Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Kompetitor dan Kompetisi

Kompetitor dan Kompetisi

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Ya, kompetitor. Mungkin kata itu agak kurang akrab atau bahkan mungkin kurang disukai dibandingkan dengan kata-kata lain seperti inspirator atau motivator. Walaupun pada dasarnya ketiganya memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menjadikan diri untuk selalu berusaha menjadi lebih baik. Memang dengan adanya seorang kompetitor atau rival, suatu perjuangan yang kita lakukan tentunya akan menjadi lebih berat. Karena telah ada pesaing yang bisa saja merebut apa yang kita ingin capai jika kita kalah dalam hal kemampuan dibanding kompetitor kita. Tujuan yang pada awalnya menurut perhitungan dapat kita capai dengan kemampuan yang kita miliki sekarang, akan terasa lebih sulit atau bahkan tidak mungkin dapat kita capai jika kemampuan kita belum meningkat dari sebelumnya.

Namun keberadaan seorang kompetitor memang sesuatu yang pasti dan harus ada dalam setiap perjuangan. Karena dengan adanya kompetitor kita akan mengerti tentang arti sebuah kerja keras, tentang pentingnya peningkatan kualitas diri, dan agar kita tidak terlalu besar kepala dengan apa yang telah kita capai saat ini. Karena memang di luar sana telah menanti banyak pesaing yang siap menyusul kita apabila kita lengah dan tidak ada peningkatan kualitas diri. Keberadaan seorang kompetitor akan memacu kita untuk terus berusaha meningkatkan kemampuan yang kita miliki sekarang. Semakin hebat kompetitor yang kita miliki, maka kita akan semakin terpacu untuk memaksimalkann usaha kita.

Ada sebuah kata bijak yang intinya menyatakan bahwa apabila kita ingin benar-benar meraih kesuksesan, jangan terlalu lama menempatkan diri kita dalam kondisi nyaman. Bersikaplah bahwa yang kita capai saat ini masih belum ada apa-apanya bila dibandingkan dengan potensi yang telah Allah berikan pada kita yang seharusnya dapat kita gunakan semaksimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi. Karena jika kita terlalu lama menempatkan diri pada kondisi nyaman yang berlebihan, sudah tentu kita akan lupa tentang pentingnya peningkatan kualitas diri. Padahal di luar sana para rival kita telah siap menabuh genderang perjuangan yang mungkin saja bisa merebut apa yang telah kita capai saat ini. Dan keberadaan seorang kompetitor/rival/pesaing merupakan salah satu sarana agar kita tidak terlarut dalam kondisi nyaman tersebut. Karena dengan melihat kompetitor kita yang terus meningkatkan kemampuan, maka secara otomatis kita tidak akan betah untuk berlama-lama dalam bersantai. Jika kita misalkan dalam kondisi perang, maka kita akan selalu merasa ada musuh yang terus berusaha menjadi lebih kuat dari pada kita yang setiap saat siap menyerang kita. Dengan begitu, mau tidak mau secara sendirinya kita akan termotivasi dan terdorong untuk selalu meningkatkan kemampuan dan kualitas diri.

Jika memang kita ingin terus meningkatkan kemampuan diri, jangan hanya menunggu kedatangan seorang kompetitor, kita sendirilah yang harus mencari dan menempatkan seseorang dalam daftar kompetitor kita. Jika kita telah selesai atau telah merasa mampu untuk mengungguli seorang kompetitor, maka carilah kompetitor lain yang memiliki kemampuan di atas kita, karena memang di atas langit masih ada langit lagi.

Maaf, mungkin akan ada yang mengatakan “Bukankah kita harus selalu menyukuri apa yang telah kita dapat saat ini, tidak boleh kufur, dan jangan iri dengan keberhasilan orang lain.” Iya, memang kita harus selalu menyukuri apa yang telah kita dapat. Namun syukur bukanlah berarti harus diam tanpa ada sebuah peningkatan. Karena memang kita hidup dalam dunia yang penuh dengan kompetisi. Dan dalam kompetisi itulah kita menenempatkan dan menunjukkan rasa syukur kita atas karunia-Nya. Bukan dalam masalah dunia saja, tapi juga dalam masalah akhirat. Bukan hanya tentang ilmu, namun juga akhlak, bukan hanya tentang harta, namun juga amal, dan yang terpenting bukan hanya tentang prestasi, namun juga konstribusi. Bukankah Allah telah memerintahkan kita untuk selalu berfastabiqul khairat.

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang terbaik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Al Mulk 2)

“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah diantara mereka yang terbaik amalnya.” (Al Kahfi 7)

Dunia dan akhirat, keduanya adalah kompetisi, kita tidak bisa mengesampingkan salah satunya. Keduanya berjalan saling beriringan, karena memang dunia adalah perhiasan yang telah Allah karuniakan kepada manusia yang harus dikelola sebaik-baiknya untuk mendapatkan posisi terbaik di akhirat. Dunia adalah sarana kita untuk mencapai akhirat.

Sejarah orang-orang mulia di zaman Rasulullah SAW telah memberikan contoh kepada kita tentang pentingnya arti sebuah kompetisi dan keberadaan seorang kompetitor. Tentang bagaimana Umar bin Khatab menempatkan Abu Bakar sebagai seorang kompetitornya dalam kompetisi untuk meraih yang terbaik di mata Allah.

‘Alangkah besar ambisi ‘Umar, untuk mengungguli Abu Bakar dalam amal dan pengorbanan. Seorang wanita tua pernah menolak jaminan kebutuhan darinya dengan mengatakan, “Sudah ada yang menjamin kebutuhanku…”. dalam pengintaian ‘Umar di keesokan harinya, ia lihat sosok kurus Abu Bakar mengendap memikul karung berisi hajat hidup si nenek.

Dalam perang Tabuk, seruan jihad harta disambut ‘Umar dengan segera. Saat Rasulullah bertanya berapa yang ia tinggalkan untuk keluarga, Umar mengatakan dengan bangga, “Sebanyak yang aku serahkan pada Allah dan RasulNya”.

Tapi betapa ia tercenung saat pertanyaan yang sama ditujukan pada rivalnya. Dengan gemilang Abu Bakar menjawab, “Cukuplah Allah dan RasulNya yang aku tinggalkan untuk keluargaku!”.

Menjadikan Abu Bakar sebagai kompetitor amal memang harus membuat ‘Umar bergumam, “Mulai hari ini aku sadar, tampaknya aku tak akan pernah bisa mengalahkan Abu Bakar!”. Tetapi kita harus tersenyum… Karena mereka telah menjadi contoh tentang urgensi sebuah kompetisi dalam amal dan pengorbanan, bahkan tentang perlunya iri hati.’

(Salim A. Fillah, dalam buku ‘Saksikan bahwa Aku Seorang Muslim)

Dan memang kita harus memiliki sebuah iri hati pada kompetitor kita..

“Tidak ada iri hati kecuali dalam dua perkara. (Yaitu) orang yang diberi harta oleh Allah lalu dia belanjakan pada sasaran yang benar. Dan orang yang dikaruniai ilmu dan kebijaksanaan lalu dia mengamalkan dan mengajarkannya.” (HR Al bukhari)

Lebih dari sekadar menyangkut masalah hasil, keberadaan kompetitor mengajarkan kita untuk selalu melakukan yang terbaik dan terus berjuang dalam setiap usaha yang kita lakukan. Bukankah yang terpenting adalah seberapa maksimal usaha kita, masalah hasil telah ada yang mengatur.

Sekarang semuanya terserah pada kita, apakah kita akan terus terlena dalam kenyamanan, ataukah kita akan mulai untuk mencari kompetitor-kompetitor handal yang tersebar di luar sana yang memiliki keluasan akhlak, ilmu, amal, konstribusi, dan prestasi dibanding kita, dan mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk mengikuti kompetisi mulia ini.

“Di antara orang-orang mukmin itu ada yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tiada merubah janjinya!” (Al Ahzab 23)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Mahasiswa jurusan teknik material dan metalurgi. Kepala Departemen Keilmiahan HMMT FTI ITS. Penerima beasiswa Rumah Kepemimpinan PPSDMS Nurul Fikri.

Lihat Juga

Grand Launching SALAM Teknologi Solusi Aman Covid-19 untuk Masjid

Figure
Organization