Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Menjelma Pahlawan Ala Ibrahim AS

Menjelma Pahlawan Ala Ibrahim AS

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Di negara nan sarat dengan masalah multidimensional, yang masyarakatnya tersebar dari ujung Sabang hingga Merauke, yang pemimpinnya saling menjatuhkan satu sama lain, yang rakyatnya selalu dikorbankan untuk kepentingan para elit, yang sistem perekonomiannya tengah morat-marit beberapa bulan terakhir, yang pelayanan publiknya dipertanyakan kelayakannya, yang kepentingan politiknya mampu mengalahkan kepentingan khalayak banyak, yang agama hanya dijadikan jarkon semata, yang kuat dia yang menang dan yang lemah dia yang kalah.

Inilah wajah Pertiwi saat ini. Dan kita merindu sosok kesatria sejati pembela Bangsa, yang sanggup merevolusi alam pikiran seluruh anak negeri menjadi The Agents of Change-nya Indonesia. Bisa dibilang, situasi sosial budaya di Indonesia hari-hari belakangan menunjukkan fakta bahwa manusia tengah berada dalam kondisi Harap-Harap Cemas (H2C). Dalam harap dan cemas mereka bermimpi termunculkan pemimpin atau generasi yang membawa mereka dari huru-hara zaman, ke arah peradaban yang sejahtera nan makmur. Namun yang membuat masygul sebenarnya adalah, “Bagaimana caraya??

Maka mari sejenak kita luangkan waktu, dengan tenang membuka kembali lembaran-lembaran sejarah. Dan mari kita mulai pengembaraan ini di sebuah titik, ribuan tahun silam, tatkala permasalahan nan teralami oleh negeri ini hari ini juga dialami oleh masyarakat di zaman itu. Dan titik itu adalah Faddam A’ram.

Ya, itulah wilayah di mana kelak seorang Pahlawan peradaban muncul tuk membebaskan kegelapan zaman kala itu. Faddam A’ram adalah bagian dari wilayah Kerajaan Babilon. Raja Babilon, tercatat oleh sejarah sebagai seorang raja yang kejam dengan kekuasaan absolute, yang berarti bahwa ia tak pernah mau turun dari tahta dan selalu ingin berkuasa. Sesiapa yang menentangnya, tak segan-segan akan dilibas olehnya. Cukup relevan dengan fakta yang terjadi hari ini di negeri ini. Dan nama raja tersebut adalah, Namrudz.

Namrudz pernah bermimpi melihat seorang lelaki yang merampas mahkotanya kemudian menghancurkannya. Hal ini segera ia konsultasikan dengan para peramal kerajaan. Dan ia dibuat tercengang manakala para peramal tersebut mengatakan bahwa lelaki yang ada dalam mimpinya kelak akan merebut kekuasaannya bahkan menghancurkan kerajaannya. Sontak Namrudz menitahkan kepada para prajuritnya tuk membunuh seluruh bayi laki-laki yang baru saja lahir.

Yang menarik adalah, ketika para prajurit Babilon gencar membunuhi bayi laki-laki yang baru lahir, ada sepasang suami istri yang kala itu dianugerahi seorang bayi laki-laki dan mereka luput dari pembantaian. Mereka begitu takut dengan situasi yang terjadi di Babilon sehingga mereka memutuskan tuk hidup dalam persembuynian di sebuah gua. Dan di gua tersebutlah, Pahlawan peradaban itu tumbuh dan berkembang. Sejarah mencatat namanya dengan tinta emas kegemilangan. Dan kita mengenalnya dengan nama, Ibrahim alaihissalam.

Extraordinary Defense

Dengan situasi nan berkembang pada saat itu, Aazar, ayah Ibrahim, bersama istrinya bahu-membahu bertahan hidup di dalam gua. Mereka tidak memberi kesempatan bagi Ibrahim kecil untuk mengenal dunia luar. Hingga akhirnya Ibrahim beranjak remaja. Sejarah mencatat, momen pertama Ibrahim mengenal dunia adalah manakala Ibunda-nya meninggalkan Ibrahim muda sendiri di dalam gua. Di saat sang Ibu pergi ke pasar tuk membeli kebutuhan hidup mereka, Ibrahim dengan didorong oleh keingintahuan yang besar, memutuskan untuk melihat apa yang tersimpan dan dijaga oleh kedua orangtuanya selama ini dari dirinya.

Betapa kagetnya Ibrahim ketika ia keluar dari gua perisitirahatannya. Terhampar pemandangan yang luar biasa, yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Gunung-gunung nan menjulang, langit biru nan terbentang, bahkan suara ombak yang berdesir berkejar-kejaran, Matahari yang cahanya begitu berkilau, dan rembulan di kala malam. Itu membuatnya terkagum sekaligus memecut rasa ingin tahu yang jauh lebih besar dari sebelumnya.

Ibrahim memiliki jiwa yang suci, ini tersebab penjagaan Aazar dan istrinya yang tak pernah membiarkan Ibrahim keluar dari gua walau sesaat pun. Hingga takdir berkehendak lain dan Ibrahim muda mampu mengenal dunia luar. Pada titik ini kita belajar sebagai orangtua, bahwa tuk mencetak generasi nan tangguh, pembinaan dan penjagaan extra wajib terselenggara.

Di titik ini, sebenarnya secara gamblang bisa dijadikan contoh bagi para pendidik di negeri ini, bahkan pembuat kebijakan di level eksekutif dan legislatif, untuk membuat pola pembinaan pendidikan yang komperhens tidak hanya berdasarkan idealisme dirinya semata, tetapi juga lewat fakta-fakta sejarah yang ada. Dan harus lintas zaman. Celaka jika, sistem pendidikan di negeri ini hanya hasil “Test The Water” yang keobjektifannya tidak jelas malah terkesan provokatif.

Explore The Problems, Find The Sollution, and Fix It

Tatkala Ibrahim semakin bebas menjelajah, serta isu-isu pembantaian anak laki-laki sudah menghilang, maka disitulah kecerdasannya yang masih murni mulai menceruat. Logikanya liar menganalisa, Siapa yang menciptakan gunung? Siapa yang menciptakan langit? Pastilah ada yang menciptakan ini semua. Begitulah pertanyaan-pertanyaan itu berlarian di benaknya.

Di kala siang, ia saksikan Matahari begitu gagah menerangi dunia, dalam hati Ibrahim berkata, sepertinya inilah Tuhan. Namun, ketika malam tiba, Matahari tenggelam dan tertingkahi oleh Bulan, maka ia merevisi pandangannya sebelumnya, itu bukan Tuhan, mana mungkin Tuhan tergantikan. Dan pertanyaan-pertanyaan fundament itu terus menerus bergulir dalam jiwanya, hingga ia berkesimpulan bahwa pastilah ada Tuhan, yang menciptakan semua ini.

Dengan keyakinannya itu, ia mantap dalam menentukan sikap diantara kaumnya, yakni, ia tak sudi tuk menyembah berhala seperti yang dilakukan oleh orang-orang di negaranya. Logika Ibrahim tak memberikan ruang untuk menerima penyembahan terhadap patung yang dibuat dari tangan manusia, kemudian hasil buatan manusia tersebut menjadi sesembahan para manusia yang membuatnya, bahkan ayahanya sendiri adalah seorang pembuat berhala dan ia menyembah patung buatannya. Logika macam apa ini? Mungkin seperti itulah kemasygulan Ibrahim dalam menyikapi kelakuan masyarakatnya.

Karenanya, Ibrahim berdoa, mengadu pada Tuhan yang kala itu masih menjadi tanda tanya dalam dirinya. Ia masih tidak mengetahui siapa Tuhan yang menciptakan ini semua, namun, keyakinannya yang murni telah membuatnya yakin seyakin-yakinnya bahwa Tuhan itu ada, dan Ia melihat semua yang kita kerjakan. Dengan keyakinan itulah, akhirnya Ibrahim mengadukan kebejatan kaumnya kepada Tuhan, dan di titik itulah, Allah S.W.T menjawab doa Ibrahim.

Allah S.W.T menjawab pertanyaan-pertanyaan Ibrahim lewat wahyu yang tersampaikan kepadanya. Semua hal yang ia perlukan tuk melengkapi puzzle misteri kehidupan pada zamannya, telah Allah penuhi. Kini, tak hanya keimanannya semakin mantap, Ibrahim AS pun diangkat sebagai delegasi kebenaran untuk kaumnya. Allah mengamanahinya sebagai Nabi yang memiliki misi membebaskan manusia dari penyembahan-penyembahan terhadap berhala menuju penyembahan hanya kepada Allah S.W.T

Dan di situlah kecerdasan Ibrahim AS bermain. Ia melakukan observasi terhadap paganisme kaumnya, tentu dengan pengamatan yang sangat teliti. Lantas, ketika data-data itu telah terkumpul, dan Ibrahim a.s mulai merencanakan strategi dakwahnya, maka disitulah Allah S.W.T mendatangkan momen yang jitu untuk menyadarkan kaumnya.

Di hari ketika kaumnya merayakan sebuah hari yang dikultuskan dalam agama mereka, yakni dengan melakukan perburuan di hutan, dan seluruh lelaki diwajibkan oleh Namrudz untuk ikut dalam perburuan tersebut, hanya Ibrahim AS seorang yang tidak berangkat dengan berdalih bahwa perutnya sangat sakit sehingga ia perlu beristirahat di rumah. Padahal, Ibrahim AS telah merencanakan sebuah pukulan keras bagi Namrudz dan kaumnya agar tersadar dari kebobrokan keyakinan mereka tentang Tuhan.

Dalam kondisi sepi, Ibrahim AS mengendap-endap masuk ke ruang pemujaan, tempat Namrudz dan kaumnya menaruh patung-patung sesembahan dan menyembahnya disana. Lantas, Ibrahim AS menghancurkan patung-patung berhala yang berukuran kecil dan sedang, hingga hanya menyisakan satu patung nan paling besar, kemudian ia meletakkan kapak yang digunakannya untuk menghancurkan berhala-berhala tersebut pada berhala yang paling besar. Dan ia pun keluar dari tempat pemujaan dengan tenang.

Ketika Namrudz dan para lelaki kembali dari perburuan, mereka masuk ke ruang pemujaan dalam keadaan riang gembira tersebab mendapatkan hasil buruan yang banyak. Namun, bukan kepalang tercengangnya mereka, tatkala dihadapan mereka terpampang pemandangan mengerikan, berhala-berhala yang mereka sembah porak poranda. Betapa marahnya Namrudz sehingga ia memanggil ajudannya tuk mencari tahu penyebab ini semua.

Dalam waktu singkat, aktor utama yang menyebabkan hal itu terjadi, tertangkap. Seseorang melaporkan bahwa hanya Ibrahim AS yang tidak ikut dalam perburuan, alhasil, Ibrahim pun dihadapkan kepada Namrudz. Ibrahim! Apa benar kau yang melakukannya? Mengapa kau melakukan ini? Ujar Namrudz.

Bukan aku yang melakukannya, Sahut Ibrahim tenang lihatlah, berhala besar itu yang melakukannya. Bukankah sudah jelas bahwa ia yang memegang kapak?

Bodoh! Tukas Namrudz Mana mungkin berhala itu yang melakukannya! Ia hanya patung, tidak bisa melakukan apa-apa!

Siapakah yang bodoh sebenarnya? Kalian sudah tahu bahwa berhala tersebut tidak dapat melakukan apa-apa, tidak mampu memberikan manfaat kepada kalian, bahkan, untuk membela dirinya saja ia tidak bisa, tapi mengapa kalian masih menyembahnya? Adakah Tuhan begitu lemahnya? Jawab Ibrahim mantap.

Jawaban Ibrahim AS ini membuat seluruh kaumnya terdiam, sebagian dari mereka pada saat itu sebenarnya sudah mulai tersadarkan. Hanya, karena mereka takut terhadap Namrudz, menyebabkan mereka urung tuk beriman. Sedang Namrudz sendiri begitu marahnya terhadap Ibrahim. Ia sangat marah, namun tak mampu menyangkal ucapan Ibrahim. Singkat cerita, Namrudz pun menghukum Ibrahim AS dengan sebuah hukuman keji dan tidak manusiawi, yakni, membakarnya hidup-hidup dengan api yang sangat besar.

Pelajaran selanjutnya yang bisa kita petik dari Ibrahim a.s sampai di episode diatas adalah, bagaimana seorang Ibrahim sanggup bertahan dengan keyakinannya yang murni, tidak mau ikut-ikutan dengan kaumnya, ia memiliki prinsip kuat dan mendasar. Ia tidak takut bila keyakinannya itu berseberangan dengan kaumnya, selama keyakinan itu ia anggap objektif.

Karenanya, untuk membuktikan keyakinannya bernilai objektif atau tidak, ia secara pribadi melakukan observasi secara langsung lewat kontemplasi atas data-data observasi yang ia dapati. Data dan Fakta yang ia temukan tersebut, menuntun dirinya untuk menarik sebuah kesimpulan bahwa keyakinannya terhadap Tuhan adalah bernilai Objektif, tidak seperti kaumnya yang hanya berlandaskan Subjektifisme mereka semata. Dan Allah menjawabnya, bahkan mengangkatnya sebagai seorang Nabi.

Inilah yang harus dilakukan oleh pemimpin di negeri ini. Ia tidak boleh memiliki standar ganda dalam berkeyakinan. Jangan plin-plan dalam berprinsip. Ikut sana ikut sini, tapi efek yang muncul justru menyengsarakan rakyatnya. Objektifitas harus dikedepankan bila kita berbicara tentang pelayanan publik. Tidak boleh hanya berlandaskan ke-Aku-an dirinya pribadi. Kepastian pemimpin yang seperti itu adalah, kebangkrutan, di dunia dan akhirat kelak.

Juga pelajaran yang sangat apik dicontohkan oleh Ibrahim a.s untuk para pejuang dakwah. Tuk menjawab tantangan permasalahan zaman, yang dibutuhkan adalah ketenangan, disiplin, dan keteraturan strategi dengan step by step yang jitu dan bukan terkesan sporadis. Lihatlah, bagaimana Ibrahim AS dengan kecerdasan dan kesabarannya sanggup menampar kesadaran Namrudz dan kaumnya, bahwa prinsip ketuhanan mereka adalah salah besar! Bayangkanlah bila engkau dalam posisi Ibrahim, tidak mungkin taktik seperti itu bisa muncul tanpa pertimbangan, analisa, kesabaran, dan ketulusan niatnya yang ingin merubah zaman nan bobrok tersebut.

Perihal akhirnya ia mendapatkan hukuman bakar oleh Namrudz, itu masalah lain. Tapi substansinya adalah, Ibrahim AS berhasil melepas kekangan kesadaran sebagian besar kaumnya dari penyembahan terhadap berhala-berhala kepada penyembahan terhadap satu Tuhan, yakni Allah S.W.T.

No Pain No Gain

Para prajurit Namrudz sudah menyusun kayu-kayu untuk membakar Ibrahim. Semua orang yakin, Ibrahim AS akan hangus dan lebur menjadi abu. Bagaimana tidak, tumpukan kayu dan pancang lilitan untuk Ibrahim AS dapat dipastikan menghasilkan api yang menyalak dan membumbung tinggi.

Di sisi lain, Ibrahim AS begitu tenang, tak gentar sedikitpun. Keimanannya kepada Tuhannya mengantarkan ketenangan batin yang tak terdefinisi oleh Namrudz dan pengikutnya. Di kala Namrudz telah merasa menang atas Ibrahim, justru Ibrahim AS tengah berdzikir kepada Rabb-nya seraya memintal jalan keluar yang juga takkan terdefinisi oleh Namrudz, anda, dan saya sekalipun. Disinilah kita akan belajar, bagaimana Ibrahim AS mencontohkan pelajaran penting yang hari ini banyak dilupakan oleh Muslim di negara ini.

Ibrahim AS telah terikat di tiang pancang. Para prajurit menyirami kayu-kayu di bawahnya dengan minyak. Tiap pasang mata berdegup menanti momen tak biasa di hadapan mereka. Seorang Ksatria Illahi yang tak lama lagi akan dibakar hidup-hidup di atas api yang mebumbung.

Dan, dilemparlah api itu ke arah Ibrahim. Sontak, api segera menjalak dengan cepat melahap tiap inci kayu-kayu bakar yang ada, hingga cahayanya menutupi seluruh tubuh Ibrahim. Pemandangan yang sungguh menyayat hati dan membuat dada berdegup tak karuan. Semua orang yakin bahwa Ibrahim AS pasti lebur menjadi debu. Dan Namrudz, ia mulai berfikir pesta macam apa yang akan ia pergelarkan sebagai bentuk kemenangannya atas Ibrahim.

Aura panas di sekeliling api tersebut terasa begitu menyengat, hingga radius beberapa meter. Orang-orang yang menyaksikan mulai berpaling satu demi satu. Hingga, api yang membakar Ibrahim AS mulai padam. Dan disinilah, sekali lagi, kita diajarkan oleh seorang Ksatria Illahi, Ibrahim ‘alaihissalam. Semua pasang mata takjub dan tak percaya atas apa yang mereka lihat saat itu. Sang Ksatria, Ibrahim, masih utuh tak terluka sedikitpun. Ia berdiri dengan gagahnya, seakan berkata kepada Namrudz dan kaumnya, Bahkan api takluk akan ke-Maha Kuasaan Tuhanku, adakah Tuhan kalian sanggup berbuat demikian?

Dan hari itu, Namrudz sadar, Ibrahim-lah, sosok lelaki yang ada dalam mimpinya. Yang kelak akan menghancurkan kekuasaannya. Maka sejak hari itu, sejarah akan mencatat, pertarungan antara iman dan kepercayaan, ketulusan dan keserakahan, pengorbanan dan pembantaian, yang terbela dan teraniaya, antara Ibrahim AS Sang Ksatria dan Namrudz Si Durjana.

No Pain No Gain, makna kalimat inilah yang diajarkan Ibrahim AS lewat kisah pembakaran dirinya oleh Namrudz. Tersebab keyakinannya kepada Allah, ia rela mengorbankan dirinya untuk dibakar oleh Namrudz, karena keyakinannya, bahwa sesiapa yang membela kalimatNya, maka Dia akan menyelamatkan. Tetapi, sesiapa yang menantangNya, niscaya Dia akan menimpakan azab nan tak terperi rasanya.

Di titik inilah relevansi itu nyata adanya untuk kita. Kita seringkali mendambakan perubahan ke arah yang lebih baik untuk negeri ini, tapi sejatinya kita melupakan bahwa Allah-lah yang berhak menentukan kejayaan itu tergulirkan di negeri ini atau tidak. Dan Allah memberikan syarat sederhana bagi mereka yang menginginkan hal itu, sesederhana yang Ibrahim AS contohkan kepada kita, namun konsekwensi logisnya begitu dahsyat. Yakni, perubahan besar hanya diperuntukan bagi mereka yang berani berkorban dengan besar pula. Artinya, sejauh mana kita mengimplementasikan nilai-nilai keIslaman, maka sebesar itu pula-lah Allah akan mengganjar kita.

Insya Allah.

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Seorang hambaNya yang gemar merangkai bit demi bit data seputar hikmahNya. Guru di SIT Alkautsar

Lihat Juga

Keikhlasan Dalan Kerja Dakwah

Figure
Organization