yang rupawan nan pandai dilengkapi dengan harta yang melimpah? Tentu tidak ada yang tidak bahagia. Serulah Adl-Dhaarru wa An-Naafi’ agar terhindar dari hal ini:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِن تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. At-Taghaabun: 14).

إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۚ وَاللَّهُ عِندَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu adalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar (QS. At-Taghaabun: 15).

Sehingga akan mendapatkan seperti dalam doa orang-orang yang beriman:

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa (QS. Al-Furqan: 74).

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُم بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُم مِّنْ عَمَلِهِم مِّن شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ

Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya (QS. Ath-Thuur: 21)

Sewaktu kita merasa takut akan suatu keburukan dan mengharap kebaikan, mintalah pada Yang Menggenggam Mudharat dan Yang Menggenggam Manfaat, Allaahu laa ilaaha illa huwa Adl-Dhaarru wa An-Naafi’. Agar kita dihindarkan atau diringankan atau segera dibebaskan dari mudharat dan diberikan atau ditambahkan atau disegerakan memperoleh manfaat.

Allaahu a’lam.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Hamba Allah Ta'ala yang selalu berusaha untuk mendapat cinta-Nya. Lahir di Jawa Timur dengan nama Susanti Hari Pratiwi binti Harmoetadji. Pendidikan formal hanya sampai S1 Teknik Kimia ITS

Lihat Juga

Semangat Berdakwah Agar Hidup Lebih Bermanfaat

Figure
Organization